MANGOENATMODJO tampil sebagai Ketua SI Delanggu di muka publik untuk pertama kalinya dalam rapat umum gabungan SH, SI, dan PFB di Delanggu, 29 Februari 1920. Tercatat hingga Mei 1920, Mangoenatmodjo setidaknya tampil dan berbicara di 20 rapat umum terbuka. Tak hanya menjadi pembicara pada rapat umum, Mangoenatmodjo sekaligus tampil sebagai tokoh pergerakan paling berpengaruh di pedesaan Surakarta.

Berbeda dengan kelompok kecil tempatnya semula mengajar, suara Mangoenatmodjo sekarang didengarkan ratusan, bahkan kadang ribuan orang, secara serentak. Muridnya pun meningkat pesat, dari hanya ratusan pada Maret 1920 menjadi 12.000 orang pada Mei 1920.

Tak seperti pemimpin-pemimpin pergerakan seperti Haji Misbach, Tjipto, atau Soerjopranoto yang tinggal di kota, Mangoenatmodjo tetap tinggal di desa dan selalu ada ketika orang datang membutuhkan ajaran dan nasihat-nasihatnya. Ia bisa dibilang tokoh pergerakan ndeso, dalam pengertian positif dan apresiatif. Umumnya, mereka yang datang adalah petani desa setelah seharian kerja di sawah atau di perkebunan tebu atau tembakau.

Murid-muridnya menyebut diri mereka sebagai anggota Sarekat Abangan sekaligus menganggap Mangoenatmodjo sebagai presidennya. Perkumpulan itu tak menarik iuran, tak ada daftar anggota, dan tidak mengeluarkan kartu. Tanpa status dan tanpa pemimpin yang dipilih, Sarekat Abangan justru menjadi kekuatan yang sesungguhnya.

Tak hanya bergabung ke SI Delanggu, rata-rata murid Mangoenatmodjo juga berasal dari SH serta sebagian dari Adhi Dharma. Bisa dibilang, Sarekat Abangan menjadi basis bersama tempat pergerakan modern seperti SH, SI, dan Adhi Dharma tumbuh.

Mengutip laporan Residen Surakarta kepada gubernur jenderal di Batavia, esensi seruan Mangoenatmodjo menyerukan Jawa harus menjadi milik orang Jawa dan Belanda tak punya hak. Melalui persatuan dan kesepakatan bersama, dia menjamin pribumi bakal sanggup mengusir ras Eropa itu.

Mangoenatmodjo juga mendesak pengikutnya agar berhenti mematuhi perintah penguasa atau polisi. Mereka tak perlu diikuti karena dianggap tidak jujur, tidak adil, dan hanya bekerja melayani pemilik modal. Dia memastikan, jika solidaritas pribumi cukup kuat akan dibentuk parlemen sendiri untuk menjalankan keadilan dan hukum untuk rakyat.