Ilustrasi

Koran Sulindo – Berbicara sosialisme, acap kita dengar orang berkata: sosialisme hanya baik sebagai ide atau teori, tapi praktiknya sudah dibuktikan gagal. Saya pernah dengar orang “kiri” bahkan komunis mengatakan sosialisme itu hanya sebuah utopia. Sebagian lagi malah bilang sosialisme sudah bangkrut! Uni Soviet pun ditunjuk sebagai bukti, seolah-olah yang runtuh di sana adalah sosialisme.

Restorasi kapitalisme di Tiongkok yang masih terus diselubungi dengan kedok “sosialisme dengan ciri Tiongkok” membuat orang cenderung percaya adanya jalan ketiga antara sosialisme dan kapitalisme melalui perkawinan 2 sistem ekonomi, sosial dan politik yang sebetulnya secara hakikat sepenuhnya bertentangan.

Juga semakin absurd dan ngawur pendapat yang melihat kediktatoran proletariat sebagai sebab keruntuhan Uni Soviet dan dianggap telah melahirkan revisionisme. Mereka yang anti-komunis memandang kediktatoran proletariat sebagai kekuasaan mutlak tak terbatas dari orang yang memegang kekuasaan. Mereka melihat kediktatoran proletar sebagai masalah perorangan dan watak manusia.

Melalui kediktatoran proletariat orang itu merealisasi “keinginan pribadinya” dan “kekuasaan mutlak” membuatnya “mabuk kekuasaan”! Tentu saja orang yang dimaksud adalah Stalin! Walau media borjuis dan kaum Trotskis tak bisa membantah penemuan fakta-fakta baru yang diajukan banyak penulis tentang sejarah Uni Soviet yang telah dipalsukan oleh klik revisionis, namun lagu usang “Stalin diktator, kejam dan haus kekuasaan” terus mereka sebarkan dan pertahankan.

Mereka memang tidak berkepentingan untuk menemukan kebenaran. Paradigma sejarah Soviet periode pemerintahan Stalin tidak bisa tidak harus negatif dan hitam. Kalau tidak membusukkan Stalin, tidak sah! Orang yang menolak pandangan anti-komunis ini langsung dicap Stalinis!

Salah satu pelajaran yang disimpulkan Marx dari kekalahan Komune Paris adalah kekuasaan proletar tidak dapat berfungsi dengan menggunakan mesin birokrasi dan militer negara borjuis. Diperlukan kediktatoran proletariat untuk menghancurkan mesin kekuasaan borjuis dan mengatasi perlawanan sekaratnya.

Lenin menjelaskan bahwa kediktatoran proletariat adalah perjuangan yang konsisten melawan kekuatan dan tradisi masyarakat lama di bidang militer, ekonomi, pendidikan dan administratif, berdarah atau tak berdarah, tanpa atau dengan kekerasan.

Kita akan mengerti keharusan mutlak dari kediktaturan proletariat kalau kita mengakui bahwa masyarakat yang melahirkan sosialisme adalah masyarakat berkelas yang berdasarkan pada pengisapan dan penindasan. Sosialisme tidak jatuh dari langit! Sosialisme adalah satu-satunya sistem ekonomi, politik dan sosial yang bertujuan melenyapkan penindasan dan pengisapan manusia atas manusia.

Dalam Kritik Kepada Program Gotha, Karl Marx menjelaskan bahwa masyarakat komunis lahir dari ‘rahim’ masyarakat kapitalis sehingga ‘tanda-tanda’ lahirnya itu terbawa dalam semua hal, ekonomi, moral dan intelektual.

Sedangkan Lenin menegaskan bahwa kelas pengisap, tuan tanah dan kaum kapitalis tidak bisa lenyap sekaligus di bawah kediktatoran proletariat. Mereka masih punya basis dalam bentuk kapital internasional. Sejarah menunjukkan kaum kapitalis besar dan tuan tanah besar yang alat produksi dan kekayaannya disita serta semua hak istimewanya lenyap tidak menyerah dan bersedia menerima begitu saja tindakan rakyat yang selama berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun ditindas dan diisap. Dengan sekuat tenaga dan segala macam cara mereka akan melawan. Karena itu, dibutuhkan kediktatoran proletariat untuk menundukkan perlawanan sengit itu.

