Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Ilustrasi: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan/Istimewa

Setahun memerintah, kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih belepotan. Ahok menjadi hantu pembanding.

Koran Sulindo – Acara peluncuran buku biasanya jarang mendapat perhatian media massa. Tapi sebuah rumah di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan, awal Februari 2014 itu penuh orang dan beberapa terlihat seperti wartawan. Benar juga, peristiwa launching dan diskusi buku ‘Melampaui Mimpi Anies Baswedan @Twitterland’ itu diberitakan media terutama online.

Buku kumpulan cuitan Anies di Twitter itu penuh kalimat-kalimat pendek, dibatasai kapasitas maksimum media sosial itu yang hanya 140 karakter.

Salah satunya ini: “Anak muda memang minim pengalaman, maka ia tak menawarkan masa lalu. Anak muda menawarkan masa depan.”

Tweet Anies pada 28 Oktober 2012 itu di-retweet sebanyak 651 kali, dan 97 orang menandainya sebagai favorit.

Atau ini,: “Pemimpin itu harus tulus. Ketika dipuji dia tidak terbang, ketika dicaci dia tidak tumbang.”

Anies mengatakan lazimnya ia nge-tweet jika sedang senggang, misalnya saat macet di perjalanan, atau menunggu pesawat di bandara. “Tapi biasanya saya menulis karena hati, perasaan saya, ingin mengutarakan sesuatu; tidak terlalu banyak dipikir,” kata Anies.

“Jarang ada kicauan tokoh yang digaungkan hingga ratusan kali begitu, apalagi karena saya tahu persis Anies tidak menyuruh ahli informasi teknologi untuk menggunakan ‘mesin pengganda’ seperti yang dilakukan sementara tokoh untuk merekayasa konten media sosial mereka,” kata Syafiq Basri Assegaff, penulis buku tersebut, saat peluncuran itu, seperti dikutip dari Antaranews.com.

Itulah buku pertama tentang Anies. Dan sejak itu tak ada lagi buku tentang politisi cum cendekiawan yang pada akhir tahun buku itu diterbitkan dipilih Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; sebelum dipecat pada 27 Juli 2016.

Tak sampai satu tahun kemudian ia maju bertempur berpasangan dengan Sandiaga Uno menuju pemilihan gubernur DKI Jakarta, dan menang telak atas petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang berpasangan dengan Djarot Syaiful Budi; dalam pilkada paling brutal dalam sejarah Indonesia.

Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta mengesahkan hasil akhir rekapitulasi penghitungan suara tingkat provinsi pada 30 April 2017. Anies dan Sandi meraih 57,96 persen (3.240.987 suara) sementara pasangan Ahok-Djarot memperoleh 42,04 (2.350.366) persen suara. Total suara sah sebanyak 5.591.353. Mereka dilantik pada 16 Oktober 2017.

Pasangan ini tak lama bersanding karena Sandiaga resmi mundur sebagai Wakil Gubernur pada 27 Agustus 2018 lalu. Ia menjadi cawapresnya Prabowo Subianto maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019 nanti.

Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno/jakartamajubersama.com

Kini setelah setahun menjadi gubernur DKI, apa pencapaian gubernur yang hingga kini masih sendirian saja mengurus Jakarta itu?

Bekerjalah Lampaui Mimpi…

“Kita terus mendorong anak-anak kita bekerja, bukan sekedar untuk meraih mimpi, tapi bekerjalah untuk melampaui mimpi. Dengan begitu kita nanti akan bisa merasa keberhasilan yang tak tanggung tapi tuntas.” Itu pidato Anies ketika masih menjadi Mendikbud pada 2016.

Setahun setelah itu, melewati 12 purnama menjabat Gubernur DKI Jakarta, apakah Anies bekerja untuk melampau mimpinya?

Beberapa jam setelah pelantikan sebagai Gubernur, dalam pidato yang disiarkan secara luas dari Balai Kota, Anies menekankan ingin mempromosikan keadilan sosial bagi semua warga.

Dalam kampanyenya, pasangan itu menyiarkan program prioritas mereka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat biasa di ibu kota. Antara lain mengembangkan Jakarta tanpa mengusir penduduk berpenghasilan rendah; menyediakan perumahan murah dan tanpa uang muka untuk keluarga berpenghasilan rendah; menyediakan perumahan murah tanpa uang muka (DP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah di ibu kota; mengembangkan  44 pusat wirausaha di seluruh ibu kota, dengan tujuan untuk melatih 20.000 wirausaha baru dalam lima tahun.

Lalu juga mengembangkan sistem transportasi terintegrasi; meyakinkan pemerintah pusat untuk menghentikan proyek reklamasi raksasa yang kontroversial di Teluk Jakarta, yang mereka duga menyediakan bisnis eksklusif untuk orang-orang kelas atas; meningkatkan upah minimum yang diberikan kepada pekerja Jakarta; dan memberikan status hukum kepada becak agar bisa kembali ke jadi angkutan umum di ibu kota.

“Semua janji kampanye saya telah diterjemahkan ke dalam rencana lima tahun,” kata Anies, seperti dikutip koran Kompas.

“Alhamdulillah sebagian sudah mulai kami laksanakan,” kata Anies, di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, pekan lalu, seperti dikutip viva.co.id.

Ahok Sebagai Pembanding

Hingga saat ini kinerja Anies selalu dalam bayang-bayang gubernur terdahulu. Ahok, yang saat ini masih menjalani hukuman penjara dua tahun karena penodaan agama, menjadi tolok ukur segalanya.

