Koran Sulindo – Kendati belum ada calon yang secara resmi didukung dan ditetapkan oleh salah satu partai, intensitas wacana pemilihan Gubernur DKI 2017 terus meningkat. Wacana ini pula yang terus diperhatikan PDI Perjuangan agar calon yang ditetapkan kelak sesuai dengan suara hati rakyat dan kader.
Politikus PDIP Masinton Pasaribu menyebut hal itu sebagai strategi teliti dan hati-hati. Perkembangan politik tersebut, kata Masinton, tentu menjadi perhatian partai dalam mengambil keputusan terbaik mengenai calon gubernur yang akan diusung pada Pilgub DKI 2017.
Untuk menunjukkan keseriusannya menjaring calon orang nomor satu di DKI, partai berlambang banteng ini lantas menggelar seleksi bakal calon gubernur DKI Jakarta. Hasilnya ada 32 tokoh yang mendaftar termasuk Djarot Saiful Hidayat, Wakil Gubernur DKI Jakarta yang juga pengurus pusat PDIP.
Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristianto, selain penjaringan, pihaknya juga melakukan pemetaan politik pada sosok yang dianggap layak. Caranya dengan menyurvei kader yang berpotensi. Hasto menyebut seleksi cagub lewat pendaftaran merupakan mekanisme dari bawah ke atas. Sedangkan pemetaan politik merupakan dari atas ke bawah.
Kedua proses itu disebut Hasto mesti berlandaskan pada keinginan rakyat. Karena itu, para calon yang mendaftar dan diseleksi tidak serta merta menjadi calon yang ditetapkan partai.
Ungkapan yang sama disampaikan Djarot sebagai Ketua DPP Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan PDIP. Partainya masih terbuka dengan segala kemungkinan dalam menghadapi Pilgub DKI 2017. Kemungkinan itu juga termasuk mengusung kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan tokoh lainnya pada Pilgub tahun mendatang.
Djarot menuturkan, PDI Perjuangan membuka tiga jalur untuk mengusung bakal cagub dan calon wakil gubernur DKI yaitu penjaringan DPD PDIP DKI, DPP PDIP dan hak prerogatif Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Saat ini PDIP, kata Djarot, terus berkomunikasi dengan partai-partai lain seperti Gerindra, PAN, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Dukungan terhadap Djarot untuk menjadi cagub yang diusung PDIP didukung oleh Budiman Sudjatmiko, salah satu penguji dalam uji kepatutan dan kelayakan cagub PDIP. Budiman menyebut Djarot berpeluang besar karena pengalamannya yang cukup panjang sebagai kepala daerah baik di Blitar maupun sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kendati menjajal seleksi cagub yang diadakan partainya, Djarot tak ingin berandai-andai. Soal keputusan semuanya diserahkan kepada partai. “Kan sampai sekarang belum ada keputusan. Sebaiknya semua pihak menunggu,” kata Djarot.
Selain Ahok dan Djarot, nama yang seringkali muncul sebagai cagub PDIP dan dianggap mampu menyangi popularitas Ahok adalah Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya. Berdasarkan enam kali survei internal yang dilakukan PDIP, elektabilitas Risma selalu menempati posisi teratas.
Selain Risma, nama-nama yang mampu masuk dalam survei adalah Puan Maharani, Djarot Saiful Hidayat dan Boy Sadikin. Namun, secara elektabilitas ketiganya masih kalah dari Risma. Selain hasil survei elektabilitas, PDIP juga mempertimbangkan kemampuan sosok yang diusung sebagai cagub.
Berdasarkan hasil survei internal tersebut, pengurus pusat PDIP Andreas Hugo Pareira mengatakan, Risma berpeluang besar untuk diusung partainya pada Pilgub DKI 2017. Andreas yakin masyarakat Surabaya akan mendukung pencalonan Risma itu demi memperbaiki ibu kota. Penetapan Risma sebagai calon yang diusung, PDIP tentu saja akan mendengarkan aspirasi warga DKI.
Merujuk pada hasil survei berbagai lembaga hanya dua nama yang mampu menyaingi popularitas Ahok yaitu Risma dan Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung, Jawa Barat. Survei Cyrus Network pada 2015, misalnya, popularitas Ahok memang masih memimpin jika dibandingkan dengan Risma dan Ridwan. Popularitas Ahok disebut mencapai 96,8%, sementara Risma 81,4% dan Ridwan Kamil sebesar 80,4%.
Hasil survei Centre for Strategic and International Studies yang dirilis pada Januari 2016 menyebutkan elektabilitas Ahok jauh melampaui Risma dan Ridwan. Tingkat elektabilitas Ahok berdasarkan survei CSIS mencapai 45%. Sementara Ridwan berada pada posisi kedua dengan 15,75% dan Risma dengan 7,75%.
Namun, berdasarkan tingkat kesukaan, masyarakat lebih menyukai Risma ketimbang Ahok. Menurut hasil survei tersebut, Risma berada di posisi teratas dengan 85,54%, sementara Ahok hanya 71,39%.
Hasil survei elektabilitas Charta Politika yang dirilis pada 30 Maret 2016 menempatkan Ahok di posisi teratas dengan 51,8% dan Risma hanya memperoleh 7,3%. Sementara hasil survei Populi Center yang dirilis pada akhir Juni lalu yang mensimulasikan Ahok versus beberapa tokoh hasilnya lawan terberatnya adalah Risma. Ahok berhasil meraih elektabilitas di angka 59,2%, sementara Risma hanya 23,8%.
Survei ini dilakukan dengan wawancara tatap muka di enam wilayah DKI Jakarta dilakukan mulai dari tanggal 10 Juni hingga 15 Juni 2016 dengan sampel adalah 400 responden, dipilih secara acak bertingkat. Tingkat kesalahannya sekitar 4,5% pada tingkat kepercayaan 95%.
Wacana terbaru tentang cagub yang dianggap layak menyaingi Ahok adalah munculnya dukungan terhadap Budi Waseso, Kepala Badan Narkotika Nasional menjadi orang nomor satu di DKI. Bahkan nama Buwas panggilan akrab Budi Waseso juga masuk dalam radar PDIP.
Di media sosial nama Buwas, kini ramai diperbincangkan warga dunia maya karena dinilai layak menjadi Gubernur DKI. Bahkan di Twitter muncul tanda pagar #BersihkanJakarta yang isinya dukungan terhadap Buwas untuk maju pada Pilgub DKI 2017.
Di beberapa lokasi di Jakarta juga sudah ada spanduk-spanduk yang berisi pernyataan keinginan Buwas sebagai Gubernur DKI Jakarta, antara lain yang dibuat Aliansi Masyarakat untuk Jakarta Hebat dan Kuat.
Sebagai pengurus pusat, Djarot enggan menanggapi munculnya dukungan terhadap Buwas itu. Bahkan jika Buwas dipasangkan dengan dirinya, Djarot menyerahkannya kepada partai.
“Tunggu saja saja dan tanyakan saja kepada orang yang membuat wacana itu,” kata Djarot.
Berdasarkan jumlah suara di parlemen, hanya PDIP yang mampu mengusung cagub DKI dan wakilnya tanpa berkoalisi. Melihat perkembangan politik tersebut, Masinton memastikan partainya akan membuat keputusan terbaik dalam mengusung calon pada Pilgub mendatang. PDIP akan mendengarkan suara rakyat dan kader soal penetapan cagub DKI Jakarta. [Kristian Ginting]