Pancagila, Lelucon Ofensif Militer Australia

Koran Sulindo – Pancasila, kata-kata yang membentuk filsafat nasional Indonesia, menjadi pusat pertengkaran Indonesia-Australia sejak awal Desember tahun lalu.

Banyak orang Australia mungkin garuk-garuk kepala mendengar kasus baru ketidakcocokan dua negeri bertetangga yang seolah susah akur itu.

Namun pengajar di Australian National University, Greg Fealy, mengatakan humor itu memang terlalu ofensif. Mengganti Pancasila menjadi Pancagila memang keterlaluan.

Fealy, pengamat politik Indonesia, mengatakan Pancasila sangat penting bagi Indonesia karena merujuk pada ideologi negara.

“Setiap anak sekolah, setiap orang Indonesia, tahu lima prinsip itu. Pancasila selalu meresap dan masuk dalam sistem pendidikan nasional. Bagi tentara nasionalistik, status Pancasila adalah suci,” kata Fealy.

Menurut Fealy, Indonesia menganggap Pancasila sangat penting. “Mereka meletakkannya sebagai basis kesatuan Indonesia di atas keberagaman.

“Orang-orang mungkin dari daerah yang lain, etnik lain, atau latar belakang geografis lain, namun Pancasila menjadi identitas bersama,” kata Fealy. “Menghina Pancasila adalah kejahatan.”

Latar Belakang

Sebelumnya, Panglima Tentara Australia Marsekal Mark Binskin dalam suratnya yang dilayangkan ke Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan, dia segera menyelidiki materi latihan militer Australia yang dinilai menghina Indonesia dan dasar negara Pancasila.

“Angkatan bersenjata Australia mencermati secara serius isu yang berkembang dan investigasi atas peristiwa ini dalam proses rampung,” kata Binskin, seperti dikutip dari surat Binskin yang beredar di dunia maya.

Pemerintah Indonesia menghentikan sementara kerja sama militer dengan Australia setelah Komando Pasukan Khusus berlatih bersama pasukan komando Australia di salah satu tempat pelatihan militer di Perth. Seorang instruktur Kopassus meihat ada materi dalam pelatihan itu yang menghina Indonesia. Menurut instruktur itu, materi itu merendahkan lima dasar negara Indonesia, Pancasila.

Menteri Pertahanan Australia Marise Payne berharap untuk segera memulihkan kerja sama militer dengan Indonesia sesegera mungkin.

Meski Indonesia menghentikan sementara latihan militer dengan Australia, menurut Payne, kerja sama militer di bidang yang lain tetap berjalan.

Sebagai dua negara bertetangga, Indonesia dan Australia telah meningkatkan kerja samanya beberapa tahun terakhir setelah melewati tahun-tahun yang berat dalam sejarah keduanya.

Kesepakatan Lombok yang mendasari kerja sama pertahanan Indonesia-Australia dianggap menjadi perekat keduanya untuk bekerja sama memerangi kejahatan transnasional, terorisme, dan berbagi informasi intelijen. Australia juga menjual peralatan militer kepada Indonesia.

Indonesia Hentikan Kerjasama Militer
Hubungan kerjasama militer antara Indonesia dengan Australia sudah berlangsung lama dan dimulai tahun 1947. Kala itu, pengamat militer Australia datang ke Indonesia sebagai utusan PBB, untuk mengawasi gencatan senjata antara pasukan Indonesia dan Belanda.

Sampai saat ini, kerjasama militer kedua negara masih terjalin. Latihan militer, kerjasama pertahanan dan forum dialog kedua negara sering digelar. Kerjasama dalam bentuk operasi bersama juga sering dilakukan. Di bidang pendidikan militer, pertukaran pelajar baru, logistik, juga dijalin kedua negara.

Salah satu kerjasama forum dialog adalah forum Indonesia-Australia. Forum dialog yang terbentuk pada tahun 2001 ini awalnya bernama Pertemuan Informal Indonesia-Australia. Tapi pada pertemuan ke-2 di Yogyakarta, kedua delegasi sepakat untuk memberi nama Indonesia-Australia Defence Strategic Dialogue (IADSD). Forum digelar secara bergantian, di Indonesia dan Australia.