Meskipun gaya kepemimpinan Ahok keras, namun ia masih populer sebagai gubernur yang efektif menerapkan program pembangunan ibu kota, dan secara signifikan membebaskan birokrasinya dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Lewat akun Instagram @dkijakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melansir sejumlah capaian dan realisasi kinerja selama setahun dan mengklaim terdapat 31 pencapaian. Di antaranya, meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), pemberian Kartu Jakarta Pintar (KJP) plus, pelaksanaan Ok Oce di 44 kecamatan dengan total peminat mencapai 53.798 wiraswasta.

Empat tahun masih tersisa bagi Anies untuk melawan hantu Ahok itu. Tapi beberapa catatan pendahuluan bisalah diajukan sebagai pendahuluan. Misalnya janji kampanyenya akan mengembangkan Jakarta tanpa mengusir penduduk berpenghasilan rendah.

Pekan lalu LBH Jakarta meluncurkan laporan situasi pelanggaran HAM  kasus-kasus penggusuran paksa di Jakarta selama 2017 dan 2018. Laporan bertajuk “Mengais di Pusaran Janji” (Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2017)“, serta “Masih Ada” (Laporan Penggusuran Paksa Di Wilayah DKI Jakarta Januari-September 2018)” menyatakan jumlah titik dan korban penggusuran mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

Dalam hal ini Anies berhasil mengalahkan Ahok.

Namun menurut LBH, pelanggaran HAM dalam kasus-kasus penggusuran Jakarta masih terjadi siapapun gubernurnya. Ketiadaan musyawarah, penggunaan aparat tidak berwenang, intimidasi dan kekerasan, hingga pelanggaran hak masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah masih seperti di zaman Ahok.

Sepanjang 2017 terjadi 110 kasus penggusuran paksa terhadap hunian dan unit usaha dengan korban mencapai 1.171 keluarga dan 1.732 unit. Pada 2016, di DKI Jakarta, zaman Ahok, terdapat 193 penggusuran yang berdampak pada 5.726 keluarga dan 6.379 unit usaha.

Banyak dari mereka yang kehilangan rumah dan nafkah digusur tanpa proses hukum yang jelas, dengan kekerasan, dan tanpa solusi yang layak

Periode Januari hingga September 2018 ini terjadi 79 kasus dengan jumlah korban mencapai 277 Kepala keluarga dan 864 unit usaha. Mayoritas penggusuran dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan catatan angka 75%.

Penggusuran paksa mengakibatkan munculnya tunawisma dan pengangguran, hal yang membuat penggusuran paksa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat oleh Komisi HAM PBB pada 1993.

Janji kampanye Anies menghentikan proyek reklamasi ditunaikan bulan lalu dengan mencabut izin 13 pulau reklamasi.

“Saya nyatakan, reklamasi di Jakarta hanya tinggal menjadi bagian sejarah,” kata Anies, dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (26/9/2018), seperti dikutip beritajakarta.id.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut izin prinsip pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Keputusan ini berdasar rekomendasi Badan Koordinasi Pengelolaan Pantai Utara (BKP-Pantura) Jakarta. Lewat keputusan itu, Pemprov juga mencabut Izin Prinsip 13 pulau yang belum dibangun. Sementara, untuk pulau lainnya yang sudah selesai dibangun akan dikelola untuk kepentingan publik.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, saat meninjau penyegelan bangunan di pulau reklamasi di Jakarta Utara, Kamis (7/6/2018). (ANTARA News/Susylo Asmalyah)

Menurut Anies, penghentian tersebut tidak hanya terkait pengerjaannya saja, tapi juga secara keseluruhan. Karena selain Izin Prinsip, pencabutan juga dilakukan pada izin pelaksanaan.

Sebanyak 13 pulau yang belum dibangun masing-masing adalah Pulau A, B, dan E (PT Kapuk Naga Indah); Pulau I, J, dan K (PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau M (PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (KEK Marunda Jakarta); Pulau H (PT Taman Harapan Indah); dan Pulau I (PT Jaladri Kartika Pakci). Sedang 3 pulau yang sudah dibangun yaitu Pulau C dan D (PT Kapuk Naga Indah) dan Pulau G (PT Muara Wisesa Samudra) akan diatur tata ruang dan pengelolaannya sejalan dengan kepentingan masyarakat.

Dalam hal ini, sekali lagi, Anies menang melawan Ahok. Ia seolah ksatria yang berani melawan para naga yang berada di balik pulau-pulau buatan di utara Jakarta itu; soal apa yang terjadi sebenarnya dan selanjutnya, biarlah itu menjadi catatan untuk Anies tahun-tahun mendatang.

Anies terus mendorong dirinya bekerja, bukan sekadar untuk meraih mimpi, tapi untuk melampaui mimpi. Tapi sebelum itu ia harus menyingkirkan hantu Ahok yang selalu akan merintanginya karena musuh terbesarnya bukan hanya itu; tapi juga ketimpangan luar biasa antara kaya dengan yang miskin di ibukota negara itu yang jauh lebih ekstrim daripada di tingkat negara.

Belum lagi janji-janji kampanyenya yang beberapa absurd (rumah tanpa uang muka buat orang miskin) dan beberapa sudah mati sebelum berkembang (misalnya program Ok Oce).

Dengan begitu ia nanti akan bisa merasa keberhasilan yang tak tanggung tapi tuntas. [Didit Sidarta]