PADA 17 Februari 2019 lalu, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menyatakan mendukung inovasi yang diciptakan melalui produk tembakau alternatif. Pernyataan ini disampaikan lewat siaran pers pula.

Menurut Tim Penulis Lakpesdam PBNU Idris Masudi, pihaknya telah melakukan penelitian soal ini dan hasilnya telah dibukukan, dengan judul Fikih Tembakau: Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia. Penelitian itu diklaim menghasilkan sejumlah temuan terkait konsep pengurangan risiko pada produk tembakau alternatif.

Dalam konteks fikih, ungkap Idris, inovasi teknologi diperbolehkan, bahkan dianjurkan, sebagai upaya memberikan manfaat (kemaslahatan) yang lebih besar bagi umat manusia. Kemaslahatan yang dimaksud antara lain adalah upaya menurunkan risiko kesehatan melalui penggunaan produk tembakau alternatif.

“Dalam konteks fikih Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan melalui inovasi teknologi yang memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat tentu dianjurkan. Kami melihat inovasi yang dilakukan ini lebih banyak manfaatnya ketimbang keburukan,” ujarnya.

Kendati demikian, dalam siaran pers itu juga dimuat pandangan Dewan Perumus Lembaga Bahtsul Masail PBNU yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, K.H. Azizi Hasbullah. Ia menyatakan, perlu ada pembahasan lebih mendalam mengenai hukum produk tembakau alternatif.

Lembaga Bahtsul Masail PBNU merupakan forum musyawarah NU untuk mencari jawaban atas berbagai masalah yang berkembang di masyarakat. Sejauh ini, PBNU baru menerbitkan hukum untuk rokok konvensional. “Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 2011 telah menyatakan rokok hukumnya hanya sampai pada mubah dan makruh. Para ulama yang mengikuti forum ini menilai tidak ada dasar yang kuat untuk mengharamkan rokok, sehingga rokok elektrik pun juga boleh saja digunakan,” kata K.H. Azizi.