Koran Sulindo – Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri meresmikan Gerakan Budaya Siaga Bencana yang diinisiasi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika demi meningkatkan komitmen seluruh penyelenggara negara serta masyarakat akan sadar bencana.
“Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, saya mengakhiri sharing saya mengenai bencana, maka “Gerakan Budaya Siaga Bencana” ini dicanangkan. Supaya tak sekadar jadi slogan, supaya segera dilaksanakan,” kata Megawati Soekarnoputri, Jumat (23/4).
Hal itu disampaikan Megawati yang hadir secara virtual dalam launching Gerakan Budaya Siaga Bencana, yang dilaksanakan di auditorium BMKG, di Jakarta Pusat, Jumat (23/4).
Megawati meyakini bahwa menghadapi bencana dan meminimalisasi kerusakan bisa dilakukan asal semuanya mau bergotong-royong. Ia lalu menceritakan pengalaman Jepang, yang pemerintahnya dan rakyatnya, selalu belajar untuk siap menghadapi bencana. Sejumlah hal detil diperhatikan, kata Megawati, hingga soal tas ransel, alarm siaga, dan jalur evakuasi.
Siaga bencana juga mencakup penelitian mendalam soal jenis-jenis bencana yang mungkin hadir. Hingga bagaimana memperbaiki manajemen bantuan pasca bencana yang lebih baik.
“Maksud saya, mari kita gotong royong mengubah berbagai hal. Satu adalah tata ruang. Kedua, urusan data gunung yang belum bisa sinkron,” kata Megawati.
“Kalau kita cuma sharing tanpa follow up, bagaimana kita menolong rakyat? Rakyat itu kerap hanya pasrah. Dengan demikian, maka harus ada pelajaran dan simulasi sebelum bencana,” tegas Megawati.
Potensi Bencana
Megawati meminta kepada sejumlah pejabat Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin agar bersedia serius mengambil langkah koordinasi maupun kebijakan menghadapi kemungkinan bencana di Indonesia.
Megawati mengatakan dirinya bukan hendak mencari nama dengan aksi minta tolongnya itu. “Saya bukan mau cari nama. Apalagi yang saya mau cari? Saya sudah cukup kok,” kata Megawati.
Sambil berkelakar, Megawati bercerita pertemuannya dengan Presiden Jokowi. Dimana Megawati mengaku sudah bahagia mendapat uang pensiunan sebagai mantan anggota DPR, mantan presiden dan wakil presiden, serta nantinya sebagai Kepala Badan Pengarah BPIP. Baginya, itu semua sudah cukup untuk bisa memberi uang saku untuk cucu-cucunya.
Putri Proklamator RI Soekarno itu mengatakan dirinya meminta agar para pejabat negara pusat dan pemerintahan daerah perlu diskusi, duduk, hingga membuat keputusan bersama soal bencana. Sehingga bisa langsung diaplikasikan.
“Karena saya deg-degan melulu (tentang potensi bencana, red). Saya nyuwun tulung bener (minta tolong sekali, red). Karena ini buat rakyat, bukan buat saya. Tolong diurus sampai detil,” kata Megawati.
Megawati lalu berkisah pengalamannya bicara dengan mantan Wapres AS Al Gore dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Bhutan. Intinya, soal bahayanya krisis global warming yang akan berdampak besar ke Indonesia.
Kata Megawati, siklon seroja di NTT, secara teoritis sebenarnya tak mungkin terjadi. Namun malah terjadi. Ini mengingatkannya pada percakapannya dengan Al Gore, yang menyampaikan penelitian soal bahaya global warming.
Al Gore dan dirinya sepakat bahwa posisi Indonesia di ring of fire, dimana di atas permukaan dan di bawah permukaan selalu bergolak. Ditambah dengan pemanasan global yang membuat es mencair sehingga meningkatkan volume air laut.
“Saat saya ke Bhutan, Menteri Lingkungannya menceritakan Bhutan sedang dijaga Unesco. Sebab kita tahu dia di bawah pegunungan Himalaya. Es-esnya bukan sekedar mencair tapi patah-patah akibat global warming. Sehingga sampai bisa ada danau. Jika satu saja retak bisa disaster di sana,” urai Megawati.
“Ini bukan mau menakuti, tapi justru supaya kita mencari tahu,” tambahnya.
Bagi Megawati, manusia Indonesia juga harus berubah. Semisal, dengan meningkatnya potensi tsunami, maka hotel-hotel di pinggir pantai juga harus berubah. Perlu ada peran pemerintahan daerah (Pemda) soal tata ruang.
Di acara itu hadir Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Megawati pun meminta agar sang menteri memikirkan cara agar bersama-sama melakukan perubahan tata ruang yang ada demi menjawab ancaman akibat potensi bencana demikian.
“Lalu kita harus ajari rakyat juga supaya tak panik ketika terjadi bencana. Bisa kembali kepada kearifan lokal yang ada,” kata Megawati.
Megawati juga meminta secara khusus agar Pemerintah memberi perhatian kepada pemantauan aktivitas gunung api bawah laut di wilayah timur Indonesia.
“Terakhir, soal lempeng, ada disebut megathrust. Saya tak bisa bayangkan kalau dia bergerak seperti apa nanti,” kata Megawati.
Turut hadir sejumlah pejabat tinggi negara di acara itu. Seperti Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala BNPB Doni Monardo, Kepala Basarnas Marsda (TNI) Henri Alfiandi, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, dan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Secara virtual, hadir Mendagri Tito Karnavian, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan puluhan kepala daerah dari seluruh Indonesia. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang juga Pembina Badan Penanggulangan Bencana (Baguna), hadir langsung sebagai moderator acara.
Hasto sebagai moderator acara diskusi menyampaikantwrima kasih kepada Megawati yang telah mencanangkan “Gerakan Siaga Bencana” yang diinisiasinoleh BMKG.
Hasto lalu meminta agar Megawati menyerahkan secara virtual sebuah tas yang merupakan wujud launching Gerakan Budaya Siaga Bencana itu. Tas itu berjenis tas ransel berwarna merah, yang terinspirasi dari ransel warga Jepang yang selalu siap jika mendadak terjadi gempa dan tsunami di sana.
Hasto memanggil Doni Monardo dan Dwikorita Karnawati untuk ke depan panggung, menerima tas itu secara simbolis dari Megawati, dan secara fisik dari dirinya.
“Jadi ini seperti yang ada di Jepang seperti diceritakan oleh Bu Mega,” imbuh Hasto.
Kepala BMKG Dwikorita mengatakan bahwa di tahun 2002, saat masih menjadi wakil presiden, Megawati Soekarnoputri tampaknya mempunyai visi jauh ke depan soal bencana alam yang akan semakin meningkat di Indonesia. Sehingga mengantisipasi dengan menetapkan BMKG sebagai organisasi mandiri seperti saat ini.
“Berkat keputusan inilah BMKG bisa berkembang seperti saat ini, meskipun banyak hal yang mesti kita pelajari. Terima kasih kepada Ibu Presiden Kelima Bu Megawati yang telah membesarkan dan menguatkan BMKG,” ujar Dwikorita.
“Walau kami juga memohon maaf karena belum bisa mewujudkan korban nol, atau zero victim. Kami berkomitmen bekerja sama terus dengan aparat negara dan pemerintahan daerah membangun kesiapsiagaan bencana melalui program ini demi mencapai zero victim,” pungkas Dwikorita. [CHA]