Yang pertama kali mengungkap gerombolan penjahat kelamin nista itu bukanlah polisi, tapi justru ibu-ibu rumah tangga. Merekalah yang melapor ke polisi. Dari laporan tersebut, Subdirektorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pun mulai bekerja
“Bermula dari laporan rekan Risrona Talenta Simorangkir di grup Fun-Fun Centilisius bahwa ada grup FB bernama Candy’s yang mengumpulkan foto porno anak-anak,” tulis Michelle Dian Lestari di dinding akun Facebook-nya, 15 Maret 2017. Ia dan Risrona pun kemudian berkonsultasi dengan seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat. Tapi, sang aktivis malah menyarankan keduanya untuk melaporkan akun tersebut ke manajemen Facebook agar akun porno itu bisa ditutup. “Alasannya, membuat laporan ke kepolisian membutuhkan biaya dan prosedur yang tidak sembarangan,” tutur Michelle.
Tak putus asa, Michelle dan teman-temannya lalu mengirimkan tautan serta screenshot grup Candys ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hasilnya: akun grup itu menghilang, tapi ternyata hanya sementara. Karena, kemudian mucul lagi akun baru yang hampir mirip, Loly Candys 18+. Michelle dan teman-temannya pun menghubungi Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat lewat WhatsApp. “Ternyata ditindaklanjuti dengan cepat,” kata Michelle
Diungkapkan polisi, para penjahat kelamin itu terhubung dengan jaringan pedofilia internasional. “Memang di Facebook ada grup khusus yang berkaitan dengan kejahatan seksual terhadap anak kecil. Itu ada. Itu yang menemukan pertama saudara WW alias SNL. Dia mendapatkannya dari luar juga. Setelah itu di-connect-kan ke luar,” kata Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Polisi Mochammad Iriawan, 14 Maret 2017.
Tiga orang pelaku lainnya, lanjuta Iriawan, juga kerap mengirim dan menerima foto dan video yang berisi konten porno dari seseorang yang berasal dari Kolombia. Mereka rutin mengirim dan menerima foto dan video porno untuk di-share di grup Facebook dan WhatsApp.
Jaringannya bukan hanya di Kolombia, tapi juga dari beberapa negara lain. “Ini asal negara banyak sekali. Ada Peru, Argentina, Meksiko,El Salvador, Chile, Bolivia, Kosta Rika, Amerika serikat,” kata Iriawan.
Pihak Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya akan bekerja sama dengan Biro Investigatif Federal Amerika Serikay (FBI) untuk mengungkap jaringan internasional para penjahat kelamin itu. “Adalah di FBI yang bisa kami minta bantuan. Dan sudah ada komunikasi Pak Dirkrimsus dengan pihak FBI,” tutur Iriawan.
Kejahatan seksual dengan korbannya adalah anak-anak termasuk kasus yang sering terjadi di negeri ini. Pertengahan Januari 2017 lalu, misalnya, seorang bocah berusia lima tahun dicabuli dan dibunuh oleh 3 orang pemuda berusia sekitar 20 tahun. Peristiwa laknat tersebut terjadi Kota Sorong, Papua.
Tahun 2014 lampau, pedofil bernama Emon mencabuli ratusan anak di bawah umur. Dan, dia hanya dihukum 17 tahun penjara.
Jauh sebelum itu ada juga kasus dengan pelaku Robot Gedek alias Siswanto. Dia mencabuli belasan anak-anak dan korban-korbannya setelah itu dimutalasi.