Serangan koalisi Saudi di Yaman memicu kelaparan massal khususnya anak-anak.

Koran Sulindo –PBB memperkirakan hingga akhir tahun sedikitnya 20 juta orang Yaman menghadapi ancaman mati kelaparan akibat perang dan pengepungan oleh Arab Saudi.

Angka tersebut merupakan 70 persen dari seluruh populasi di Yaman. Jumlah itu juga mencakup 2 juta anak-anak dengan 500 ribu di antaranya mengalami gizi buruk parah.

Tak hanya menemukan dirinya berjuang untuk bertahan hidup, orang-orang di Yaman juga berjuang untuk mendapatkan ruang dalam liputan dan pemberitaan media-media barat mainstream.

Di bawah bayang-bayang konfik di Suriah, orang-orang di Yaman sengaja dibuat kelaparan oleh blokade ilegal sekaligus menjadi sasaran serangan udara yang diprakarsai Arab Saudi yang didukung penuh Amerika Serikat.

Menikmati dukungan AS senilai US$ 200 miliar dalam bentuk bantuan senjata dan pelatihan militer di bawah pemerintahan Obama dan Trump, Saudi mengirim tentaranya ke negara termiskin di Timur Tengah itu sekaligus memicu krisis kemanusiaan terburuk di era modern. .

Dalam beberapa hari setelah memulai perang, Saudi secara total melakukan blokade darat, udara dan laut sementara pada saat bersamaan menghancurkan sektor-sektor pertanian dan infrastruktur pasokan makanan yang menopang kehidupan 29 juta warga Yaman.

Media barat sama sekali bungkam meski serangan-serangan ilegal tersebut merupakan kejahatan perang menurut hukum internasional.

Meski kemudian Saudi ‘membuka’ cek senilai US$ 300 juta sebagai sumbangan kepada PBB untuk membiayai bantuan kemanusian yang paling mendesak di Yaman.

Sumbangan itu jelas penuh tipu daya harus dibayar mahal mengingat bangsa yang sama memulai bencana dan melanjutkan pemboman brutal di Yaman.

Di sisi lain, sementara PBB menerima uang dari Saudi, langkah itu memungkinkan mereka menjalankan agendanya sendiri yakni mencegah bantuan mencapai populasi yang paling menderita.

Ini berarti bahwa obat-obatan, makanan, persediaan pengolahan air, dan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup dicegah sekaligus memperburuk situasi yang sudah mengerikan di Yaman.

Data-data yang dikumpulkan oleh kelompok-kelompok hak asasi lokal, Saudi setidaknya telah melancarkan lebih dari 230.000 serangan udara di Yaman sejak 2015.

Hampir semua serangan itu menargetkan garis hidup orang-orang Yaman untuk bertahan hidup: jalur pasokan makanannya.

Kapal perang, jet tempur dan helikopter Saudi tanpa pandang bulu menargetkan perahu nelayan, nelayan, dan pasar ikan yang memicu makin tipisnya akses orang-orang di Yaman kepada bahan-bahan pokok makanannya.

Tercatat, sejak Maret 2015 hingga akhir Juni 2018 serangan koalisi yang dipimpin Saudi juga gencar mengincar ladang pertanian, tempat penyimpanan makanan sekaligus menciptakan badai sempurna untuk memicu kelaparan.

Yaman bergantung dari impor maritim untuk lebih dari 80 persen pasokan makanan pokok tahunannya. Kalaupun bahan makanan tersedia pembatasan impor dari Saudi yang dikombinasikan dengan kejatuhan mata uang Yaman hanya berarti satu hal; harga makanan melonjak tajam.

Dengan jutaan orang Yaman tak bisa lagi membeli makanan, 75 persen penduduk Yaman saat ini bergantung pada bantuan kemanusiaan yang sialnya sebagian besar justru dikendalikan Saudi.

Di sisi lain, di tengah kehancuran kehidupan Yaman, kota Hodeida yang berpopulasi 600 ribu orang dan menjadi nafas terakhir kehidupan Yaman juga terancam.

Hodeida adalah pelabuhan utama yang menjadi pintu bagi 90 persen bantuan dan makanan ke Yaman sekaligus menjadi penyokong kehidupan bagi 18 juta warga Yaman.

PBB memperkirakan seperempat juta pria, wanita, dan anak-anak terancam berpotensi menjadi korban operasi militer jika Saudi ngotot melanjutkan serangan ke Hodeida.

Jumlah korban lebih besar sangat mungkin terjadi karena UEA yang diserahi tanggung jawab mempimpin operasi militer ke Hodeida.

Dilandasi kebencian sektarian syiah-sunni yang dalam, UEA yang kini menduduki wilayah Yaman Selatan dikabarkan mendirikan puluhan situs penyiksaan ilegal yang dikenal dengan penyiksaan seksual.

Berbagai metode penyiksaan dan penghinaan seksual digunakan oleh para penjaga penjara yang bekerja di bawah arahan petugas dari UEA termasuk memperkosa tahanan sementara penjaga lain memfilmkannya.

Para tahanan di penjara Aden bersaksi penyiksaan termasuk menyetrum alat kelamin tahanan atau menggantung batu dari buah zakarnya termasuk.  Kisah-kisah penyiksaan itu keluar dari penjara ketika para tahanan menyelundupkan surat dan gambar dari piring plastik tentang penyiksaan tersebut.[TGU]