Koran Sulindo – Rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, di gedung Golkar kawasan Slipi Jakarta Barat, Selasa (21/11) kemarin berakhir di luar perkiraan semua media massa, terutama online. Hasil perdebatan alot membahas nasib Setya Novanto (setnov) setelah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik (e-KTP) itu, sejak siang hari bolong hingga hampir tengah malam keluar dengan keputusan Sekjen Golkar Idrus Marham ditetapkan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum.
Idrus akan duduk di situ hingga gugatan praperadilan yang diajukan Setnov putus.
Sebelumnya, Setnov mengirim surat, tulisan tangan yang dikerjakannya di penjara KPK di kawasan Kuningan. Surat itu ditujukan ke DPP, bermeterai, dan ditandatangani, Selasa (21/11) kemarin. Fotokopian surat itu bersliweran selama pleno.
Isi surat itu menegaskan ia tetap Ketua Umum Golkar meski saat ini ditahan KPK.
“Tidak ada pembahasan pemberhentian sementara/permanen terhadap saya selaku ketua umum Partai Golkar,” bunyi surat itu.
Ia menunjuk Idrus sebagai Pelaksana Ketua Umum. Sementara Plt Sekjen pengganti Idrus, Setnov menunjuk Yahya Zaini dan Aziz Syamsuddin.
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid memastikan surat itu disampaikan dalam rapat pleno.
Dan Selasa (21/11) hampir tengah malam, Nurdin membacakan hasil pleno yang isinya tak jauh dari pesan surat Setnov itu.
“Menyetujui Idrus Marham sebagai Plt ketua umum sampai putusan praperadilan,” kata Nurdin.
Jika gugatan Setnov kembali menang seperti praperadilan pertama lalu, jabatan Plt ini berakhir dan Setnov ketua umum lagi.
Jika gugatannya ditolak, Plt bersama ketua harian melaksanakan rapat pleno untuk memutuskan Setnov mengundurkan diri sebagai Ketum. Jika ia tak mau, Golkar akan menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
Namun arah pertempuran internal memperebutkan posisi puncak di partai yang lahir dan tumbuh bersama Orde Baru Soeharto itu nampak jelas masih akan bersambung. Menurut Nurdin, dalam menjalankan tugas Plt ketua umum harus membicarakannya bersama ketua harian, koordinator bidang, dan bendahara umum.
Setnov ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11) dini hari, setelah dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Dalam kasus korupsi e-KTP, Setnov bersama beberapa orang, diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Ia juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.
Korupsi e-KTP ini diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek yang dibiayai APBN sebanyak Rp 5,9 triliun itu.
Setnov sudah mendaftarkan gugatan praperadilan jilid ke-2 dalam kasus ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 15 November 2017 lalu. [DAS]