Koran Sulindo – Pengadilan Negeri Jakarta Utara menggelar sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penodaan agama yang diajukan mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hari ini.
“Sidangnya akan digelar pagi ini di PN Jakut,” kata kuasa hukum Basuki, Josefina Agatha Syukur, di Jakarta, Senin (26/2/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Ahok, melalui kuasa hukumnya Josefina dan Fifi Lity Indra, pada 2 Februari 2018 lalu mengajukan PK terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara (Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr) yang telah berkekuatan hukum tetap.
Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas pernyataannya soal Surat Al-Maidah Ayat 51. Ia tidak mengajukan banding dan mulai menjalani hukuman penjara di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat sejak Mei 2017.
Kasus Buni Yani
Anggota Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng mengatakan, dalam memori peninjauan kembali (PK) yang diajukan Ahok, salah satu alasan adalah vonis yang dijatuhkan terhadap Buni Yani, terpidana UU ITE di Pengadilan Negeri Bandung.
“Dikaitkan dengan perkara yang di Bandung, yang Buni Yani,” ujar Jootje saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/2/2018).
Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara pada 14 November 2017. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas perbuatannya melakukan pemotongan video Ahok di Kepulauan Seribu.
Video Ahok tersebut kemudian viral. Video ini yang kemudian menjadi awal mula kasus yang menyeret Ahok.
UU MA
Menurut Pasal 66 – 77 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, alasan pengajuan Peninjauan Kembali harus berdasar salah satu dari 6 hal.
Yang pertama, apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti- bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Lalu, apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
Ketiga, apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
Keempat, apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
Kemudian, apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
Dan keenam, apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. [DAS]