ilustrasi hati yang galau
ilustrasi hati yang galau (foto: PR Jember)

Saudaraku, bila kamu merasa galau, ingatlah Yang di Langit merindukanmu. Adakah yang lebih dirindukan sang gembala selain berharap ternaknya yang tercecer tersesat pulang kandang? Selalu ada Yang Mahakasih mendampingi dan merindukanmu. 

Maka, hadapilah tantangan hari ini dengan keriangan. Jangan memurungkan hari ini karena kecemasan akan hari esok. Dalam Injil Matius (6:34) diingatkan: “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” 

Jangan cemaskan hari esok, karena hari esok akan mencemaskan dirinya sendiri. Pergilah ke pekarangan. Tanamkan benih pada sebongkah tanah. Pupuk dan sirami dengan sepenuh kasih. 

Nabi Muhammad bersabda, “Sekiranya engkau tahu kiamat terjadi esok hari, sedang di genggaman tanganmu ada benih, maka tanamkanlah.”

Tak perlu berharap akan memetik buahnya. Seorang muda bertanya kepada syeikh tua yang sedang menanam pohon. “Untuk apa menanam sesuatu yang tuan sendiri tak akan menikmati buahnya? Syeikh itu pun menukas, “Apakah yang kamu makan saat ini adalah hasil yang kau tanam sendiri?”

Kecemasan akan hari esok hanya bisa diatasi dengan menanam kebajikan hari ini. Jika pandangan kita ke depan digayuti kabut kerisauan dan pesimisme, sebab utamanya karena kita berhenti menanam benih harapan bagi masa depan.

Menanam adalah cara menumbuhkan rasa kasih. Semakin subur rasa kasihmu, makin limpah curah kasih semesta padamu. Tidak ada kehampaan dalam menebar benih kasih,  karena sesungguhnya tak ada kasih yang bertepuk sebelah tangan. Percayalah, galau pun akan cepat berlalu! [Yudi Latif]