Koran Sulindo – Pasukan koalisi pimpinan AS di Suriah baru-baru ini dituduh menggunakan bom fosfor putih untuk keempat kalinya sejak pertengahan September 2018 lalu.
Dalam hukum perang internasional fosfor putih dilarang penggunaannya.
Kantor berita SANA, milik pemerintah Suriah melaporkan pemboman menggunakan fosfor putih itu dilakukan koalisi di kota kecil Hajin di provinsi Deir Ez-Zor di Suriah akhir pekan lalu.
Pemboman yang mengincar posisi-posisi pertahanan ISIS itu justru menewaskan lima belas warga sipil dan melukai lebih banyak lainnya.
Di antara korban pemboman itu dilaporkan terdapat anak-anak dan perempuan.
Pemboman menggunakan fosfor putih di Hajin, Deir Ez-Zor tersebut merupakan kali keempat sejak September silam. Sebelumnya, sumber-sumber lokal di Suriah menyebut koalisi pimpinan AS menggunakan fosfor putih dalam pengeboman 10 September, 13 Oktober dan 29 Oktober.
Pemboman di Hajin merupakan payung udara AS bagi gerak maju Pasukan Demokrat Suriah atau SDF yang berniat mengambil alih kota itu dari ISIS.
SDF menghentikan kampanyenya merebut Hajin pada akhir Oktober, tiga hari sebelum pengeboman terbaru itu.
Pembomban terakhir tersebut dikabarkan memicu kerusakan parah karena kebakaran yang diakibatkan penggunaan zat terlarang.
Fosfor putih dilarang penggunaannya karena secara spontan memicu kebakaran panjang setelah ledakan. Bom tersebut juga bertanggung jawab atas luka bakar yang menyakitkan bagi mereka yang bersentuhan dengan zat tersebut.
Mengacu pada daya rusaknya yang ekstrim, Protokol III dalam Konvensi 1980 tentang Senjata Konvensional tegas-tegas melarang penggunaan senjata kimia itu di wilayah yang dihuni warga sipil. Sial, karena Amerika Serikat bukan penandatangan Protokol III tersebut.
“Penggunaan gas asphyxiating, beracun atau lainnya termasuk semua cairan analog, bahan atau perangkat seperti yang tercantum dalam Statuta Mahkamah Pidana Internasional sebagai kejahatan perang,” kata Komite Palang Merah Internasional.
Umumnya penggunaan zat-zat terlarang oleh jet-jet tempur Amerika tersebut bahkan secara terbuka pernah diakui oleh seorang jenderal Selandia Baru yang bekerja untuk koalisi.
Ia secara terbuka mengakui penggunaannya bahan-bahan terlarang untuk mengebom Mosul dan Raqqa Juni tahun lalu.
Pelanggaran-pelanggaran itu sebenarnya dikecam keras kelompok-kelompok seperti Human Rights Watch (HRW). Mereka menyebut penggunaan zat-zat terlarang itu menempatkan warga sipil di Raqqa dan Mosul pada risiko yang tidak perlu.
“Tidak peduli seberapa banya fosfor putih digunakan, itu menimbulkan risiko tinggi dan bahaya mengerikan di kota-kota seperti Raqqa dan Mosul yang menjadi konsentrasi warga sipil,” kata direktur senjata HRW Steve Goose bulan Juni lalu.
Kecaman HRW kala itu dijawab juru bicara koalisi dengan mengklaim mereka menggunakan zat berbahaya itu sesuai hukum internasional.
“Digunakan untuk penyaringan, mengaburkan, dan menandai dengan cara yang sepenuhnya mempertimbangkan kemungkinan efek samping pada warga sipil dan struktur sipil. ”[TGU]