Koran Sulindo – Cara-cara lama untuk membangun Samarinda dan Kalimantan Timur tak bisa lagi dipertahankan. Era mengandalkan pendapatan semata-mata dari sumber daya alam harus segera disudahi.
Selain hasil pendapatan dari tambang seperti batubara, minyak dan gas terus merosot dari tahun ke tahun, bencana lingkungan yang diakibatkannya juga harus menjadi perhatian utama.
Maju sebagai calon legislatif DPRD Provinsi Kaltim dari PDI Perjuangan nomor urut 1, Daerah Pemilihan 1 Kota Samarinda, Ananda Emira Moeis memandang masyarakat dan pemerintah daerah harus berani melepaskan diri dari lingkaran setan ketergantungan itu.
Ia menyebut program pokok yang bakal diusung jika terpilih menjadi Wakil Rakyat adalah memajukan, membela Provinsi Kaltim, dan Kota Samarinda sekaligus. Prioritas pembangunan harus dialihkan ke sektor pertanian, perkebunan, kerajinan, parawisata, sektor jasa, serta sektor-sektor kreatif lainnya.
“Sekolah dan lembaga pendidikan di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kerajinan, dan manufaktur harus lebih ditingkatkan begitu juga dengan balai-balai latihan kerja diperbanyak sekaligus diintensifkan pelatihannya,” kata perempuan yang akrab disapa Nanda, ketika ditemui di Samarinda awal Desember silam.
Terjun di kancah politik sebagai medan pengabdian, Nanda memang mewarisi darah politik yang kental di tubuhnya. Ayahnya, Ir. H.I. Emir Moeis, M.Sc adalah politisi senior PDI Perjuangan yang juga merupakan anggota DPR RI tiga periode mewakili daerah pemilihan Kalimantan Timur.
Tak hanya dari ayah, darah politik juga diwarisi Nanda dari sang kakek, Inche Abdoel Moeis. Putra Banjar kelahiran Samarinda, 2 Agustus 1920 itu, semasa hidupnya pernah menjabat sejumlah posisi penting pada era permerintahan Bung Karno termasuk sebagai Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur.
Sosok yang dikenal sebagai pendukung Soekarno dan marhaenis tulen itu, kiprah dan sepak terjangnya bahkan bisa ditelusuri hingga jauh ke masa-masa sebelum kemerdekaan. Belakangan, atas sumbangsihnya pada Kalimantan Timur dan Samarinda khususnya namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit yakni RSUD Inche Abdoel Moeis.
Melanjutkan jejak politik keluarga, Nanda bergabung dengan PDI Perjuangan dan ditugaskan berkiprah di tanah leluhurnya di Kaltim dan aktif di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Kaltim.
Semangatnya yang total dalam kerja-kerja politik dan kepartaian memajukan masyarakat, membuatnya segera diberi amanah menjadi Sekretaris DPD PDI Perjuangan Kaltim, jabatan yang bahkan masih ia jalankan sampai sekarang.
Generasi Milenial
Sebelum bergelut secara intens di bidang politik, semula Nanda menekuni hobi fotografi yang kemudian ditekuninya secara serius setamat sekolah menengah dengan melanjutkan jenjang S1 ke Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Trisakti Jakarta.
Sebagai professional, Nanda bahkan sempat bekerja sebagai fotografer di sebuah majalah wanita nasional dan merintis usaha pada bidang pertanian, perkebunan dan energi.
Latar belakang seni dan wiraswasta itulah yang membuat Nanda memiliki perhatian besar pada pengembangan manusia di Kaltim dan khususnya Samarinda. Baginya, membangun masyarakat adalah membangun manusia tangguh yang berinovasi tanpa meninggalkan akar budayanya.
Ya, Nanda adalah politisi muda yang mewakili generasi baru di PDI Perjuangan. Semangatnya merupakan pandangan jujur arus zaman mereka yang disebut sebagai generasi milenial. Di Kalimantan Timur mereka adalah generasi yang tak sempat menikmati booming tambang namun harus menghadapi segala dampak buruknya.
Generasi ini tak bisa membayangkan Kalimantan Timur beberapa dekade lalu ketika wilayah ini dianggap sebagai provinsi terkaya se-Indonesia karena bagi hasil dari lifting minyak dan gas sanggup menutup seluruh biaya pembangunan.
Menurut Nanda, dengan situasi yang berbalik akibat merosotnya dana bagi hasil dari pusat seluruh pemangku kepentingan di Kaltim harus menggali seluruh potensi tak terkecuali pemerintah daerah dan masyarakatnya.
