Ilustrasi: Aksi 112/ntmcpolri.info

Koran Sulindo – Aksi bela Islam yang marak belakangan ini sebenarnya bukan karena tidak menerima Pancasila atau ingin radikal dan tidak toleran.

“Sesungguhnya mereka mencari keadilan dan melakukan protes atas ketidakberesan agar jalannya negara dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila,” kata Mahfud MD, dalam dialog “Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme Guna Memperteguh Kebhinnekaan dalam Rangka Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa” di Pendopo Kabupaten Sleman, Jumat (5/5).

Menurut Mahfud, yang harus dijaga adalah penegakan  hukum dan keadilan agar tidak muncul ketidakpercayaan masyarakat (public distrust) yang dapat memunculkan pembangkangan (dissobeidence) yang dapat menjadi penyebab disintegrasi.

Banyaknya warga Muhammadiyah dan NU yang ikut dalam aksi-aksi 411 maupun 212 bukan karena pengikut Rizieq Syihab dan FPI, namun mereka hanya nunut protes.

NU dan Muhammadiyah, tuturnya, memang sudah bagus dalam menjalankan amar makruf namun kurang greget menjalankan nahi munkar.

“Nah peran nahi munkar inilah yang dijalankan Habib Rizieq. Setelah massa cair, para pendemo itu kembali ke NU dan Muhammadiyah dan tidak ada hubungannya lagi dengan aksi-aksi Habib Rizieq dan FPI,” katanya.

Mahfud juga mengingatkan yang harus terus didengungkan adalah membangun kesadaran bahwa perbedaan antar manusia adalah fitrah. Sebab, di mana pun kita akan pindah, pasti ketemu dengan perbedaan-perbedaan.

“Karena itu yang dikedepankan bukan perbedaan tetapi kesamaan-kesamaan, tujuan-tujuan yang sama, atau nilai-nilai yang sama yang disebut dengan kalimatun sawaa,” kata Mahfud.

Sementara Bupati Sleman Sri Purnomo dalam sambutannya mengatakan, pihaknya berharap acara ini bisa menyegarkan kembali semangat persatuan dan kesatuan.

“Terkait permasalahan intoleransi, di Sleman kami akui memang ada. Hanya, begitu muncul, berbagai pihak terkait segera berkomunikasi, dimusyawarahkan dan didamaikan,” kata Sri. [YUK]