Korupsi telah lama menjadi momok yang menggerogoti fondasi tata kelola pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia. Fenomena ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga merusak nilai-nilai moral dan kepercayaan publik terhadap institusi. Berbagai upaya terus dilakukan untuk melawan praktik ini, salah satunya melalui peringatan Hari Anti Korupsi Internasional.
Hari yang diperingati setiap 9 Desember ini bukan hanya sekadar momen refleksi, tetapi juga panggilan bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu melawan korupsi. Dengan menyoroti dampak dan solusi atas masalah ini, peringatan tersebut menjadi pengingat bahwa korupsi adalah ancaman nyata yang memerlukan aksi kolektif.
Artikel ini akan mengupas lebih dalam tentang urgensi pemberantasan korupsi, tantangan global yang dihadapi, hingga potret perjuangan Indonesia melawan korupsi, termasuk kisah tragis salah satu pelakunya di masa lalu. Mari kita telusuri lebih jauh.
Korupsi: Masalah Global yang Kompleks
Setiap tanggal 9 Desember, dunia memperingati Hari Anti Korupsi Internasional atau International Anti-Corruption Day. Hari ini ditetapkan melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melawan Korupsi pada tahun 2003 dan resmi berlaku sejak 2005. Mengutip laman resmi PBB, tujuan peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran global tentang bahaya korupsi serta pentingnya tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan komitmen politik dalam memberantasnya.
Korupsi merupakan fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang memengaruhi seluruh negara. PBB menggarisbawahi bahwa korupsi merusak fondasi institusi demokrasi, memperlambat pembangunan ekonomi, serta menciptakan ketidakstabilan pemerintahan. Proses pemilu, aturan hukum, dan birokrasi sering kali menjadi korban praktik suap yang merajalela, sehingga menciptakan kesenjangan sosial yang lebih dalam.
Investasi asing, yang seharusnya mendukung perekonomian suatu negara, juga terganggu akibat korupsi. Di tingkat domestik, usaha kecil dan menengah menghadapi tantangan besar karena harus menanggung “biaya awal” yang diciptakan oleh birokrasi korup.
Sebagai respons, Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi PBB Melawan Korupsi pada 31 Oktober 2003. Konvensi ini telah diratifikasi oleh 190 negara, menunjukkan pengakuan global tentang pentingnya melawan korupsi secara kolektif.
Korupsi di Indonesia: Tantangan Sejak Lama
Indonesia bukan pengecualian dalam masalah korupsi. Praktik ini telah mengakar bahkan sejak masa kerajaan hingga kini, mencakup seluruh lapisan pemerintahan, mulai dari pusat hingga desa. Salah satu kasus korupsi paling terkenal dalam sejarah Indonesia adalah skandal yang melibatkan Teuku Jusuf Muda Dalam, seorang politikus yang pernah menjabat sebagai Menteri Urusan Bank Sentral sekaligus Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1963.
Jusuf Muda Dalam lahir di Sigli, Aceh, pada 1 Desember 1914. Kariernya dimulai dari dunia pendidikan di Belanda hingga bergabung dengan Kementerian Pertahanan di Indonesia. Ia juga terlibat dalam dunia politik melalui Partai Nasional Indonesia (PNI), yang kemudian membawanya pada posisi strategis sebagai Gubernur Bank Indonesia.
Namun, di balik prestasinya, ia terseret dalam berbagai skandal korupsi. Jusuf didakwa menggelapkan dana negara sebesar Rp 97 miliar melalui skema pembayaran kredit luar negeri yang tidak membawa manfaat nyata bagi rakyat. Selain itu, ia dilaporkan menggunakan dana negara untuk memberikan hadiah-hadiah mewah kepada keluarganya.
Pada 1966, ia ditangkap dan diadili atas tuduhan subversi, korupsi, penguasaan senjata api ilegal, dan pelanggaran hukum perkawinan. Meskipun divonis hukuman mati, Jusuf meninggal dunia akibat penyakit tetanus sebelum eksekusi dilaksanakan. Kasusnya menjadi simbol kelam praktik korupsi di Indonesia.
Pentingnya Peringatan Hari Anti Korupsi
Hari Anti Korupsi Internasional menjadi momentum penting untuk merefleksikan tantangan yang dihadapi dalam memerangi korupsi. Melalui kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, pemberantasan korupsi dapat dilakukan lebih efektif.
Indonesia, dengan segala tantangannya, perlu memperkuat komitmen dalam menghapus praktik korupsi. Langkah ini tidak hanya akan membawa stabilitas ekonomi dan politik, tetapi juga menciptakan keadilan sosial yang diidamkan oleh seluruh rakyat.
Momentum 9 Desember adalah pengingat bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah moral yang membutuhkan kesadaran dan aksi nyata dari seluruh elemen masyarakat. [UN]