Ilustrasi/cpps.ugm.ac.id

Koran Sulindo – Tiga tahun sekali, semua pemenang Hadiah Nobel untuk ekonomi diundang ke Pulau Lindau yang tenang di Jerman untuk bertemu para ekonom muda cerdas pilihan untuk membicarakan situasi seputar profesi mereka. Tapi tahun ini ketenangan tersebut diganggu oleh kejadian politik mengkhawatirkan di seluruh dunia. Salah satu tema utama pertemuan ini membahas tentang apa yang harus dilakukan terhadap ketimpangan.

Tidak semua pemenang Nobel berpendapat sejauh Jean Tirole, pemenang Hadiah Nobel 2014, yang mengatakan ketimpangan ekonomi adalah satu bentuk kegagalan pasar. Tetapi bagi mereka sudah jelas bahwa dampak politik dan sosial dari ketimpangan yang terus melebar ini sedang menjadi perhatian para ekonom top.

Di sebuah diskusi panel tentang ketimpangan, James Heckman, pemenang hadiah Nobel pada 2000, menunjukkan bahwa ketimpangan tumbuh lebih cepat di Amerika Serikat dan Inggris daripada di negara demokrasi Barat yang lain. Heckman mengatakan perubahan sistem pajak ke arah yang lebih menguntungkan orang kaya adalah kunci yang bisa menjelaskan ketimpangan. Dia juga khawatir tentang menurunnya mobilitas sosial, khususnya bagi orang yang berupah rendah.

Heckman juga menekankan bahwa pendapatan rendah di keluarga dengan orang tua tunggal meningkat tajam selama beberapa dasawarsa terakhir dan ini memperdalam ketimpangan. Dia mendesakkan perlunya subsidi upah untuk meningkatkan pendapatan orang miskin yang bekerja, dan peningkatan subsidi penitipan anak untuk membantu para orang tua tunggal agar bisa bekerja.

James Heckman berbicara dengan ekonom muda di Lindau. Lindau Nobel Laureates Meetings

Menuju Pendapatan Dasar Universal

Peter Diamond dan Sir Christopher Pissarides, yang bersama-sama mendapatkan Hadiah Nobel pada 2010 untuk penelitian pasar tenaga kerja, mengatakan kepada saya bahwa mereka sekarang menyokong ide pendapatan dasar universal (Universal Basic Income atau UBI) yang akan menetapkan pendapatan dasar terendah bagi semua warga, apa pun status ekonomi mereka.

Pissarides mengingatkan bahwa penyebaran robot-robot dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) mengancam keberadaan sejumlah besar pekerjaan orang-orang kurang terampil. Ia yakin, tanpa intervensi pemerintah, ini akan memperdalam ketimpangan. Dia mendukung ide pendapatan dasar universal selama ide itu diterapkan dengan hati-hati dan jumlahnya ditetapkan di bawah upah minimum supaya tidak mengganggu pasar tenaga kerja.

Diamond mengatakan kepada saya bahwa ketimpangan yang semakin dalam di Amerika Serikat sekarang ini adalah isu yang harus dihadapi. Dalam penelitian terbarunya dia menunjukkan Amerika Serikat adalah kasus tersendiri dalam berbagai ukuran untuk ketimpangan, termasuk pendapatan, kekayaan, kemiskinan, dan mobilitas sosial.

Diamond percaya berdebat tentang ketimpangan bisa membantu memfokuskan diskusi tentang kegagalan kebijakan seperti kekurangan investasi di pendidikan, penelitian dan infrastuktur, dan kegagalan dalam mengompensasi orang-orang yang menanggung ongkos globalisasi melalui hilangnya pekerjaan di industri berat.

Dia juga percaya bantuan langsung tunai dari pemerintah, termasuk tunjangan anak kepada siapa pun yang mempunyai anak dan UBI, akan membantu mengurangi kemiskinan. Dia memang tidak setuju akan arah kebijakan yang terfokus pada redistribusi kekayaan, tetapi dia percaya masalah ekonomi di Amerika Serikat membutuhkan belanja pemerintah yang lebih tinggi, dan oleh karena itu pajak yang lebih tinggi terhadap yang lebih kaya.

Baik Diamond maupun Pissarides menyarankan pajak kekayaan yang lebih tinggi menjadi bagian dari kebijakan. Diamond, yang hanya mendiskusikan kasus Amerika Serikat, menyokong peningkatan pajak atas warisan. Dari perspektif Inggris, Pissarides menganjurkan meningkatkan pajak perumahan. Dia mendukung kenaikan pajak dari penjualan rumah, bukan hanya apa yang terjadi saat ini di Inggris yaitu mengutip pajak hanya ketika rumah itu diwariskan. Dia percaya ide ini mungkin akan mengurangi harga perumahan, yang saat ini tidak terjangkau untuk banyak kaum muda.

Paradoks Ketimpangan Global

Pertemuan tersebut memang kebanyakan membahas ketimpangan di negara kaya, tetapi ketimpangan di negara berkembang juga dibicarakan. Eric Maskin, peraih Nobel 2007 untuk karyanya tentang desain mekanisme, menunjukkan paradoks bahwa meski ketimpangan global antarnegara menyempit—karena pertumbuhan ekonomi cepat di Cina dan India—tetap ada hal yang “sangat meresahkan” terkait meningkatnya ketidaksetaraan di negara-negara berkembang.

Maskin menunjukkan hal ini bertentangan dengan teori ekonomi terkenal bernama keunggulan komparatif. Teori ini, disusun oleh ekonom David Ricardo pada abad ke-19, mengatakan bahwa pendapatan pekerja yang tidak terampil akan naik waktu mereka masuk pasar global. Maksin menyatakan ide ini tidak lagi benar, karena sekarang ada pasar tenaga kerja global yang terpadu—bukan pasar nasional—dengan rantai pasokan global dan jaringan komunikasi yang memungkinkan perusahaan-perusahaan mengabaikan batas-batas global.

Salah satu tujuan pertemuan Lindau adalah mendorong ekonom muda berpikir secara radikal tentang bidang penelitian baru yang harus mereka fokuskan. Mungkin diskusi-diskusi ini akan mengilhami generasi baru untuk mengembangkan kebijakan baru demi memecahkan masalah kemiskinan dan ketimpangan.

Ekonomi sering digambarkan sebagai “sains suram” karena ia gagal terlibat dengan kehidupan nyata atau mencegah krisis seperti krisis keuangan global pada 2008-2009. Kalau pendekatan baru ini terus berlanjut, keadaan ini bisa berubah secara radikal. [Steve Schifferes; Pengajar Jurnalisme Finansial di Universitas London, Inggris] Artikel ini disalin dari The Conversation Indonesia, di bawah lisensi Creative Commons.