Sulindomedia – Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta menindaklanjuti dokumen finansial Panama Papers dari sebuah firma hukum asal Panama. Dalam daftar tersebut memuat dokumen berupa 4,8 juta email yang melibatkan 2.961 nama orang Indonesia. Bahkan, nama Ketua BPK ada di dalam daftar Panama Paper dan apalagi sampai sekarang tidak lapor LHKPN.
Demikian disampaikan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Sujanarko dalam seminar “Panama Papers: Pengelapan Pajak, Pencucian Uang dan Korupsi, serta Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia” yang berlangsung di FEB UGM, Jumat (22/4/2016). “Aparat penegak hukum dan Dirjen Pajak perlu mengusut tuntas. Kalau di dalam negeri tidak mengusut, sangat sulit apabila kita meminta bantuan negara luar untuk membantu,” ujarnya.
Menurut Sujanarko, dokumen Panama Papers yang sebenarnya sudah ada sejak 2006 itu, jika tidak diusut tuntas, negara luar akan enggan membantu. Bahkan Sujanarko mengakui Tingkat kebenaran dokumen tersebut. Ia lantas mencontohkan salah satu tersangka korupsi Alat Kesehatan kota Tanggerang Selatan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang ditangkap KPK. Wawan diketahui memiliki koleksi banyak mobil mewah namun SPT tahunan hanya Rp 3 juta. “Wawan yang ditangkap KPK SPT tahunanannya hanya Rp 3 juta, bisa jadi lebih kecil dari pajak warteg,” ujarnya.
Karenanya Sujanarko mendesak segera saja adanya data di Panama Papers yang menyebutkan adanya upaya penggelapan pajak dan pencucuian uang yang dilakukan pengusaha dari Indonesia segera diusut tuntas. Bila tidak maka Indonesia Akan mengalami kesulitan untuk mendapat bantuan dari negara luar untuk mengusut data di Panama Papers.
KPK selama ini juga sudah sejak 2004 aktif Membantu negara lain yang tengah memburu koruptor yang selama ini berada di Indonesia. “Makanya saat kita memburu koruptor, ada 11 negara ikut membantu sebagai volunter,” ujarnya.
Sementara itu Dr. Bimo Wijayanto, dari Kantor Staf Presiden, mengatakan data dari Panama Papers masih perlu dibuktikan tingkat kebenarannya agar bisa dijadikan alat bukti mengusut kasus penggelapan pajak.” Memang tahap sangat panjang, namun adminitrasi perpajakan harus advance,” katanya.
Bimo juga mengatakan sementara ini belum ada kerja sama tax treaty (perjanjian perpajakan) antara Indonesia dan Panama. “Kita perlu mendorong perjanjian kerja sama Indonesia dan Panama. Yang bisa diajukan paling dekat adalah melihat tax amnesti sebagai pintu masuk,” ujarnya lagi.
Sedangkan Ekonom UGM Dr Rimawan Pradiptyo mengatakan Undang-Undang perpajakan, undang perbankan dan UU Tipikor yang ada saat ini tertinggal dari negara lain. Sehingga ketika muncul dokumen Panama Papers, aparat penegak hukum seolah tidak bisa berbuat banyak apalagi kejahatan finansial dilakukan di negara lain. “Penegak hukum seharusnya mengejar ketertinggalan, mengikuti pola dan inovasi kejahatan sehingga dibuat sistem penanggulangannya,” tegasnya. [YUK]