Ilustrasi: Penangkapan Ratna Sarumpaet/YMA

Koran Sulindo – Ratna Sarumpaet bakal dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait dugaan penyebaran berita bohong mengenai pengeroyokan.

“Semua sudah kita panggil. Kita panggil dia (Ratna) sebagai saksi hari Senin, dia malah pergi kan gitu. Makanya kita lakukan penangkapan malam ini karena panggilan kita tidak diindahkan,” kata Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya, AKBP Jerry Siagian, di Jakarta, Kamis (4/10/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Status hukum Ratna masih saksi pada Rabu (3/10). Namun, polisi meningkatkan statusnya menjadi tersangka saat aktivis tersebut akan terbang ke Chili. Ratna ditangkap di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Tangerang Banten.

Jika melihat pasal yang digunakan, yaitu Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 146 maka Ratna Sarumpaet terancam hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun. Bunyi Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 adalah “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”.

Sedangkan Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.

Latar Belakang
Sebelumnya, beredar kabar Ratna Sarumpaet menjadi korban pengeroyokan sejumlah orang tidak dikenal di sekitar Bandara Husein Sastranegara Bandung Jawa Barat pada 21 September 2018. Ratna mengaku dianiaya sejumlah orang usai menghadiri pertemuan internasional bersama dua rekannya warga negara asing saat menuju Bandara Husein Sastranegara. Calon Presiden Prabowo Subianto dan tim suksesnya bahkan sempat mengadakan jumpa pers atas kasus itu.

Namun kepolisian menyatakan tidak menemukan fakta, saksi, maupun informasi terkait penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet.

Kemudian Ratna memohon maaf lantaran telah menyampaikan kebohongan terkait dengan informasi pengeroyokan tersebut.

Polisi semalam mengamankan Ratna untuk kepentingan penyelidikan terkait laporan dugaan pemberitaan bohong mengenai pengeroyokan di Bandung Jawa Barat. Saat ini, penyidik Polda Metro Jaya menyelidiki dugaan pemberitaan bohong terkait pengeroyokan yang dialami Ratna yang dilaporkan sejumlah pihak.

Kejanggalan pengakuan Ratna setelah foto muka lebamnya beredar di media sosial terkuak oleh penyelidikan Bareskrim Polri, Polda Jabar dan Polda Metro Jaya. Polisi bergerak setelah adanya laporan untuk mengusut berita hoaks tersebut pada Selasa (2/9/2018) kemarin. Selain itu ada juga desakan dari masyarakat untuk mengungkap siapa pelakunya.

“Polri sudah melakukan penyelidikan, terkait hal tersebut ada laporan yang masuk ke Mabes dan Polda agar melakukan penyelidikan. Di satu sisi Polri didesak untuk ungkap pelaku pengeroyokan, di satu sisi didesak apakah benar RS dianiaya orang,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya (PMJ), Kombes Nico Afinta dalam konferensi pers di PMJ, Rabu (3/10/2018)

Dari hasil penyelidikan ditemukan fakta setelah dicek di Polda Jabar bahwa tidak ada kegiatan internasional di Bandung pada Jumat 21 September lalu. Kemudian dilakukan pengecekan di Bandara Husein Sastranegara tempat kejadian perkara (TKP).

“Tim mendapatkan informasi bahwa ibu RS sekitar pukul 17.00 beliau berada di rumah sakit Bina Estetika, Menteng, kami sudah ke rumah sakit dan melakukan pengecekan,” bebernya.

Bukti itu diperkuat oleh keterangan pihak rumah sakit, CCTV dan buku tamu. “Tanggal 20 September RS sudah mendaftarkan diri ke rumah sakit dan pada 21 September dia mengisi buku tamu di rumah sakit itu sebagai seorang pasien,” bebernya lagi.

Setelah pihak kepolisian mengungkap fakta tersebut, Ratna Sarumpaet akhirnya mengakui kebohongan yang sudah membuat kegaduhan.

