Presiden RI Jokowi bicarakan Hilirisasi dan Industrialisasi
Presiden RI Jokowi bicarakan Hilirisasi dan Industrialisasi (sumber: poloticanews.id)

Presiden Ir. Joko Widodo (Jokowi) memberi arahan agar Pertamina dan PT. PLN membuat rencana makro dan detail mengenai transisi energi ke EBT (Energi Baru dan Terbarukan) yang lebih ramah lingkungan dibanding energi dari fosil.

Hal ini dirasa perlu mengingat hasil pertemuan Konferensi Iklim Dunia COP26 di Glasgow yang menyepakati pengurangan penggunaan energi fosil. Maka Indonesia perlu mempersiapkan dengan baik transisi ke EBT dengan rencana yang jelas.

Menurut Jokowi, pasokan energi saat ini masih di dominasi oleh energi fosil dengan komposisi 67 persen dari batu bara, 15 persen fuel, dan 8 persen gas. Maka Indonesia mau tidak mau harus menyiapkan sumber energi alternatif non fosil.

“Tahun 2022 misalnya 5.000 MW harus geser dari coal bisa ke hidro power, bisa geothermal, bisa solar panel. Tapi memang harus ada tahapan-tahapan seperti itu,” papar Jokowi pada saat Rapat Pengarahan Presiden kepada Komisaris dan Direksi Pertamina-PLN, Selasa (16/11).

Selain itu Presiden juga membicarakan tentang teknologi mobil listrik dan kompor listrik untuk mengurangi konsumsi energi fosil di Indonesia.

Jokowi memandang pemanfaatan EBT butuh investasi besar, tapi harus dilakukan. Ia juga menyinggung pembicaraan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson serta Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengenai gap pembiayaan.

Berdasarkan pembicaraan tersebut Jokowi mengungkapkan adanya pendanaan global senilai US$100 Milyar per tahun untuk mendanai pengembangan energi ramah lingkungan. Akan tetapi komitmen itu perlu dipastikan.

“Nah jangan hanya mau berikan bayangan angka tapi duitnya nggak nongol. Kita ngomong blak-blakan aja,” kata Jokowi.

Untuk itu, Jokowi meminta PLN dan Pertamina menyiapkan langkah transisi energi yang jelas.

Hambatan Investasi

Meski memiliki potensi EBT yang besar tetapi Presiden melihat pendanaan dan investasi masih terkendala berbagai faktor.

Sebagai contoh ada lebih dari 1000 sungai yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). “Dua sungai saja, Sungai Kahayan di Kalimantan itu bisa kira-kira 13.000 MW. Sungai Mamberamo itu bisa menghasilkan 24.000 MW. Baru dua sungai,” ungkap Jokowi.

Hanya saja potensi besar itu belum bisa diolah karena butuh pendanaan besar serta proses investasi yang masih ruwet. Presiden menyampaikan banyak yang mau investasi di PLN, masalahnya adalah di Birokrasi dan BUMN sendiri sehingga investasi lama terealisasi dan berbelit-belit. [PAR]