Kelas buruh dan rakyat pekerja Rusia harus mempertahankan kemenangan Revolusi Oktober 1917 dihadapan serangan sekarat Tentara Putih yang mewakili kepentingan kerajaan Tsar, tuan tanah dan kaum kapitalis besar yang didukung koalisi imperialis serta antek-anteknya. Kekuasaan proletariat dan kaum tani berhasil menang tapi ekonomi Rusia hancur luluh dan rakyat mati kelaparan. Media Barat selalu menggambarkan korban perang sipil dan kelaparan itu sebagai hasil “kekejaman” rezim komunis.

Kontradiksi dan Perjuangan Kelas
Kemenangan Revolusi Oktober Sosialis 1917 membuktikan kebenaran tesis Lenin yang menegaskan bahwa perkembangan kapitalisme tidak merata dalam zaman kapitalisme monopoli atau imperialisme, memungkinkan rakyat pekerja di negeri yang terbelakang untuk menghancurkan mata rantai imperialisme yang terlemah. Kelas buruh yang jumlahnya kecil menemukan mayoritas kaum tani sebagai sekutunya yang terpercaya. Namun kenyataan objektif ini juga membuat proses pembangunan sosialisme menjadi jauh lebih rumit dari pada pembangunan sosialisme di sebuah negeri kapitalis yang sudah menghancurkan feodalisme.

Ketika Uni Soviet mulai membangun sosialisme, terdapat berbagai bentuk ekonomi, dari embrio sosialisme sampai bentuk ekonomi abad menengah. Untuk keluar dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh perang sipil, diambil New Economic Policy (NEP) yang mengizinkan kapitalisme untuk sementara. Perlu ditekankan, langkah mundur strategis ini hanya “untuk sementara”. Kaum revisionis modern menggunakan NEP untuk membenarkan restorasi kapitalisme Deng Xiaoping yang menghasilkan kapitalisme dan sosial-imperialisme. Artinya di mulut sosialisme, tapi imperialisme dalam praktik.

Lenin memandang kaum tani sebagai sekutu kelas proletariat. Namun, ia juga sadar bahwa produksi kecil tiap hari, tiap jam, secara spontan, dan dalam skala massal melahirkan kapitalisme dan borjuasi. Demikian juga ideologi, adat kebiasaan, mentalitas dari puluhan juta orang merupakan kekuatan paling dahsyat dan buruk. Lenin menganggap seribu kali lebih mudah menaklukkan kaum borjuasi besar yang terkonsentrasi dari pada “menundukkan” berjuta-juta kaum pemilik kecil. Melalui kegiatan sehari-hari yang tak kelihatan dan sulit ditangkap, tapi menghilangkan semangat, mereka mencapai hasil yang dibutuhkan kaum borjuasi dan cenderung merestorasi kedudukan kaum borjuasi.

Sementara itu, buruh juga tidak otomatis mempunyai kesadaran kelas proletar. Kesadaran itu hanya bisa didapat melalui praktik perjuangan kelas dan pendidikan teori yang membimbing perjuangannya. Karena kaum buruh juga berasal dari kaum tani. Secara relatif pendidikan dan pengorganisasian kaum buruh jauh lebih mudah ketimbang kaum tani karena kondisi kerja yang terpusat dan telah sedikit banyak memupuk perasaan kolektif dan disiplin.

Dari mana datangnya anggota partai komunis yang merupakan detasemen buruh yang termaju? Dari ruang angkasa? Bukankah dari masyarakat di mana partai itu hidup dan berfungsi? Semua kontradiksi, ideologi, adat kebiasaan serta nilai-nilai moral yang diwarisi dari masyarakat lama akan terus hidup berdampingan, dalam satu periode sejarah panjang, dengan mentalitas, nilai-nilai moral, pandangan dunia dan hidup baru yang dilahirkan oleh proses pembangunan sosialisme. Karena itu, wajar perjuangan antara pikiran dan ide yang tepat dengan yang salah sebagai pencerminan perjuangan kelas dalam masyarakat akan terus hidup dalam partai komunis.

Banyak kita dapatkan contoh perjuangan 2 garis dalam Partai Komunis Uni Soviet. Ketika Lenin mengajukan usul melancarkan pemberontakan, mayoritas anggota pimpinan setuju, namun Kamenev dan Zinoviev menolak. Lenin minta agar Kamenev dan Zinoviev dipecat dari partai. Mayoritas tidak setuju. Penandatanganan Persetujuan Brest-Litovsk dengan Jerman 1918, terulur panjang karena Lenin dan Stalin menghadapi tentangan Trotsky, Bukharin dan kawan-kawannya.

