Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani membuka Konferensi Nasional Sejarah (KNS) X 2016 bertema "Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah" di Jakarta, Senin, 7 November 2016. (Ist)

Koran Sulindo – Banyak kisah sukses Indonesia di bidang kemaritiman yang bisa menjadi semangat untuk membangun negara bahari yang kuat. Terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sejarapanjang di bidang kemaritiman.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani saat membuka Konferensi Nasional Sejarah (KNS) X tahun 2016 bertajuk Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah di Jakarta, Senin (7/11/2016).

“Konferensi ini merupakan upaya kita bersama untuk menempatkan peran sejarah secara lebih proporsional dalam pembangunan karakter manusia Indonesia, bukan sekadar menjadi buah bibir akan tetapi juga tercermin di dalam perilaku masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Menteri Puan.

Puan memaparkan, sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa maritim yang memiliki potensi sumberdaya laut yang kaya dan budaya bahari yang unggul di masa lalu, seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Bahkan,Presiden Soekarno pada Pembukaan Munas Maritim Pertama tahun 1963 menyatakan, kembalilah menjadi bangsa Samudra!

“Seruan tersebut penting untuk dilaksanakan guna mewujudkan etos budaya maritim dalam mendukung program Pemerintah untuk membangun Poros Maritim Dunia bagi kesejahteraan dan keunggulan Indonesia sebagai bangsa bahari,” terang Puan.

Puan juga mengingatkan bahwa sejarah merupakan cerminan perjalanan dan dinamika sebuah bangsa yang berbudaya. Dengan mempelajari sejarah, orang dapat menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia beserta peradaban yang dibangunnya sehingga lebih bijaksana dalam menghadapi masa depan.

Puan menuturkan, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini, kurang memahami sejarah. Akibatnya, rasa nasionalisme sedikit demi sedikit terkikis dan muncul ketidakpedulian terhadap kemajuan bangsanya karena cenderung memikirkan nasib sendiri dan golongannya.

Kondisi ini juga sudah pernah diingatkan oleh Proklamator dan Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami dinamika sejarah negaranya dan menghargai jasa-jasa para pahlawannya. “Bung Karno mengingatkan untuk jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah),” katanya.

Konferensi Nasional Sejarah (KNS) X 2016 dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy bersama pejabat Eselon I Kemendikbud,, Perwakilan dari Philippine Historical Association, Persatuan Sejarah Malaysia, peneliti dari Pusat Sejarah TNI, dan para sejarawan dari berbagai bidang lainnya.

Konferensi Nasional Sejarah sendiri sudah terlaksana sejak 1957 serta mendapat sambutan yang baik dari Pemerintah serta para pelaku sejarah, kelompok ahli sejarah, dan peminat sejarah.

“Pengembangan kesadaran masyarakat dan bangsa akan sejarah dan kekayaan alam maritim Indonesia, harus terus didorong sebagai upaya untuk menyelamatkan, melestarikan, dan memanfaatkannya demi tercapainya masyarakat Indonesia sebagai bangsa bahari yang adil, makmur dan sejahtera,” imbuh Puan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, Konferensi Nasional Sejarah digelar lima tahun sekali, diikuti dosen, guru, dan komunitas sejarah dari berbagai kalangan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk medekatkan sejarah kepada masyarakat, bukan sekadar ilmu, namun juga memperkuat titik tolak pembentukan karakter bangsa di masa mendatang.

“Konferensi ini mengambil tema bahari, karenanya kita harus kembali melihat laut. Bukti kejayan kita di laut, tentu harus diulang dan melalui peran pendidikan baik formal maupun non formal,” kata Muhadjir. (CHA)