Direktur Utama PLN Sofyan Basir saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, September 2018.

Koran Sulindo – Semakin kuat dugaan keterlibatan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir dalam perkara korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.Penilaian tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Alexander Marwata. Landasannya: putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Eni Maulani Saragih atau Eni Saragih.

KPK pun akan mencari bukti tambahan untuk menggali keterlibatan Sofyan ataupun pihak lain. “Putusan hakim menambah keyakinan kami akan keterlibatan pihak lain. Pasti akan kami cari buktinya seperti apa,” ujar Marwata di Jakarta, Jumat (1/3).

Dalam fakta persidangan Eni Maulani memang diungkapkan beberapa peran Sofyan Basir. Peran itu antara lain waktu Johannes meminta bantuan Ketua DPR Setya Novanto agar dikenalkan dengan orang PLN yang bisa membantu dirinya mendapatkan proyek PLTU. Setya kemudian meminta Eni membantu Johannes. Maka, Eni pun memfasilitasi sejumlah pertemuan antara Johannes dan Sofyan Basir, sejak tahun 2016.

Sofyan sendiri mengakui dirinya pernah bertemu dengan Eni dan Johannes untuk membahas proyek-proyek PLN. Pertemuan itu antara lain di rumah Sofyan, di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

Pada pertemuan yang lain, politisi Golkar yang mantan Menteri Sosial Idrus Marham juga hadir. Idrus kini menyandang status terdakwa dalam perkara ini.

Kali pertama bertemu dengan Johannes,  diungkapkan Sofyan di depan majelis hakim, Eni menyampaikan keinginan Johannes untuk menjadi rekanan proyek PLTU Riau-1. Pada pertemuan selanjunya, Johannes juga menawarkan perusahaannya sebagai penggarap proyek PLTU Riau-2.

“Saya agak emosi. Riau-1 saja belum jadi. Saya bilang, tolong selesaikan Riau-1. Kalau tidak, saya batalkan,” ujar Sofyan dalam kesaksiannya di pengadilan dengan terdakwa Idrus Marham, pertengahan Februari 2019 lalu.

Yang juga semakin memperkuat dugaan keterlibatan Sofyan, ungkap Marwata, adalah pertimbangan hakim saat menolak permohonan Eni menjadi justice collaborator untuk kasus ini. Menurut hakim, Eni adalah orang yang berperan aktif dalam pertemuan-pertemuan antara Johannes dan Sofyan Basir serta beberapa pihak lain, untuk memuluskan pembahasan PLTU Riau-1 di PLN.

Kendati demikian, sikap kooperatif Eni menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut KPK, yang menuntut 8 tahun penjara, dengan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Hakim memutusan hukuman untuk Eni adalah 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Eni dinyatakan bersalah karena telah menerima suap untuk memuluskan proyek senilai US$ 900 juta di PLN itu.

Selain hukuman untuk pidana pokokny, majelis hakim juga menghukum Eni untuk membayar uang pengganti Rp 5,087 miliar dan Sin$ 40 miliar. Uang itu merupakan total suap dan gratifikasi yang ia terima dikurangi uang yang telah Eni kembalikan ke KPK. Selain itu, hakim mencabut hak politik Eni selama tiga tahun, yang mulai berlaku setelah Eni bebas dari penjara.

“Menyatakan, meyakini Terdakwa Eni Maulani Saragih terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3).

Sebelumnya dinyatakan juga oleh hakim, Eni menerima suap Rp 4,75 miliar dari mantan pemegang saham BlackGold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Proyek PLTU Riau-1 kemudian direncanakan akan digarap konsorsium PT Pembangkit Jawa-Bali Investasi yang merupakan anak usaha PLN, BlackGold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Company.

Akan halnya gratifikasi yang diterima Eni sebesar Rp 5,6 miliar dan Sin$ 40 ribu berasal dari empat pengusaha: Direktur PT Smelting, Prihadi Santoso; Direktur PT One Connect Indonesia, Herwin Tanuwidjaja; Direktur PT Isargas, Iswan Ibrahim, dan; pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan. Sejauh ini baru Samin Tan yang ditetapkan sebagai tersangka.

Kendati hakim telah memutuskan hukuman lebih dari dua per tiga tuntutan jaksa kepada Eni, pihak KPK berencana mengajukan banding. “Ada pertimbangan lain,” kata Marwata, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Akan halnya Eni menerima putusan hakim tersebut. “Saya ikhlas,” katanya. [PUR]