Pesawat Iran Air A300B2-200 yang serupa dengan yang terlibat pada kecelakaan. (Wikipedia)

Pada 3 Juli 1988, langit biru di atas Teluk Persia berubah menjadi saksi bisu dari salah satu tragedi penerbangan paling memilukan dalam sejarah dunia modern. Iran Air 655, sebuah pesawat komersial yang lepas landas dari Bandar Abbas, Iran menuju Dubai, Uni Emirat Arab, ditembak jatuh oleh kapal perang milik Angkatan Laut Amerika Serikat, USS Vincennes. Tak satu pun dari 290 penumpang dan awak kapal selamat dalam tragedi ini—termasuk 66 bayi dan anak-anak yang turut menjadi korban.

Tragedi ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi salah satu titik krusial dalam memburuknya hubungan antara Iran dan Amerika Serikat. Hingga kini, peristiwa itu masih menjadi simbol ketidakpercayaan yang berakar kuat dalam diplomasi kedua negara.

Ketegangan di Tengah Perang Tanker

Menurut beberapa sumber termasuk NBC News, insiden ini terjadi di tengah memuncaknya ketegangan di kawasan Teluk Persia, terutama selama fase akhir dari Perang Iran–Irak (1980–1988). Di periode ini, dikenal sebagai Perang Tanker, kapal-kapal pengangkut minyak menjadi target serangan di jalur pelayaran strategis.

Amerika Serikat kala itu mengerahkan kekuatan militernya, termasuk kapal penjelajah USS Vincennes, untuk melindungi tanker-tanker minyak Kuwait yang kerap diganggu oleh kapal-kapal kecil milik Garda Revolusi Iran.

Pada hari nahas itu, Iran Air 655 terbang sesuai jadwal reguler dari Bandar Abbas menuju Dubai, sebuah rute sipil yang telah ditetapkan dan biasa dilalui. Namun, USS Vincennes, yang saat itu tengah beroperasi di perairan yang kelak diketahui merupakan wilayah Iran, salah mengidentifikasi pesawat komersial tersebut sebagai jet tempur F-14 milik Iran yang dianggap mengancam.

Berdasarkan laporan awal yang dirilis oleh pemerintah AS, pihak Angkatan Laut mengklaim telah mengirimkan 11 peringatan lewat radio kepada pesawat yang dianggap bermusuhan tersebut. Menurut versi mereka, pesawat yang diduga sebagai F-14 itu melaju ke arah Vincennes dengan kecepatan tinggi dan di luar jalur penerbangan sipil.

Namun, fakta-fakta yang terungkap kemudian justru membantah narasi itu. Laporan Angkatan Laut AS yang dirilis pada 28 Juli 1988, dan dibuka ke publik dalam versi yang telah disunting pada 19 Agustus 1988, mengungkapkan bahwa Iran Air 655 sebenarnya berada dalam koridor penerbangan sipil yang ditetapkan dan terbang dengan kecepatan normal.

Pesawat itu juga tengah berkomunikasi dengan dua menara pengawas udara sipil, sehingga besar kemungkinan awaknya tidak menerima peringatan dari pihak militer AS. Di sisi lain, radar USS Vincennes dan sistem tempurnya yang canggih seharusnya mampu membedakan pesawat komersial dari jet tempur.

Namun, pihak Angkatan Laut AS menyimpulkan bahwa tragedi ini adalah hasil dari “kesalahan manusia” serta “distorsi data yang tidak disadari”.

Tuduhan Penutupan Kasus dan Sosok Kontroversial di Baliknya
Penyelidikan atas peristiwa tersebut memunculkan kontroversi lain. Militer AS dinilai tidak sepenuhnya objektif, karena penyelidikan hanya dilakukan terhadap pihak yang berada di dalam USS Vincennes, tanpa mengumpulkan keterangan dari kapal USS Sides yang berada di dekat lokasi kejadian. Padahal, kru dari USS Sides dilaporkan telah mengidentifikasi Iran Air 655 sebagai pesawat sipil.

Yang lebih mengundang kritik adalah fakta bahwa Kapten Vincennes, William C. Rogers III, tidak hanya luput dari hukuman, tetapi justru menerima penghargaan Legion of Merit dari Angkatan Laut AS pada 1990.

Rogers dikenal memiliki gaya kepemimpinan yang agresif, dan pada hari itu, ia bahkan telah mengabaikan perintah untuk berbalik arah sebelum insiden terjadi. Fakta bahwa Vincennes berada di wilayah perairan Iran juga baru diakui belakangan, memperkuat tudingan bahwa militer AS berusaha menutup-nutupi fakta sesungguhnya.

Iran menggugat Amerika Serikat ke Mahkamah Internasional pada Mei 1989, menuduh AS bertanggung jawab atas kematian ratusan warganya.

Proses hukum berjalan panjang, hingga akhirnya pada 1996 dicapai penyelesaian: Pemerintah Amerika Serikat menyatakan “penyesalan mendalam” atas insiden tersebut dan sepakat membayar kompensasi sebesar 61,8 juta dolar AS kepada keluarga para korban. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Iran pun mencabut gugatannya.

Namun, permintaan maaf resmi dari pemerintah AS tak pernah diberikan. Tidak ada pernyataan yang mengakui kesalahan secara eksplisit, sebuah sikap yang hingga kini menjadi sumber kekecewaan bagi rakyat dan pemerintah Iran.

Lebih dari tiga dekade telah berlalu, namun tragedi Iran Air 655 tetap dikenang sebagai simbol dari kegagalan sistem, arogansi militer, dan pengabaian terhadap nyawa sipil di tengah konflik geopolitik. Bagi Iran, peristiwa ini bukan sekadar insiden keliru, melainkan luka kolektif yang membentuk narasi hubungan tegang dengan Amerika Serikat. [UN]