Tubuh pembalap Prancis Pierre Levegh tergeletak di tanah setelah Mercedesnya jatuh di Le Mans pada tahun 1955. (AFP)

Pada 11 Juni 1955, dunia balap mobil dikejutkan oleh tragedi yang mengguncang dasar-dasar etika dan keselamatan dalam olahraga otomotif. Di Circuit de la Sarthe, Prancis, ajang bergengsi 24 Hours of Le Mans yang biasanya dirayakan sebagai puncak ketangguhan teknis dan daya tahan pembalap, berubah menjadi mimpi buruk kelam. Tragedi ini tidak hanya menelan puluhan nyawa tetapi juga memaksa dunia untuk meninjau kembali bagaimana keselamatan dalam balapan seharusnya dijaga.

Kronologi Kengerian di Trek

Menurut beberapa sumber, kecelakaan tragis itu terjadi sekitar dua jam setelah balapan dimulai. Mike Hawthorn, pembalap Jaguar yang saat itu memimpin balapan, secara mendadak mengerem untuk masuk ke pit. Langkah mendadak ini memaksa Lance Macklin yang mengendarai Austin-Healey di belakangnya membanting setir ke kiri demi menghindari tabrakan.

Namun, dari belakang dengan kecepatan lebih dari 200 km/jam, Pierre Levegh yang mengemudikan Mercedes-Benz 300 SLR tidak memiliki cukup waktu untuk menghindar. Mobilnya menghantam bagian belakang mobil Macklin. Tabrakan itu menyebabkan Mercedes-Benz Levegh melayang ke udara, menghantam gundukan tanah pelindung, dan langsung meluncur ke arah tribun penonton.

Ledakan pun tak terelakkan. Mobil Levegh hancur berkeping-keping, melemparkan puing logam tajam ke kerumunan. Mesin, kap mobil, dan sasis menghantam para penonton yang berdiri tak jauh dari lintasan. Pierre Levegh sendiri tewas seketika setelah terlempar dari mobilnya.

Korban jiwa dalam tragedi ini diperkirakan antara 80 hingga 84 orang, mayoritas adalah penonton yang tak sempat menyelamatkan diri. Lebih dari 75 hingga 120 lainnya mengalami luka-luka, banyak di antaranya mengalami luka bakar dan amputasi karena ledakan dan serpihan logam.

Insiden ini menjadi kecelakaan paling mematikan dalam sejarah motorsport dan menyisakan trauma kolektif yang mendalam di Eropa. Sejumlah negara seperti Prancis, Jerman Barat, Spanyol, dan Swiss mengambil tindakan drastis. Balapan dihentikan sementara waktu, bahkan Swiss menetapkan larangan total terhadap ajang balap mobil yang baru dicabut pada 2022.

Kontroversi

Yang paling mengejutkan, balapan tetap dilanjutkan meskipun tragedi terjadi. Pihak penyelenggara beralasan bahwa pembatalan bisa menyebabkan kepanikan massal dan menghambat proses evakuasi medis.

Mercedes-Benz, meski timnya awalnya tetap bertahan, akhirnya menarik diri sebagai bentuk penghormatan terhadap para korban. Jaguar yang diwakili Hawthorn tetap melanjutkan balapan dan akhirnya keluar sebagai pemenang—sebuah keputusan yang memicu perdebatan etis yang tak kunjung usai.

Penyelidikan resmi menyatakan bahwa tak satu pun pembalap dapat disalahkan secara langsung. Namun, kritik tajam diarahkan kepada desain sirkuit yang dianggap tidak mampu mengakomodasi kecepatan mobil-mobil modern. Circuit de la Sarthe dinilai terlalu terbuka, tanpa pembatas pelindung yang memadai untuk melindungi penonton dari insiden fatal.

Tragedi Le Mans 1955 menjadi pemantik perubahan radikal dalam dunia balap mobil. Dari sinilah kesadaran kolektif mengenai pentingnya standar keselamatan mulai tumbuh. Desain ulang sirkuit, pengaturan posisi penonton, pengembangan teknologi pelindung dalam mobil, serta peningkatan respon darurat menjadi prioritas utama dalam setiap ajang balap setelahnya.

Mercedes-Benz sendiri memilih untuk mundur dari dunia balap internasional selama lebih dari tiga dekade sebagai refleksi mendalam atas peristiwa ini. Dunia motorsport pun mulai menetapkan regulasi baru yang lebih ketat, demi menjamin keselamatan pembalap dan penonton.

Meski luka dari tragedi Le Mans 1955 tidak mungkin sepenuhnya sembuh, warisannya justru membentuk fondasi keselamatan dalam balap mobil modern. Kini, setiap deru mesin di lintasan membawa serta kesadaran akan sejarah kelam yang mengajarkan bahwa kecepatan tanpa keselamatan adalah bencana yang menanti waktu.

Peristiwa ini bukan hanya catatan kelam dalam sejarah otomotif, melainkan sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya keberanian untuk berubah demi melindungi nyawa manusia. Le Mans 1955 adalah pengingat bahwa setiap perlombaan seharusnya menghargai kehidupan, lebih dari sekadar mengejar kemenangan. [UN]