Ilustrasi

Koran Sulindo – Memasuki bulan Ramadhan biasanya masyarakat mengkonsumsi daging sapi cukup banyak. Terlebih saat lebaran tiba, banyak hidangan yang disajikan dengan menu daging sapi. Karena itu, sangat perlu diperhatikan kadar kolesterol yang dikandung dalam daging sapi, agar  tetap sehat dan bugar selama  menjalankan ibadah puasa dan setelahnya.

Sebuah upaya preventif telah ditemukan oleh Fakultas Peternakan UGM dan Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Kedua institusi pendidikan ini berhasil menemukan pakan yang mampu menurunkan kadar kolesterol pada daging sapi. Yakni, sapi-sapi tersebut perlu diberi pakan campuran kulit buah kakao (KBK) – yang banyak ditemukan di sekitar lingkungan peternak – dengan jerami jagung.

“Hasil penelitian yang kami lakukan ternyata menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi pakan KBK dicampur dengan jerami jagung, mempunyai rata-rata kandungan kadar kolesterol 62,5 mg/100g,” ujar Peneliti Senior Fapet UGM Edi Suryanto, Ph.D, kepada wartawan di kampus UGM, Kamis (25/5).

Diungkapkan Edi, secara umum sapi Bali yang pakan utamanya tidak dicampur KBK mempunyai rata-rata kandungan kadar kolesterol 80-100 mg/100g. Dan nyatanya, setelah diberi pakan yang dicampur KBK, kandungan kolesterol di daging sapi rata-rata  62,5 mg/100g.

“Jadi, menurunnya tingkat kolesterol daging sapi dipastikan akan menurunkan konsumsi daging berkolesterol tinggi bagi masyarakat yang mengkonsumsi daging tersebut,” tutur Edi lagi.

Selain itu, menurut Edi, dampak lain pencampuran KBK ke dalam pakan ternak sapi juga menghasilkan beberapa kelebihan. Pertama, kandungan karkas (daging dan tulang) tercatat sebesar 52,4%. Kedua, area mata rusuk atau rib eye area daging sapi seluas 58,6 cm2.

“Karena itu, untuk mencapai hasil penurunan kolesterol yang maksimal, KBK perlu difermentasi sehingga meningkatkan kualitas dan kecernaan KBK jadi dapat dikonsumsi sapi secara optimal,” terang Edi.

Pemberian KBK saat ini oleh Edi dipandang sangat tepat, mengingat saat ini pakan ternak selalu kurang atau langka di musim kemarau. Sementara, produksi KBK sangat melimpah di Indonesia. Karena itu produksi KBK dapat memenuhi kebutuhan pakan sapi, sehingga sapi dapat tumbuh dan memproduksi daging yang optimal serta rendah kolesterol.

Oleh karena itu, lanjut Edi, kulit buah kakao perlu diproses dan disosialisasikan pada peternak untuk menjadi pakan sapi. Integrasi antara peternakan sapi dan perkebunan kakao perlu dilakukan. “Adanya integrasi dan kolaborasi bidang peternakan dengan perkebunan kakao dapat menjadi solusi kekurangan pakan di musim kemarau,” ujar Edi.

Dengan adanya penemuan ini, menurut Edi, peternakan sapi akan menjadi lebih bergairah dan dapat menopang pemerintah dalam rangka swasembada daging di dalam negeri. “Pemikiran ini sebaiknya diimplementasikan secara efektif. Sehingga target dan kolaborasi pemerintah dengan akademisi terwujud optimal,” kata Edi.

Kontribusi Kongkrit

Pengamat Kebijakan Publik Bidang Sosial Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Sri Handiman Supyansuri mengapresiasi langkah Fakultas Peternakan UGM – Unram dalam memberikan edukasi penting kepada masyarakat, khususnya dalam peningkatan kualitas daging sapi.

Ditekankan, upaya pencegahan meningkatnya jumlah masyarakat yang mengidap berbagai penyakit sebagai akibat tingginya kadar kolesterol, harus dilakukan sejak awal. Bahkan sejak memilih jenis konsumsi yang akan dinikmati.

“Ini namanya upaya preventif yang sederhana namun penting untuk dilakukan,” kata Handiman.

Handiman menilai Fakultas Peternakan UGM dan Unram telah berkontribusi besar. Ia berharap kampus-kampus lain di seluruh Indonesia harus berani berkontribusi aktif seperti yang dilakukan UGM dan Unram, terutama dalam membangun sumber daya manusia melalui asupan konsumsi masyarakat.

“Menghadapi bulan puasa saat ini dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat harus terus diedukasi untuk menjaga tubuh dan rohaninya, baik melalui konsumsi makanan maupun melalui konsumsi ibadah yang dijalankan,” tutur Handiman. [YUK]