Selain itu, ada perjanjian bilateral antara Indonesia-Australia yang dirumuskan dalam Traktat Lombok tahun 2008. Perjanjian ini meliputi 10 bidang, antara lain kerjasama bidang pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, anti-terorisme, dan keamanan maritim.

Hanya saja, sesuai data beberapa kali kerjasama tersebut harus melalui kerikil tajam yang bisa mengganggu kerjasama tersebut. Pagi ini kejadian tersebut berulang kembali, pemerintah Indonesia melalui Mabes TNI untuk kesekian kalinya menunda kerjasama militer kedua negara.

Kejadian ini bermula dari cerita pengalaman pelatih dari Korps Pasukan Khusus (Kopassus) yang mengajar di sekolah pasukan khusus Australia tersebut. Saat mengajar, pelatih tersebut mengetahui adanya pelajaran-pelajaran yang isinya menjelek-jelekkan TNI di akademi tersebut.

Saat menghadap kepala sekolah di akademi tersebut untuk mengajukan keberatan, sang pelatih Kopassus tersebut malah menemukan tulisan lainnya yang isinya justru menghina lambang negara Indonesia, Pancasila.

Kronologi
Sementara itu, melalui media sosial yang menyebar didapatkan kronologi kejadian tersebut bermula.

1. Ada pelatih dari TNI AD/Kopassus ditugaskan untuk mengajar di sekolah special forces Australia
2. Saat itu dia mendengar pelajaran yang disampaikan tentang TNI, lebih sering menjelekkan (contoh pak Sarwo Edi dibilang pembunuh massal, lalu artikel koran Indonesia yang dikutip tentang POM TNI menembak teman sendiri saat mabuk)
3. Selanjutnya giliran instruktur dari Kopassus giliran mengajar, sering ditanya pertanyaan yang menyudutkan TNI
4. Dikarenakan merasa keberatan, pelatih tadi menghadap ke Kasek Special Forces untuk menyatakan keberatannya, saat itu tidak sengaja dia melihat sebuah kertas bertuliskan PANCAGILA yang dilaminating (plesetan dari Pancasila) di ruangan Kasek
5. Setelah kembali ke Indonesia, langsung melaporkan keadaan tersebut sesuai jalur.

Sekedar info yang didapat dari Mabes TNI tentang background masalah terkait, bermula dari program Army to Army. Pihak TNI AD mengirimkan Dosen Bahasa Indonesia SOCOM (Special Operation Command) atas nama Lettu Irwan. Dalam perjalanan tugasnya disana, sang dosen menerima beberapa perlakuan sikap yang kurang baik dari muridnya, dan bahkan ditemukan beberapa buku acuan pelajaran bahasa yang mendeskreditkan Indonesia. Dalam hal ini tentang masalah Papua dan Timor-Timur, serta pendapat jelek berkaitan dengan Jendral Sarwo Edi.

Pada akhirnya berdasarkan kejadian tersebut Lettu Irwan membuat laporan resmi kepada Mabes TNI AD. Akibat laporan tersebut, pihak Mabes AD memutuskan untuk menarik kembali Lettu Irwan kembali ke Indonesia.

Kemudian dari Mabes AD menindaklanjuti dengan melaporkan kepada Panglima TNI. Selanjutnya  Panglima meluncurkan surat keberatan kepada Panglima Angkatan Bersenjata Australia. Pihak mereka menanggapinya dengan mengeluarkan surat resmi permohonan maaf dari Panglima Australia atas kejadian terjadi dan berjanji akan melaksanakan proses investigasi internal mereka.

Sementara itu, keputusan Panglima TNI menunda semua jenis kerjasama dengan pihak angkatan bersenjata mereka yang msh blm terlaksana, sambil menunggu proses investigasi dari pihak Australia, sementara itu program sudah terlanjur berjalan berjalan tetap dilaksanakan sampai selesai kesepakatan (Khususnya Bid Pendidikan). [NOR/news.com.au/DAS]