Manfaatkan Rumah Bersubsidi bagi yang Bergaji di Bawah Rp 4 Juta per Bulan

Koran Sulindo – Konstitusi kita menyatakan, hunian termasuk hak dasar seluruh warga Indonesia. Karena itu, negara wajib menyediakan akses yang luas kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan hunian yang baik.

Untuk menjalankan kewajiban itu, pemerintah pada April 2015 membuat Program Pembangunan Sejuta Rumah bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam program ini ada berbagai subsidi bagi kalangan MBR untuk dapat memiliki rumah sendiri.

Pembiayaan utamanya melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang menjamin MBR mendapatkan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 5% selama tenor kreditnya (15 tahun sampai 20 tahun).

FLPP ini diberikan khusus untuk kalangan pekerja dengan gaji maksimal Rp 4 juta atau Rp 7 juta untuk pembelian unit apartemen. Beberapa fasilitas lainnya yang diberikan mulai dari pembebasan Pajak Pertambahan Nilai 10%, uang muka ringan hanya 1%, bantuan uang muka sebesar Rp 4 juta, hingga bantuan pembangunan utilias dan sarana lain di perumahan. Harga rumahnya dipatok mulai Rp 130 jutaan-sampai Rp 165 juta, bergantung pada lokasinya

Dikutip dari website Bank BTN sebagai penyalur utama FLPP, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fasilitas rumah subsidi ini. Syarat itu antara lain pemohon harus sudah berusia 21 tahun; belum memiliki rumah dan belum pernah mendapatkan subsidi untuk perumahan dari pemerintah; telah bekerja minimal selama satu tahun, serta; memiliki NPWP, SPT Tahunan, dan PPh orang pribadi.

Kelengkapan lain yang harus dipenuhi antara lain slip gaji, SK pengangkatan pegawai atau surat keterangan kerja, surat nikah, kartu keluarga, surat keterangan domisili, dan surat keterangan dari RT/RW hingga kecamatan untuk membuktikan kalau belum memiliki rumah.

Dalam sebuah kesempatan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, banyaknya persyaratan tersebut untuk memastikan subsidi dan kemudahan yang diberikan tidak disalahgunakan dan tepat sasaran. “Ada dana negara di situ dan itu harus bisa dipertanggungjawabkan. Selama ini banyak yang menyebut aturan untuk mendapatkan fasilitas ini semakin sulit, karena kami ingin memastikan hanya yang berhak yang bisa menerima,” katanya.

Basuki menyebut, selama ini ada saja yang bisa mengakali fasilitas ini sehingga yang membeli kalangan rumah bersubsidi itu adalah orang yang tidak berhak atau rumah dibeli dengan maksud untuk investasi. Itulah sebabnya, Kementerian PUPR harus memastikan seluruh dana yang disalurkan ini bisa tepat sasaran, dengan terus aktif melakukan evaluasi untuk menutup celah terjadinya salah sasaran.

Dengan fasilitas ini, kalangan MBR bisa mencicil rumahnya sebesar Rp 800 ribuan sampai Rp 1 juta fixed selama masa tenor kreditnya. Namun, masyarakat tetap harus mengeluarkan dana lain, seperti biaya provisi sebesar 0,5% dari nilai kredit. Biaya lainnya adalah biaya administrasi untuk bank sebesar Rp 250 ribu dan untuk notaris yang besarannya bervariasi. Pada pelaksanaannya, beberapa bank juga tetap mewajibkan uang muka mencapai 5%. Jadi, kendati banyak kemudahan, calon pembeli tetap harus menyediakan dana.

Setelah seluruh proses dijalani dan melakukan akad kredit kemudian rumah berhasil dimiliki, syarat lainnya adalah rumah itu harus dihuni dan tidak boleh dialihkan kepemilikannya, minimal selama lima tahun.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan PUPR Khalawi Abdul Hamid menjelaskan, bila ekonomi pembeli rumah itu meningkat, dia harus pindah dari rumah tersebut dan rumahnya bisa dijual dengan harga sesusai harga pasar, untuk kembali disalurkan kepada yang berhak.

“Jadi penyaluran FLPP untuk mendapatkan rumah ini tidak main-main. Kami akan melakukan survei berkala dan kalau ada yang ketahuan rumahnya tidak dihuni selama setahun berturut-turut akan kami ambil lagi kepemilikannya. Kalau sampai ada yang ketahuan rumahnya dimiliki bukan oleh yang berhak, dia juga harus mengembalikan seluruh dana subsidi yang telah diberikan,” tuturnya.

Diungkapkan Abdul Hamid, realisasi program sejuta rumah yang dijalankan Kementerian PUPR hingga 26 Juli 2018 baru mencapai 488 ribu unit atau 48% dari target yang ditetapkan untuk tahun 2018 ini. “Realisasinya sekarang sekitar 488 ribu rumah,” katanya.

Diakui Abdul Hamid, target Program Sejuta Rumah selama ini tak pernah tercapai. Pada tahun 2017 saja, realisasi Program Sejuta Rumah hanya mencapai 904.758 unit, sedangkan realisasi di tahun 2016 hanya 805.169 unit. “Memang belum. Tapi, kami terus melakukan pembenahan, menggandeng seluruh stakeholders agar bisa tercapai,” ujarnya.

Toh, ia tetap optimistis. “Tahun lalu kan sudah hampir satu juta. Kami masih optimistis target satu juta rumah bisa tercapai tahun ini,” tutur Abdul Hamid. [HAN]