Ilustrasi: Screenshot situs saracennews.com

Koran Sulindo – Polisi harus mengungkap dan menangkap pendana Saracen, organisasi yang melakukan jual beli isu memprovokasi kebencian dan SARA. Institusi lain diminta bersinergi dengan kepolisian agar kejahatan siber tersebut bisa diselesaikan secara tuntas.

“Polisi, Kominfo, BIN harus bekerjasama untuk mengusut tuntas dan mengungkap siapa saja yang memesan kepada Saracen,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin, melalui rilis media, di Jakarta, Jumat (25/8).

Menurut Hasanuddin, aksi kejahatan siber yang dilakukan Group Saracen tidak berdiri sendiri. Tentu ada pihak tertentu yang turut membiayai group itu dengan tujuan memecah persatuan, dan membuat rasa tidak aman di kalangan masyarakat, terutama pengguna sosial media.

“Tidak mungkin Saracen melakukan penyebaran ujaran kebencian tanpa biaya. Pasti ada pemodal atau yang membiayai di balik semua itu,” katanya.

Hasanuddin mengingatkan Polri tidak ragu dalam menindak tegas otak intelektual dan pendana tersebut.  Apalagi sanksi hukum bagi penyebar konten ujaran kebencian sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Dalam UU ITE sudah secara jelas disebutkan bahwa pelaku penyebar konten ujaran kebencian bisa dipenjara hingga 6 tahun penjara,” kata Hasanuddin.

Latar Belakang

Polri menciduk 3 pengurus Saracen, yakni MFT, 43, yang membidangi media dan informasi situs Saracennews.com, SRN, 32, yang berperan sebagai koordinator grup wilayah, dan JAS, 32, yang berperan sebagai ketua.

Kelompok ini eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA, antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, dan situs Saracennews.com. Hingga kini jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen sekitar 800.000 akun.

Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan memposting berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.

Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen. [DAS]