Koran Sulindo – Sebelum Indonesia menggunakan mata uang Rupiah, negara ini pernah menggunakan Gulden sebagai alat tukar utama. Gulden merupakan mata uang yang diperkenalkan oleh pemerintah Belanda dan sudah digunakan sejak masa awal kolonialisme Belanda di Indonesia.
Sejarah penggunaan Gulden di Indonesia berlangsung sejak abad ke-17, tepatnya sekitar tahun 1610, pada masa pemerintahan Kongsi Dagang Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Masa VOC dan Penggunaan Mata Uang Gulden
Pada awal abad ke-17, bangsa Eropa mulai datang ke Indonesia untuk berdagang, membawa berbagai jenis mata uang sebagai alat tukar, termasuk koin emas, dolar perak, dan koin perak.
Namun, pada masa VOC, mata uang Gulden mulai diperkenalkan sebagai alat tukar resmi dalam berbagai transaksi. VOC membawa koin Gulden perak ke Indonesia dan mulai memperkenalkannya kepada masyarakat setempat untuk digunakan dalam aktivitas jual beli sehari-hari.
Seperti tergambarkan dalam film The Oost, mata uang Gulden menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di bawah pemerintahan Belanda. Selama lebih dari dua abad, Gulden digunakan secara luas di berbagai wilayah Nusantara, terutama di kota-kota besar yang menjadi pusat perdagangan kolonial.
Gulden pada Masa Pendudukan Belanda
Penggunaan mata uang Gulden terus berlangsung hingga masa-masa akhir kolonialisme Belanda. Pada periode pendudukan Belanda yang lebih modern, selain menggunakan koin perak, Belanda juga memperkenalkan uang kertas Gulden. Mata uang ini digunakan di seluruh Nusantara sebagai alat pembayaran yang sah.
Pada tahun 1943, ketika pendudukan Jepang menggantikan kekuasaan Belanda selama Perang Dunia II, pemerintahan Kolonial Belanda yang kembali melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA) kembali mencetak dan mendistribusikan mata uang Gulden.
NICA menyebarkan uang kertas Gulden di wilayah-wilayah seperti Maluku, Kalimantan, dan Papua, yang saat itu masih berada di bawah pengaruh Belanda.
Penghapusan Gulden
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk memutuskan segala bentuk hubungan dengan kekuasaan kolonial Belanda, termasuk dalam hal penggunaan mata uang.
Pada 2 Oktober 1945, Presiden Soekarno secara resmi menyatakan bahwa uang kertas Gulden yang dicetak oleh NICA tidak lagi sah dan ilegal digunakan dalam transaksi. Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah untuk memperkuat kedaulatan ekonomi Indonesia yang baru merdeka.
Lahirnya Mata Uang Rupiah
Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia memerlukan mata uang yang mencerminkan identitas nasionalnya. Maka, pada 3 Oktober 1946, Bank Sentral Indonesia yang sekarang dikenal sebagai Bank Indonesia menerbitkan mata uang baru, yaitu Rupiah.
Pada masa awal penerbitannya, nilai Rp 1 setara dengan 0,5 gram emas, menunjukkan bahwa Rupiah memiliki standar yang kuat dalam sistem ekonomi global pada masa itu.
Dengan diperkenalkannya Rupiah, era penggunaan Gulden sebagai alat tukar resmi di Indonesia berakhir. Meskipun demikian, jejak sejarah mata uang Gulden tetap menjadi bagian penting dari perjalanan ekonomi Indonesia, khususnya dalam konteks kolonialisme dan perjuangan menuju kemerdekaan.
Sejarah mata uang Gulden di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang bangsa ini dari masa kolonial hingga merdeka.
Dari pengenalan oleh VOC hingga penghapusan oleh Presiden Soekarno setelah kemerdekaan, mata uang ini menjadi saksi perkembangan ekonomi dan politik Indonesia selama lebih dari tiga abad.
Meskipun Gulden kini hanya tinggal sejarah, perjalanan tersebut membuka jalan bagi pengenalan Rupiah sebagai simbol kemandirian ekonomi Indonesia. [UN]