Koran Sulindo – Kasus dugaan korupsi dana hibah pondok pesantren di Provinsi Banten akhir-akhir ini menjadi sorotan. Pasalnya, nama Wahidin Halim selaku Gubernur Banten disebut dalam kasus korupsi Dana Hibah Pondok Pesantren.
Hal tersebut terungkap berdasarkan pernyataan kuasa hukum tersangka mantan Kabiro Kesra atau Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Provisi Banten Irfan Santoso.
Atas hal itu, sejumlah ulama karismatik dari beberapa daerah di Banten mendatangi Kejaksaan Tinggi Banten untuk memberikan dukungan moril dalam menuntaskan kasus tersebut, yang dilakukan oleh segelintir oknum terhadap dana bantuan hibah Ponpes tahun anggaran 2018.
Sejumlah ulama Banten yang datang ke Kejati Banten di antaranya KH Muhtadi Dimyati, KH Embay Mulya Syarief, KH Matin Syarqowi, KH Sonhaji, KH Yusuf Prianadi Mubarok, KH Sadeli, KH Munawar Halili dan hKH Asep Athoillah.
Turut hadir pula Uday Suhada, Direktur eksekutif ALIPP sekaligus pelapor kasus tersebut. Para ulama terkemuka di Banten itu datang dan memulai kunjungan di Kejati Banten dengan sholat berjamaah di masjid Al-Mizan Kejati Banten.
Kedatangan mereka disambut langsung oleh Kajati Asep Nana Mulyana bersama jajaran pimpinan di Kejati Banten. Salah seorang perwakilan dari rombongan para kyai tersebut, KH Matin Syarqowi, mengatakan bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan kemanusiaan, oleh karenanya harus diperangi bersama.
“Perkara yang dilaporkan ALIPP harus dituntaskan oleh aparat penegak hukum tanpa tebang pilih, siapapun yang terlibat,” kata KH Matin kepada wartawan, Rabu (9/6).
Sehingga, kata KH Matin, ke depan perhatian dari pemerintah terhadap Ponpes tersalurkan secara utuh, tanpa potongan dan manipulasi.
“Makanya kami mendukung sepenuhnya kepada Kajati dan jajarannya untuk mengambil langkah dan segera menindak para oknum yang terlibat,” kata KH Martin.
Selain itu, mereka juga turut menjamin bahwa Banten akan tetap kondusif ketika Kejati Banten menegakkan hukum. Oleh karenanya, pihaknya menghimbau kepada seluruh pimpinan Ponpes dan elemen masyarakat Banten agar tidak mudah terprovokasi oleh upaya-upaya yang dilakukan para oknum yang ingin mengadu domba, menebar fitnah.
“Mari kita hormati dan dukung sepenuhnya pihak Kejati Banten dalam menangani perkara ini hingga tuntas,” kata Matin.
Sementara itu Kajati Banten Asep Nana Mulyana didampingi Wakajati Ricardo Sitinjak dan AsIntel Adiyaksa Darma Yulianto menyambut baik kedatangan perwakilan para ulama Banten itu.
“Saya berterima kasih atas support dan doa dari para ulama Banten. Tadi Abuya Muhtadi Dimyati langsung yang memimpin do’a untuk kami di Kejati, agar dikuatkan dan konsisten dalam menjalankan kewajiban kami, khususnya untuk memproses kasus dugaan korupsi dana hibah untuk pondok pesantren.” Kata Asep Nana Mulyana.
Asep menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengorbankan para pimpinan Ponpes penerima dana hibah. “Sebab mereka adalah pihak yang dikorbankan oleh segelintir oknum yang terlibat,” kata Asep.
Nama Wahidin Disebut!
Mantan Kepala Biro Kesra Provinsi Banten Irfan Santoso juga menyeret nama Gubernur Banten Wahidin Halim ke pusaran kasus dana hibah pesantren itu saat diperiksa oleh jaksa.