Dalam jumpa pers di kediamannnya di kawasan Kampung Melayu Kecil V, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/2018), Ratna menyampaikan klarifikasinya.

Berikut pernyataan lengkap Ratna:

Saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran kawan-kawan wartawan. Pada saat saya merasa telah melakukan kesalahan, kalian tidak menjauh.

Saya mohon apa pun yang saya sampaikan hari ini sesuatu yang berguna yang membuat kegaduhan dalam dua hari terakhir ini mereda dan membuat kita semua bisa saling memaafkan.

Tanggal 21, saya mendatangi rumah sakit khusus bedah, menemui dokter Sidik Mihardja, ahli bedah plastik.

Kedatangan saya ke situ karena kami sepakat beliau akan menyedot lemak di pipi kiri-kanan saya.

Dokter Sidik adalah dokter ahli bedah plastik yang saya percaya, saya sudah tiga-empat kali ke sana.

Tetapi setelah operasi dijalankan pada tanggal 21, tanggal 22 pagi saya bangun saya melihat muka saya lebam-lebam secara berlebihan, atau secara tidak seperti yang saya alami biasanya.

Waktu dokter Sidik visit, saya tanya ini kenapa begini, dia bilang itu biasa. Intinya begitu, jadi apa yang saya katakan ini akan menyanggah bahwa ada penganiayaan, oke.

Bahwa betul saya ada di dokter Sidik pada hari itu, dan ketika saya dijadwalkan pulang, lebam-lebam di muka saya masih ada, seperti ada kebodohan yang saya enggak pernah bayangkan bisa saya lakukan dalam hidup saya.

Saya pulang seperti membutuhkan alasan pada anak saya di rumah, kenapa muka saya lebam-lebam dan memang saya ditanya kenapa, dan saya jawab dipukul orang.

Jawaban pendek itu dalam satu minggu ke depannya akan terus dikorek, namanya juga anak lihat muka ibunya lebam-lebam kenapa, dan saya enggak tahu kenapa dan saya enggak pernah membayangkan terjebak dalam kebodohan seperti ini, saya terus mengembangkan ide pemukulan itu dengan beberapa cerita seperti yang diceritakan.

Ada kebenarannya dengan apa yang saya katakan kepada anak-anak saya.

Jadi selama seminggu lebih cerita itu hanya berputar-putar di keluarga saya dan hanya untuk kepentingan saya berhadapan dengan anak anak saya, tidak ada hubungannya dengan politik, tidak ada hubungannya untuk luar.

Tapi setelah sakit di kepala saya mereda dan saya mulai berhubungan dengan pihak luar, saya enggak tahu bagaimana saya memaafkan ini kelak, kepada diri saya, tapi saya kembali dengan kesalahan itu bahwa saya dipukuli.

Jangan dikira saya mencari pembenaran, enggak, ini salah. Apa yang saya lakukan sesuatu yang salah.

Ketika sampai ketemu Fadli Zon datang ke sini, cerita itu yang sampai ke dia. Iqbal saya panggil ke sini, cerita itu juga yang berkembang dalam percakapan.

Dan hari Selasa, tahu-tahu foto saya sudah beredar di seluruh media sosial, saya enggak sanggup baca itu, ada beberapa peristiwa yang membawa saya ke Pak Djoksan (Djoko Santoso), membawa saya ke Pak Prabowo, bahkan di depan Pak Prabowo, orang yang saya perjuangkan, orang yang saya cita-citakan memimpin bangsa ini ke depan, mengorek apa yang terjadi pada saya, saya juga masih melakukan kebojongan itu, sampai kita keluar dari lapangan polo kemarin, saya tetap diam, saya biarkan semua bergulir dengan cerita itu.

(Di) lapangan polo, saya merasa betul ini salah. Waktu saya berpisah dengan Pak Prabowo, Amien Rais, saya tahu dalam hati ini saya salah, tetapi saya enggak mencegat mereka, itu yang terjadi. [YMA/DAS]