Legenda Dewi Sri merupakan salah satu cerita rakyat yang paling dikenal di Nusantara, khususnya di kalangan masyarakat agraris di Jawa, Bali, dan Lombok. Dewi Sri diakui sebagai dewi padi, kesuburan, dan kemakmuran. Keberadaannya melambangkan kehidupan dan kesejahteraan, mencerminkan hubungan yang erat antara masyarakat Indonesia dengan pertanian yang menjadi tulang punggung kehidupan mereka.
Asal-Usul Dewi Sri
Dalam kisah yang beredar, Dewi Sri digambarkan sebagai seorang putri yang cantik dan bijaksana. Dalam versi yang paling terkenal di Jawa, ia adalah titisan dewa yang dikirim ke bumi untuk membawa kesejahteraan bagi umat manusia.
Nama Sri berasal dari bahasa sansekerta yang artinya kemakmuran, kekayaan, kesehatan, kecantikan, keberuntungan, namun ada yang menyebutkan Sri merupakan nama lain dari Dewi Hindu ”Laksmi.”
Dalam buku Le Carrefour Javanais. Essai d’Histoire Globale karya Denis Lombard, sosok mitologi Dewi Sri berasal dari India. Dalam kepercayaan agama Hindu Dewi Sri dipercaya sebagai Lakshmi atau istri dari Dewa Wishnu.
Pendapat berbeda diutarakan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti, pemujaan dewi padi di Nusantara sudah dilakukan sejak zaman prasejarah sebelum datang pengaruh Hindu-Buddha dari India.
Penemuan arca yang terbuat dari batu dan perunggu yang ditemukan di Indonesia berasal dari era Jawa kuno. Perbedaan antara Dewi Sri dan Murti Dewi Sri Lakshmi terlihat apabila mempelajari mudra (sikap tangan) dan laksana (atribut dan ciri-ciri) pada arca. Pada arca atau patung Lakshmi di India, seringkali terlihat memegang bunga padma atau teratai merah, bebeda dengan Dewi Sri yang selalu memegang padi.
Hal ini juga yang kemungkinan mendasari para Siplin, pemahat atau pembuat patung Jawa kuno sering menampilkan Dewi Sri sebagai dewi padi. Siplin pada masa Jawa kuno memiliki konsep yang berbeda mengenai Lakshmi di India, dimana Sri, selalu diindentikan dengan dewi padi.
Legenda lain menyebutkan bahwa Dewi Sri lahir dari tubuh seekor ular naga bernama Antaboga, salah satu makhluk mitologis dalam kepercayaan Jawa. Dalam kisah ini, setelah kematiannya, ia ditanam di tanah, dan dari tubuhnya tumbuh tanaman padi, jagung, serta berbagai bahan pangan lainnya yang menjadi sumber kehidupan bagi manusia.
Makna Filosofis Dewi Sri
Dewi Sri bukan hanya sekadar sosok mitos, tetapi juga simbol penting dalam budaya agraris. Masyarakat Jawa meyakini bahwa ia memberikan kesuburan bagi tanah dan hasil panen yang melimpah. Oleh karena itu, Dewi Sri menjadi lambang hubungan harmonis antara manusia, alam, dan kehidupan spiritual. Filosofi ini tercermin dalam tradisi bertani yang penuh rasa hormat terhadap alam, seperti tidak sembarangan menebang pohon atau mengabaikan ritual adat.
Ritual dan Tradisi Penghormatan Dewi Sri
Untuk menghormati Dewi Sri, masyarakat melaksanakan berbagai ritual dan upacara, terutama pada musim tanam dan panen. Beberapa tradisi yang terkenal antara lain:
1. Upacara Mapag Sri
Mapag Sri dalam masyarakat Jawa dan Sunda merupakan upacara yang dilakukan untuk menyambut datangnya panen raya. Kata Mapag mempunyai arti menjemput sedangkan Sri berati padi, jadi maksud dari Mapag Sri adalah menjemput padi atau panen. Upacara Mapag Sri ini dilakukan menjelang musim panen
Mapag Sri dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur bagi masyarakat kepada Tuhan yang Maha Esa dan berharap agar panen mereka berlimpah.
2. Sedekah Bumi
Upacara Sedekah Bumi dilakukan setelah panen, dan dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur karena telah diberika hasil panen yang berlimpah. Sedekah Bumi sendiri dilaksanakan ketika ”nahas tahun” atau dalam kalender Jawa bertepatan dengan bulan Sura/Muharam.
Legenda Dewi Sri bukan sekedar cerita atau mitos namun merupakan cerminan masyarakat agraris Indonesia yang bergantung pada alam. Selain mengajarkan rasa syukur, Dewi Sri juga mengajarkan bahwa kemakmuran bukan sekedar soal materi tetapi keseimbangan, keharmonisan antara manusia dengan alam. [IQT]