Kapal nelayan China ditangkap Kapal Pengawas Hiu Macan 001

Koran Sulindo – SETELAH gunjang-ganjing insiden 17 Juni 2016 antara aparat TNI Angkatan Laut dan pihak penjaga pantai Tiongkok di Laut Natuna, Bupati Natuna Hamid Rizal buka suara. Ia mengatakan, pihak Tiongkok sudah lama mengincar Pulau Natuna. Sudah sejak 10 tahun lalu, orang-orang Tiongkok menyusup ke daerah di Kepulauan Riau itu.

Diungkapkan Hamid, ketika ia menjadi Bupati Natuna 10 tahun lalu, dirinya sudah curiga dengan adanya gerak-gerik nelayan Tiongkok di Laut Natuna, dengan modus menangkap penyu menggunakan speed boat. “Dari 10 tahun lalu ada sekitar lima orang warga Cina diamankan, itu karena saya curiga aktivitasnya di Laut Natuna, ngakunya nelayan,” ungkap Hamid Rizal, sebagamana dikutip dari batampos.co.id.

Warga Tiongkok yang ditangkap itu antara lain memiliki keahlian menyelam dan berenang. Karena mencurigakan, nelayan tersebut dilaporkan ke pihak Pangkalan TNI Angkatan Laut Ranai dan akhirnya diterbangkan ke Jakarta.

Ulah nelayan Tiongkok dan kapal patrolinya di Laut Natuna, menurut dia, tidak bisa dibiarkan. Ada dugaan modus nelayan Tiongkok 10 tahun lalu di Laut Natuna untuk memasang peralatan dan akhirnya sebagai patok batas wilayah. “Kalau dilihat dari ulah nelayan dan kapal patroli Cina sekarang, kuat dugaan peralatan tertentu terpasang di Laut Natuna,” kata Hamid.

Apa yang diungkapkan Hamid tersebut boleh jadi benar. Sebelumnya, situs berita Jerman, Deutsche Welle (DW), pada 2 Mei 2016 lalu juga menurunkan laporan tentang Pemerintah Tiongkok yang melatih para nelayannya untuk menjadi milisi dan mata-mata. Para nelayan terlatih itu kemudian ditugaskan menjelajahi wilayah sengketa dan mengumpulkan informasi penting, seperti informasi mengenai pergerakan kapal asing, pejabat pemerintah di kota-kota pelabuhan, dan perusahaan ikan milik negara yang dituju, selain mereka juga mencari ikan secara ilegal.

Diungkapkan DW, basis mereka di sebuah kota pelabuhan di Pulau Hainan, Tiongkok. Mereka tidak cuma mendapat subsidi bahan bakar dan perlengkapan perikanan, tetapi juga menerima latihan militer.  Kapal-kapal pencari ikat mereka juga diberi perlengkapan komunikasi dan GPS agar dapat menghubungi pasukan penjaga pantai dalam situasi darurat.

Selain itu, pemerintah Tiongkok juga mendorong nelayan untuk mengganti kapal tradisional berbahan kayu dengan material yang lebih kukuh, seperti besi. “Jumlah milisi maritim kami bertambah karena kebutuhan negara dan keinginan nelayan untuk berbakti serta melindungi kepentingan kami,” tutur seorang konsultan pemerintahan Hainan kepada kantor berita Reuters. [Purwadi]