Ilustrasi Bahasa Mandarin. (Freepik.com)

Bahasa bukan sekadar rangkaian kata, tetapi juga warisan budaya, identitas, dan kisah panjang sebuah peradaban. Di antara banyak bahasa yang hidup dan berkembang di dunia, Bahasa Mandarin menempati posisi yang istimewa.

Setiap tanggal 20 April, dunia memperingati Hari Bahasa Mandarin, sebuah hari yang tak hanya merayakan keindahan linguistik, tetapi juga menghormati sejarah dan makna di balik aksara yang telah digunakan selama ribuan tahun ini.

Namun, apa sebenarnya yang melatarbelakangi dipilihnya tanggal 20 April? Dan bagaimana perjalanan Bahasa Mandarin hingga menjadi salah satu bahasa resmi di panggung internasional seperti PBB? Artikel ini akan menyelami lebih dalam tentang sejarah, simbolisme, dan makna dari Hari Bahasa Mandarin.

Bahasa Mandarin dan Peranannya di PBB

Hari Bahasa Mandarin, sebuah momentum penting untuk merayakan salah satu bahasa tertua dan paling berpengaruh di dunia. Peringatan ini bukan hanya simbolik, tetapi juga mencerminkan penghargaan global terhadap keberagaman bahasa, khususnya dalam konteks diplomasi dan kerja sama internasional.

Bahasa Mandarin merupakan satu dari enam bahasa resmi yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bersama dengan bahasa Arab, Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol. Enam bahasa ini digunakan dalam komunikasi resmi, dokumentasi, dan sidang-sidang penting di tubuh organisasi internasional tersebut.

Penetapan Bahasa Mandarin sebagai bahasa resmi PBB dilakukan pada tahun 1946. Namun, penggunaannya secara luas dalam aktivitas PBB baru berkembang setelah tahun 1971, ketika hak-hak sah Republik Rakyat Tiongkok dipulihkan. Langkah penting lainnya terjadi pada 1973 saat Majelis Umum PBB mengadopsi bahasa Mandarin sebagai bahasa kerja, disusul oleh Dewan Keamanan pada tahun berikutnya. Sejak itu, penggunaan Bahasa Mandarin semakin meluas di berbagai kantor dan lembaga PBB.

Asal Usul Peringatan 20 April

Hari Bahasa Mandarin secara resmi ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2010. Pemilihan tanggal 20 April bukan tanpa alasan—tanggal ini bertepatan dengan perayaan tradisional masyarakat Tionghoa yang dikenal sebagai Guyu, atau “Hujan Millet”. Guyu adalah istilah ke-6 dari 24 istilah surya dalam kalender tradisional Asia Timur, dan biasanya jatuh pada sekitar tanggal 20 April dalam kalender Gregorian.

Perayaan ini memiliki keterkaitan dengan sosok legendaris bernama Cangjie, yang dipercaya sebagai penemu karakter aksara Mandarin. Dalam mitologi Tiongkok, Cangjie merupakan sejarawan Kaisar Kuning dan digambarkan memiliki empat mata. Konon, saat ia menciptakan huruf-huruf pertama, langit menangis dan hujan millet turun dari langit—sebuah momen yang dianggap sebagai kelahiran sistem tulisan Mandarin.

Hari Bahasa Mandarin menjadi pengingat bahwa bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga jembatan antarperadaban. Bahasa mencerminkan identitas, sejarah, dan nilai-nilai suatu bangsa. Dengan memperingatinya, kita turut menghargai warisan budaya Tiongkok yang telah memberi sumbangsih besar dalam peradaban dunia.

Di era globalisasi ini, kemampuan berbahasa Mandarin juga menjadi modal penting dalam berbagai bidang, termasuk diplomasi, perdagangan, pendidikan, dan teknologi. Meningkatnya jumlah penutur bahasa Mandarin di dunia menunjukkan bahwa bahasa ini tidak hanya relevan secara historis, tetapi juga memiliki daya hidup yang kuat di masa kini dan masa depan. Bahkan, di Indonesia banyak yang menyediakan les bahasa Mandarin. Tidak sedikit juga sekolah di Indonesia yang menawarkan pelajaran Bahasa Mandarin sebagai muatan lokal atau tambahan.

Peringatan Hari Bahasa Mandarin setiap 20 April tidak hanya ditujukan kepada penutur aslinya, tetapi juga bagi siapa saja yang menghargai pentingnya keragaman bahasa dalam membangun dunia yang lebih inklusif dan berbudaya. Dengan mengenang tokoh legendaris seperti Cangjie dan mengakui peran strategis Mandarin di panggung dunia, kita diajak untuk merenungkan betapa berharganya warisan linguistik bagi umat manusia. [UN]