Sulindomedia – Penurunan harga bahan bakar minya atau BBM jenis Premium dan Solar sebesar Rp 500 dinilai tidak bisa berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan ini hanya menguntungkan Pertamina.

Demikian dikatakan Dr Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, beberapa waktu lalu, menanggapi keputusan pemerintah menurunkan harga Premium dan Solar per 1 April lalu. “Penurunan harga ini tidal fair, karena hanya menguntungkan Pertamina dari jual BBM. Sementara rakyat sudah tidak dapat lagi subsidi,” katanya.

Dalam perhitungan Fahmy, penurunan harga BBM yang paling tepat adalah antara Rp 750- Rp 1.000 per liter.  Adanya penurunan sebesar itu maka harga BBM tersebut disesuaikan harga keekonomian dengan telah memperhitungkan biaya distribusi, keuntungan pertamina dan SPBU. Untuk saat ini harga BBM jenis premium adalah Rp 6.950 per liter sementara solar Rp 5.650 per liter.

“Kalau turunnya diatas Rp 750 bisa menimbulkan multiplier effect dan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Fahmy mengingatkan memang saat harga BBM naik maka otomatis akan diikuti kenaika harga bahan pokok. Namun demikian, saat terjadi penurunan harga BBM, maka tidak akan secara otomatis diikuti dengan penurunan harga kebutuhan pokok dan transportasi.

Karenanya Fahmy mengharapkan kehadiran pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap penurunan harga barang-barang kebutuhan pokok dan transportasi. Momentun penurunan harga ini bisa dilakukan melalui penetapan regulasi bersama organda untuk penurunan tarif angkutan. Sedangkan untuk menurunkan kebutuhan pokok pemerintah dapat melakukan intervensi pasar.

“Penurunan ini akan berarti jika pemerintah melakukan intervensi baik harga angkutan maupun melakukan operasi pasar. Apabila tidak ada upaya itu, penurunan harga BBM ini tidak akan ada artinya,” tegas Fahmy.

Organda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga memastikan tak bisa langsung menurunkan Tarif angkutan begitu harga BBM turun. Karena harus dibicarakan dengan para stake holder.

“Kemungkinan memang bisa turun. Tapi kami harus berhitung dulu, karena penentuan tarif kan tidak selalu bisa dilakukan meski harga BBM turun. Beberapa tarif misalnya tarif taksi ditentukan melalui SK gubernur atau AKDP dari pusat,” kata Ketua Organda DIY Agus Andrianto.

Agus menjelaskan untuk melakukan perubahan tarif pada beberapa moda transportasi umum juga memerlukan biaya tersendiri. Sebagai contoh untuk mengubah tarif taksi tentu harus menyetel ulang alatnya, dan ini memerlukan biaya tera yang tidak murah. Satu unit taksi biaya teranya Rp 150 ribu sampai Rp200 ribu. Maka, berapa banyak biaya yang dikeluarkan perusahaan taksi kalau harus mengubah tarifnya?

“Menurut saya pribadi, kebijakan naik turun BBM ini tidak populer. Itu contohnya,” ungkap Agus. [YUK]