Dalam masalah “Peran dan Tugas Serikat Buruh Periode Transisi 1920/21”, pendapat Lenin bertentangan dengan Trotksy dan Bukharin. Lenin menganggap pendapat Trotsky menempatkan serikat buruh sebagai embel-embel negara. Padahal dalam sebuah negara sosialis, di samping merupakan sekolah administrasi, manajemen ekonomi dan sekolah komunis, serikat buruh harus tetap menjadi alat perjuangan kaum buruh untuk membela kepentinganya di hadapan negara yang menurut Lenin, masih dililit kuat oleh birokrasi.

Bahkan keputusan Kongres Partai X, Maret 1921, yang melarang kegiatan faksional, masih terus dilanggar oleh Trotsky, Bukharin, Zinoviev, Kamenev dan kawan-kawannya. Ketika Lenin mengusulkan NEP, Trotsky serta grup “kiri” menolak dan menuduh Lenin mengkhianati sosialisme.

Berbagai macam sabotase ekonomi, tindakan teroris termasuk pembunuhan terhadap kader penting partai, dan penangkapan pendukung sosialisme, digunakan oleh kekuatan anti-sosialis untuk mendiskreditkan partai dan menumbangkan pemerintah. Kegagalan telah menyadarkan mereka, tidak mungkin menggulingkan pemerintah dari dalam. Faksi pimpinan Trotsky, meskipun ia sendiri tidak tinggal di Uni Soviet, pimpinan Zinoviev, Bukharin, faksi militer pimpinan Tukhachevsky dan faksi-faksi lainnya akhirnya berkomplot dengan kekuatan fasis Jerman. Mereka mengharapkan serangan militer Jerman dan mengkombinasikannya dengan pemberontakan di dalam negeri untuk menggulingkan pemerintahan Bolshevik dan merestorasi kapitalisme.

Komplotan berhasil dibongkar dan para pelakunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Pengadilan Moskow periode 1936 hingga 1938. Itulah yang dicap “pengadilan sandiwara” oleh kaum imperialis, revisionis modern, dan Trotskis. Stalin sadar akan bahaya dari kaum birokrat di dalam partai. Dalam pidato di Kongres Liga Pemuda Komunis Leninis VIII pada 16 Mei 1928, Stalin menunjuk birokrat komunis sebagai jenis birokrat paling berbahaya. Mengapa? Karena mereka menutupi birokrasinya dengan kartu anggota partai.

Stalin berusaha menggempur kaum birokrat komunis. Dalam merancang konstitusi baru pada 1936, Stalin berusaha mempertahankan pasal-pasal yang ia usulkan tentang pemungutan suara universal, sama derajat, langsung, rahasia dan melalui kompetisi. Tidak hanya partai yang dapat mengajukan calon, tapi juga berbagai grup dan organisasi warga yang dibentuk berdasarkan tempat tinggal, afiliasi, agama, tempat kerja dan sebagainya. Sistem ini akan menjadi cambuk di tangan penduduk melawan badan-badan pemerintahan yang kerjanya buruk. Tapi mayoritas Komite Sentral menolak.

Di sinilah kalau mau bicara tentang kesalahan dan kelemahan Stalin. Ia sadar akan perjuangan ideologi yang sudah berlangsung sejak 1917. Namun, tidak mampu merumuskan sebuah teori yang menjelaskan bagaimana melancarkan perjuangan 2 garis dalam partai. Stalin tidak melihat bentuk-bentuk mobilisasi massa buruh dan tani untuk melawan kaum birokrat borjuis baru yang bersarang di dalam partai. Stalin hanya memusatkan perhatiannya kepada kegiatan spionase dan konspirasi faksi-faksi penentang partai.

Kediktatoran Proletariat, Sumber Revisionisme?
Mereka yang menentang dan menyalahkan kediktatoran proletariat, sebenarnya tidak mengerti arti dan fungsinya. Dengan angkuh mengajukan pengertian diktator proletariat pribadinya sebagai “pengembangan” prinsip diktator proletariat Marxis-Leninis. Siapa yang mempertahankan arti dan fungsi kediktatoran proletariat Marxis-Leninis kontan dicap dogmatis!

