Menkumham akan Pecat Petugas Lapas yang Terbukti Pungli

Ilustrasi: Suasana Lapas/ditjenpas.go.id

Koran Sulindo – Menteri Hukum dan HAM, (Menkumham), Yasonna H. Laoly, mengatakan akan menindak tegas oknum yang melakukan dugaan pungutan liar (pungli) terhadap warga binaan pemasyarakatan {narapidana) yang dibebaskan. Pembebasan napi itu berdasar sesuai Permenkumham 10 Tahun 2020.

“Instruksi saya jelas, terbukti pungli saya pecat. Instruksi ini sudah saya sampaikan secara langsung lewat video conference kepada seluruh Kakanwil, Kadivpas, Kalapas, dan Karutan,” kata Yasonna, di Jakarta, Kamis (16/4/2020), melalui rilis media.

Kemenkumham sudah melakukan investigasi dan menerjunkan tim ke daerah untuk menelusuri dugaan pungli tersebut.

“Namun investigasi belum menemukan adanya pungli. Kalau ada yang tahu, tolong laporkan. Supaya mudah, silakan sampaikan lewat pesan di Instagram dan Facebook fan page saya,” kata Yasonna.

Kementerian Hukum dan HAM menargetkan mengeluarkan dan membebaskan sekitar 30.000 hingga 35.000 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi. Narapidana dan anak yang bisa mendapatkan asimilasi harus memenuhi syarat telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020. Sementara bagi narapidana anak telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020.

Pungli

Belakangan beberapa dari mereka ditangkap kembali karena melakukan tindak pidana. Selain itu juga terungkap tahanan yang dibebaskan ada yang dikenakan pungutan liar (Pungli) atau uang ‘tiket asimilasi’ sebesar Rp 5 juta.

Menurut seorang napi berinial A (37), dirinya diminta uang Rp 5 juta oleh oknum petugas demi bisa dapat tiket asimilasi. “Kalau enggak bayar enggak bakalan keluarlah. Istilahnya ini ‘tiket’ makanya harganya lumayan,” katanya.

Uang itu diberikan lewat seorang napi lain kepercayaan petugas.

Menurutnya bukan hanya dia seorang yang ditawari bebas dengan persyaratan menyetorkan uang.

Sejumlah narapidana lain yang secara persyaratan sudah memenuhi syarat dapat asimilasi pun ditawari bila ingin bebas.

“Saya minta ke keluarga di luar biar kirim uangnya. Kalau uangnya sudah masuk baru kita dipanggil untuk proses pembebasan,” kata A yang dipenjara karena kasus penganiayaan.

Narapidana Lapas Cipinang lainnya, S (41) juga mengaku dimintai uang agar dibebaskan.

S menuturkan para narapidana yang ‘ditarik’ uang demi dapat asimilasi tidak keberatan karena mereka dapat bebas meski rutin wajib lapor. “Itu juga sempat saya tawar. Awalnya diminta Rp7 juta, cuma karena saya sanggupnya Rp 5 juta dikasih,” kata S.

Sebelumnya Plt Dirjen PAS Kemenkum HAM Nugroho mengaku sudah mendengar adanya oknum petugas yang meminta uang imbalan ke narapidana dalam program asimilasi.

Ditjen PAS membentuk tim guna menyelidiki kasus tersebut, bila terbukti pihaknya tak segan mencopot oknum petugas tersebut. “Bila perlu Kakanwilnya, Kadivpasnya, dan apa yang terlibat copot saja sudah. Pak Menteri sudah bilang gitu,” kata Nugroho.

Sementara itu Anggota Ombudsman Adrianus Meliala sejak awal menyakini petugas bisa ‘bermain’ dalam program tersebut.

“Hal ini sudah bisa diduga ya mengenai akan adanya oknum yang menyalahgunakan dengan cara mengambil kesempatan untuk meminta uang,” kata Adrianus, di Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Peluang untuk memanfaatkan hak narapidana selalu terbuka. Petugas yang lupa daratan akan terus mengambil kesempatan menarik pungli.

“Dasarnya maling kalau sudah dipastikan prosesnya dan semua bisa keluar dalam waktu cepat, maka tentu saja kemudian selalu ada kesempatan bagi mereka untuk mencuri,” kata Adrianus.

Kalapas Cipinang Membantah

Sementara itu Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cipinang, Jakarta Timur, membantah informasi terkait transaksi uang dalam program asimilasi atau mengembalikan warga binaan  ke masyarakat yang jumlahnya  ratusan  dalam upaya mencegah penularan wabah COVID-19 di lingkungan penjara.

“Tidak ada di kita (bayar), sudah jelas wanti-wanti dari menteri sudah jelas. Saya bisa pastikan tidak ada anak buah saya yang main begitu,” kata Kepala Lapas Klas 1 Cipinang, Hendra Eka Putra, di Jakarta, Selasa (16/4/2020) malam.

Hendra meragukan peristiwa itu terjadi di dalam Lapas Cipinang.

“Itu perlu ditanyakan dulu di lapas mana. Kami dalam membebaskan warga binaan untuk asimilasi, bebas bersyarat, cuti bersyarat, ada panduannya dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham),” katanya.

Selain itu Direktorat Jendral Pemasyarakatan memberikan acuan berupa ‘bank data’ terkait para narapidana yang telah memenuhi persyaratan asimilasi.

Hendra mengatakan jajarannya telah proaktif mengumumkan kepada warga binaan bahwa program pembebasan asimilasi dilakukan secara gratis. Pengumuman itu dipasang di setiap ruangan di lingkungan lapas.

“Kalau dia mau bayar, itu kan bodoh dia. Kenapa mau bayar?. Semua gratis tanpa bayar. Kemenkumham umumkan itu gratis,” kata Hendra.

Tim Inspektorat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham belum menemukan dugaan oknum petugas pungutan liar (pungli) berkedok asimilasi COVID-19 di Lampung.

“Saat ini kami sedang mencari informasi saja terkait adanya dugaan pungli itu. Karena kan kemarin sudah ramai di berita, kita diperintahkan pimpinan untuk menelusuri kebenaran berita itu. Oleh karena itu saya juga butuh informasi dari teman-teman media,” kata Inspektur Wilayah II Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkumham RI, Tholib, Kamis (16/4/2020). “Hingga saat ini juga kita belum dapat indikasi itu (pungli, red). Sejauh ini belum ada hasil, kami masih mencari.” [RED]