Sampah plastik
Sampah plastik yang menggunung di laut [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo — Pemerintah perlu membuat kebijakan agar pelaku usaha dalam industri daur ulang sampah bisa mengatasi aktivitas impor sampah yang masih menjadi permasalahan saat ini.

“Pemerintah perlu untuk terus meningkatkan jumlah dan kapasitas pelaku usaha daur ulang dalam negeri, dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri kertas dan plastik nasional,” kata Ketua Komisi IV DPR RI Sudin, Jumat (10/7).

Politisi PDIP itu mengingatkan bahwa saat ini impor sampah non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) masih dilakukan secara masif oleh sejumlah pihak.

Dengan semakin banyaknya pelaku usaha industri daur ulang di dalam negeri, ujar Sudin, maka pemerintah bisa secara bertahap memberlakukan kebijakan penurunan jumlah impor sampah sesuai ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri, untuk kelompok kertas dan kelompok plastik.

Secara khusus, Komisi IV DPR RI juga meminta Kementerian Perdagangan untuk terus melakukan evaluasi dan pengawasan ketat atas kinerja surveyor pelaksana verifikasi kontainer berisi limbah non bahan berbahaya dan beracun yang akan diekspor ke Indonesia.

Sudin mendorong pemerintah bertahap memberlakukan pengurangan batasan toleransi kandungan material ikutan kurang dari dua persen, untuk kelompok kertas dan plastik.

Sebagaimana diwartakan, permasalahan sampah plastik di Tanah Air diyakini bisa teratasi, salah satunya melalui pemanfaatan berbagai inovasi dan teknologi digital yang dapat mengubah persoalan sampah menjadi peluang bisnis.

“Banyak potensi bangsa Indonesia dengan berbagai inovasi dan teknologi ini yang bisa menjadi solusi atas persoalan sampah. Keprihatinan Menteri LHK harus memacu semua pihak untuk secara total mengatasi sampah plastik,” kata CEO perusahaan aplikasi pengelola sampah PT Mountrash Avatar Indonesia Gideon W. Ketaren.

Gideon mengatakan pihaknya memaklumi kekhawatiran pemerintah terutama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya terkait dengan persoalan sampah yang belum terselesaikan dan makin kompleks.

Gideon menjelaskan aplikasi Mountrash bisa menjadi salah satu solusi dalam menjawab persoalan sampah plastik di Indonesia. Aplikasi yang sudah diunduh berbagai lapisan masyarakat tersebut tidak hanya sekadar mempercepat pengumpulan berbagai jenis sampah plastik, tetapi justru menciptakan peluang dan lapangan kerja baru.

Gideon menuturkan melalui aplikasi tersebut pengumpulan sampah plastik bisa dilakukan dengan cepat, bersih, dan langsung dari sumbernya. “Jadi tidak menimbulkan banyak biaya di TPS (tempat pembuangan sementara) di kelurahan, malah ibu rumah tangga mendapatkan income hanya dari memilah sampahnya di rumah,” kata Gideon.

Menurut Gideon, hal yang paling penting adalah aktivitas revolusi mental pengelolaan sampah ini bisa menyerap banyak tenaga kerja baru di tengah pandemi Covid-19.

Dengan kemampuan usaha mikro, kecil, dan menengah daur ulang yang hanya sanggup menggiling atau cacah plastik 20 ton per bulan dan para pendaur organik (baik metode BSF dan composting) juga hanya 20 ton per bulan, maka untuk mengatasi sampah 67,8 juta ton (2020) dibutuhkan sekitar 200.000 UMKM. [WIS]