Kreatifitas Gen Z di Indonesia Terhalang Realitas

OPINI-Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sebuah fakta yang memprihatinkan: 9,9 juta penduduk berusia 15-25 tahun di Indonesia tidak mengikuti pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan dalam rentang tahun 2021-2022.

Angka ini mencerminkan betapa seriusnya masalah pengangguran di kalangan Generasi Z, yang sebagian besar didominasi oleh perempuan muda sebanyak 5,73 juta orang, sementara sisanya 4,17 juta adalah laki-laki muda.

Generasi Z, yang terdiri dari individu kelahiran 1997-2012, berada di era keemasan teknologi. Namun, ironi terjadi ketika banyak dari mereka, terutama yang berasal dari keluarga kelas bawah, tidak mendapatkan perhatian yang layak dan tidak memiliki akses ke fasilitas pendidikan dan pelatihan yang memadai.

Hal ini berakibat pada sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan, terutama karena banyak perusahaan lebih memilih kandidat yang sudah berpengalaman dan menetapkan batas usia maksimal 25 tahun dengan minimal pengalaman kerja satu tahun.

Sementara itu, lulusan fresh graduate dari perguruan tinggi mayoritas berusia antara 22-25 tahun, yang berarti mereka sudah berada di batas usia maksimal yang diinginkan oleh banyak perusahaan.

Fenomena ini diperburuk oleh praktik nepotisme, penggunaan perantara atau calo, dan maraknya penipuan lowongan pekerjaan yang semakin menyulitkan Gen Z untuk memasuki dunia kerja.

Padahal, Gen Z dikenal sebagai generasi yang lahir di era teknologi dengan tingkat kreativitas dan potensi yang tinggi, yang seharusnya menjadi aset berharga bagi pembangunan bangsa.

Lebih lanjut, populasi pengangguran ini didominasi oleh lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan SMK dengan permintaan pasar tenaga kerja menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan SMK.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah berupaya menurunkan angka pengangguran dengan berbagai langkah, salah satunya adalah bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

Melalui kerja sama ini, KADIN diharapkan dapat membantu memetakan kebutuhan pasar kerja dan menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan industri.

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki, menyebutkan bahwa meski jumlah pengangguran masih tinggi, Indonesia telah mengalami penurunan angka pengangguran sebesar 0,97% setelah pandemi Covid-19 usai.

Di tahun 2023, jumlah pengangguran berada pada angka 22,5%. Meskipun penurunan ini memberikan sedikit harapan, namun angka pengangguran yang masih tinggi di kalangan Gen Z menuntut perhatian dan tindakan lebih serius dari berbagai pihak.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan.

Reformasi kurikulum, peningkatan akses dan kualitas pelatihan, serta pembukaan kesempatan kerja yang lebih inklusif dan adil, menjadi langkah penting yang harus segera diambil.

Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa potensi besar Gen Z dapat dioptimalkan untuk mendorong kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia di masa depan. [UN]