Lalu, di dunia modern sekarang ini hanya ada 2 macam kediktatoran: proletar atau borjuis. Bentuk tiap-tiap kediktatoran itu bisa berbeda, namun hakikat kelasnya sama. Bentuk kediktatoran borjuis di negeri setengah jajahan setengah feodal berbeda dengan kediktatoran borjuis di negeri kapitalis dan imperialis. Begitu juga kediktatoran proletariat pada tahap revolusi borjuis demokratis berbeda dengan kediktatoran proletariat pada tahap sosialis. Mereka yang menolak kedikatoran proletariat sebenarnya, secara sadar atau tidak, ingin mengabadikan kediktatoran borjuis.

Kemudian, penentang kediktatoran proletariat tidak mengakui kenyataan bahwa ideologi, adat kebiasaan, mentalitas, dan nilai-nilai moral yang diwarisi dari masyarakat lama merupakan tanah subur untuk timbulnya berbagai macam aliran pikiran borjuis, termasuk revisionisme modern, yang tidak saja menghambat pembangunan sosialis, tapi bahkan membalikkannya menjadi kapitalis. Artinya, sebab dan dasar material dari revisionisme dan restorasi kapitalisme sudah ada secara objektif dan sama sekali terlepas dari keinginan subjektif siapapun.

Revisionisme atau oportunisme kanan adalah sebuah aliran pikiran borjuis yang, menurut Mao Zedong, lebih berbahaya dibanding dogmatisme. Pendapat Mao ini dibuktikan dalam praktik. Sosialisme dilikuidasi di Uni Soviet dan juga Tiongkok oleh revisionisme yang dikenal dengan antara lain, teori koeksistensi secara damai (dengan kaum imperialis), negara dan partai seluruh rakyat, menolak mengakui masih adanya perjuangan kelas dalam tahap sosialisme, peralihan ke sosialisme secara damai.

Semua partai komunis di negeri yang belum menang, yang menerapkan atau melakukan kesalahan revisionis juga telah terbukti gagal dalam memimpin perjuangan pembebasan rakyat negerinya. Di negeri-negeri itu tidak ada kediktaturan proletariat, tapi tak tertutup kemungkinan revisionisme menjadi panduan partai komunisnya, semisal, partai-partai penganut Euro-komunisme.

Lenin meninggalkan Internasionale II, juga karena mayoritas Partai Sosial Demokrat menjadi revisionis karena bersatu dengan kaum borjuasi negeri masing-masing mendukung Perang Dunia I. Terbukti dengan jelas, revisionisme lahir tanpa adanya kediktaturan proletariat.

Runtuhnya Kapitalisme Birokratik di Uni Soviet
Dengan pidato rahasia Khrushchov di Kongres Partai Komunis Uni Soviet XX pada 1956, dimulai sebuah tahap sejarah yang bertolak belakang dengan tahap sebelumnya. Penerapan norma-norma kapitalisme seperti laba sebagai unsur regulasi produksi, reformasi dalam harga yang semakin mencerminkan nilai (yaitu biaya produksi dan laba rata-rata), penerapan rangsang material yang semakin luas, dan kebebasan semakin besar dalam pengelolaan perusahaan yang memproduksi untuk pasar demi mencapai laba, telah semakin melemahkan basis ekonomi sosialis Soviet.

Berkuasanya klik revisionis-borjuis birokrat dalam partai dan negara serta perombakan basis ekonomi telah mengubah watak kelas kekuasaan politik serta semua mesin dan lembaga negara di Uni Soviet. Dalam internal PKUS juga terjadi perubahan besar. Sekitar 30% dari pimpinan pusat, 45% di tingkat menengah dan 40% di tingkat basis diganti. Kader-kader yang berasal dari kelas buruh disingkirkan dan diganti dengan elemen-elemen berpendidikan tinggi dan universitas. Perusahaan negara menjadi sapi perahan kaum kapitalis birokrat yang juga anggota PKUS. Keruntuhan Uni Soviet pada 1991 membuktikan kebangkrutan revisionisme modern. Yang runtuh bukan sosialisme, melainkan kapitalisme birokratik.

Kapitalisme dihancurkan oleh kontradiksi-kontradiksi yang memang terkandung dalam sistem itu sendiri dan tak mungkin diatasi tanpa menghancurkannya. Sebaliknya, kontradiksi yang ada dalam sosialisme yang sebagian diwarisi dari masyarakat lama dan sebagian lagi dilahirkan dalam dinamika proses pembangunan sosialis dapat diatasi tanpa menghancurkan sistemnya. [Tatiana Lukman]