Nanda menyebut tulang punggung perekonomian di masa depan harus bertumpu pada konsep gotong royong dengan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) sekaligus menumbuhkan jiwa wiraswasta masyarakat. Pendekatan ini selain menambah penghasilan rumah tangga juga sekaligus mendongkrak Pendapatan Asli Daerah.
“Pemerintah daerah harus didorong untuk menumbuhkan iklim usaha yang sehat untuk menciptakan lapangan kerja yang luas, pendidikan dan kesehatan gratis, dan modal usaha bergulir untuk usaha kecil dan menengah. Juga pemerintahan yang bersih tanpa korupsi,” kata Nanda.
DPRD dengan wewenang legislasi dan anggaran, harus mengusung prioritas progam yang mencakup ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Selain itu fungsi pengawasan akan dioptimalkan agar semua program-program yang dijanjikan bisa diwujudkan.
Membangun Samarinda
Untuk kota Samarinda yang menjadi daerah pemilihannya, Nanda menyebut masalah sehari-hari paling penting yang dihadapi masyarakat adalah soal banjir, mahalnya harga-harga kebutuhan pokok dan sulitnya lapangan kerja.
Selain itu masalah lainnya yang harus segera dituntaskan adalah penyediaan fasilitas dan sekolah bagi penduduk, penyediaan air bersih, fasilitas kesehatan dan pengobatan dan kemudahan akses terhadap layanan pemerintah daerah.
Program ekonomi harus mencakup pengurangan angka pengangguran dengan menumbuhkan minat kewirausahaan khususnya anak muda dan ibu rumah tangga, perluasan lapangan kerja dengan mengembangkan UMKM termasuk memfasilitasi pelatihan, permodalan, pemasaran hingga manajemen usaha.
Nanda juga menyebut kerjasama membangun UMKM itu akan menggandeng seluruh pemangku kepentingan termasuk dengan Asosiasi Kelompok Usaha Rakyat Indonesia (AKURINDO) khususnya untuk dana bergulir dan kredit tanpa agunan.
Di bidang pendidikan sesuai fungsi legislasinya, Nanda bakal mendorong eksekutif untuk fokus pada program peningkatan mutu pendidikan dan layanan kesehatan gratis, peningkatkan kualitas guru dan tenaga kesehatan sekaligus memperjuangkan pengangkatan guru honorer menjadi pegawai negeri sipil.
Untuk menanggulangi banjir, Nanda bakal memperjuangkan perbaikan drainase dan aliran sungai di ibu kota Provinsi Kaltim tersebut. Dengan demikian, penyakit Kota Samarinda yang bisa dikatakan sudah kronis, sehingga dijuluki Kota Banjir, bisa dihilangkan.
”Masalah utamanya antara lain adalah soal drainase, masalah aliran sungai, yang bolak-balik diperbaiki dan sampai hari ini masih ada yang belum tuntas. Ini harus diperbaiki sampai benar-benar tuntas,” kata Nanda.
Masalah lainnya dari Kota Samarinda adalah masalah air bersih. “Sumber air bersih ini juga di Samarinda masih menjadi masalah. Kebiasaan yang langsung menggunakan air dari Sungai Mahakam sekarang sudah hampir tidak mungkin karena sungainya sudah semakin terpolusi. Karena itu, pekerjaan pembuatan sumber air bersih harus benar-benar diutamakan,” kata Nanda menuturkan.
Selain itu, ia juga akan mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim dan Pemerintah Kota Samarinda mulai mempersiapkan pengalihan atau perluasan kota ke daerah pinggiran.
“Ini bisa menghindari banjir. Juga dapat mengurangi kepadatan dan kekumuhan Kota Samarinda. Karena, daerah pusat atau daerah bawah, yang berdekatan dengan Sungai Mahakam, sudah semakin sempit dan kumuh, sehingga daya dukung alamnya sudah tidak bisa dipaksakan, sebelum terjadinya bencana,” kata Nanda.
Ya, seperti muasal nama Samarinda yang merujuk ‘sama rendah’ pada tepian Sungai Mahakam dengan daratan kota. Kata ‘sama-rendah’ juga merujuk pada tinggi rumah rakit orang Bugis Wajo yang mencerminkan kesetaraan dan sikap egaliter.
Di Samarinda, tak boleh ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah. Kesetaraan harus menjadi kenyataan di lapangan ekonomi, sosial, budaya dan juga hukum. Termasuk dalam peran sertanya membangun. Satu untuk semua, semua untuk satu bersama membangun Samarinda! [TGU]