Ilustrasi. Foto: Komunitas Bukalapak

Koran Sulindo – Kemungkinan Gojek, Bukalapak, Traveloka, dan Tokopedia akan segera melantai di pasar modal, melalui skema penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Diungkapkan Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan keempat perusahaan rintisan berbasis teknologi tersebut. Yang terbaru adalah pertemuan dengan pihak Gojek pada awal tahun 2019 lalu.

“Kami sudah membuka kemudahan dan insentif pagi perusahaan berbasis teknologi yang tertuang di peraturan 1-A,” kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (20/3).

Namun, ia belum dapat memastikan kapan tepatnya keempat perusahaan itu akan segera masuk bursa. “Semua keputusan perusahaan tersebut. BEI hanya memfasilitasi,” ujar Nyoman.

Berdasarkan pemaparan BEI, taksiran nilai wajar perusahaan Gojek senilai US$ 9,5 miliar; Tokopedia US$ 7 miliar; Traveloka senilai US$ 4,1 miliar, dan; Bukalapak US$ 1,2 miliar. Namun, ungkap Nyoman lagi, untuk tahun ini setidaknya ada tiga startup yang siap untuk IPO, meski tidak mau mengatakan nama-nama perusahaan tersebut dan berapa target emisi sahamnya.

“Kami menargetkan tiga startup binaaan BEI tercatat tahun ini,” tuturnya.

Dijelaskan Nyoman, BEI sudah mempermudah persyaratan agar perusahaan startup dapat masuk pasar modal. Secara infrastruktur, BEI sudah memberikan ruang untuk perusahaan startup agar dapat mencatatkan saham di bursa. BEI juga telah memberikan kelonggaran dengan mengubah peraturan 1-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Akuitas selain Saham.  Perubahan itu berkaitan dengan valuasi saham, dengan perhitungan aset nyata (tangible) menjadi tidak nyata (intangible).

Menurut Nyoman, keberhasilan sebuah perusahaan rintisan tidak dilihat dari kinerja keuangannya saja, seperti keuntungan, tapi lebih ke potensi akselerasi ke depan. Juga kemungkinan pengembangan perusahaan, misalnya jumlah pihak yang bergabung. Semakin banyak pihak bergabung semakin banyak pula potensi yang bisa di-utilisasi.

Mengacu ke peraturan yang berlaku sekarang, batas minimal aktiva berwujud bersih atau net tangible assets (NTA) untuk dapat masuk bursa sebesar Rp 5 miliar. Peraturan ini berpotensi menghalangi startup untuk melantai di bursa. Karena, diungkapkan Nyoman lagi, banyak startup yang NTA-nya tidak sampai pada minimal persyaratan tersebut.

Selain BEI, yang kerap menyerukan dalam berbagai kesempatan agar startup mau masuk bursa adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara. Diungkapkan  Rudiantara pada sebuah acara, semestinya transparansi yang menjadi pertimbangan startup masuk pasar modal tak menjadi kekhawatiran perusahaan startup.

Rudiantara bahkan pernah mengimbau agar IPO dilakukan ketika start up masih berstatus biasa dan unicorn atau memiliki valuasi senilai US$ 1 miliar. Kalau start up sudah naik kelas menjadi decacorn atau memiliki valuasi lebih dari US$ 10 miliar, katanya, sahamnya justru akan sulit diserap pasar.

Dicontohkan Rudiantara, unicorn yang melepas 20% sahamnya ke pasar melalui IPO, nilainya sekitar Rp 29 triliun. Nilai saham yang bakal dijual dengan besaran seperti itu masih bisa diserap investor dalam negeri. Namun, kalau sudah menjadi decacorn, pasar lokal yang belum begitu dalam tidak akan mampu menyerap saham yang dilepas ke publik.

“Pasar di Indonesia tidak sebesar New York-Amerika Serikat atau Tokyo-Jepang. Kalau sudah decacorn, nanti listing-nya di global,” kata Rudiantara. [PUR]