Berdasarkan penggalan berkas acara pemeriksaan terhadap Irfan Santoso, disebutkan bahwa Wahidin pernah memanggil Irfan ke rumah Gubernur di Jalan Brigjen Syam’un, Serang pada Agustus 2019.
Dalam pertemuan dengan Wahidin itu dihadiri pula oleh Kepala Bappeda Muhtarom, Kepala Inspektorat Provinsi Banten Kusmayadi, serta Kepala Biro Pembangunan dan Administrasi Pembangunan Setda Banten Ahmad Syaukani.
Masih dalam pertemuan itu, Wahidin sempat menanyakan perkembangan pencairan dana hibah pesantren kepada Ahmad. Ahmad lantas menjawab bahwa dana hibah pesantren belum bisa dicairkan karena belum ada rekomendasi dari Irfan. Sebelum Irfan sempat menjelaskan terkait rekomendasi tersebut, Wahidin langsung menegurnya.
“Kamu dulu mau diperintah Bu Atut (mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah) meskipun disuruh melakukan pemotongan dana dari penerima hibah. Kenapa tidak mau saya suruh untuk membantu para kiai melalui pondok pesantrennya dengan mempersulit, padahal itu ibadah,” kata Wahidin seperti diceritakan Irfan kepada para penyidik Kejati yang tertuang dalam BAP.
Setelah itu, Irfan menimpali bahwa dia belum bisa memproses pencairan dana hibah karena belum ada proposal yang masuk ke Biro Kesra hingga Agustus 2019. Sedangkan berdasarkan Pergub Nomor 10 Tahun 2019, batas akhir pengajuan proposal bantuan hibah pesantren untuk tahun 2020 mesti diajukan selambat-lambatnya pada Mei 2019.
“Selama sebelum saya berangkat haji (Agustus 2019), tidak ada proposal masuk,” kata Irfan seperti ditirukan pengacaranya, Alloy Ferdinand.
Atas permintaan Wahidin itulah, Irfan mengakali pencairan dana hibah dengan menggunakan data FSPP dan Kementerian Agama. Alhasil, tanpa ada proposal dari pondok pesantren sekalipun, dana hibah tetap dicairkan pada Mei-Juni 2020. Sebelum ditransfer ke ribuan ponpes di seantero Banten, penyerahan dana hibah tersebut dilakukan secara simbolis oleh Wahidin kepada pemimpin Pondok Pesantren Al Mizan Anang Azhari pada 18 Februari 2020.
Hingga artikel ini ditayangkan, baik Ahmad Syaukani dan Muhtarom belum menjawab pesan maupun merespons panggilan telepon wartawan mengenai kesaksian Irfan. Sementara itu, Kusmayadi mengaku lupa apakah pernah ada pertemuan itu atau tidak.
“Waduh, sepertinya Bapak sudah lupa, ya,” tulis Kusmayadi melalui pesan singkatnya.
Perlu diketahui juga, Wahidin sebelumnya tidak membantah adanya pertemuan dengan Irfan. Wahidin mengatakan pertemuan bersama pejabat Pemprov itu merupakan sebuah hal lazim dalam pemerintahan.
Lagi pula, kata Wahidin, ihwal yang dibahas dalam pertemuan itu tidak hanya soal hibah pesantren. Tetapi ketika ditegaskan kembali apakah betul ada pertemuan itu, politikus Partai Demokrat ini kemudian membantah tidak pernah ada pertemuan.
“Pertanyaannya ke arah mana? JAWABANNYA TIDAK BETUL,” tegas Wahidin melalui pesan singkat pekan lalu kepada wartawan.
Hingga kini Kejati belum memanggil Wahidin untuk dimintai keterangan. Sedangkan Irfan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sampai sekarang belum diketahui berapa nilai kerugian negara atas korupsi dana hibah pesantren ini. Sebab, belakangan kasus ini terus berkembang dengan dugaan adanya korupsi dana hibah pesantren yang dilakukan pada 2018. [Wis]