Rempah-rempah asal Indonesia diperdagangkan sebagai komoditas Jalur Sutra (KordaNews)

Suluh Indonesia – Jalur Sutra yang terbentang ribuan kilometer, menghubungkan wilayah Timur dan Barat. Merupakan jalur utama yang digunakan untuk perdagangan berbagai komoditas selama ratusan tahun. Hingga kini, belum ada catatan resmi dan lengkap tentang jenis-jenis komoditas barang yang diperdagangkan.

Namun, sesuai nama Jalur Sutra yang disematkan, sutra merupakan produk komoditas andalan para pedagang. Alasannya, sutra sangat ringan untuk dibawa, dan pada masa itu dianggap memiliki nilai yang setara dengan emas. Sutra diperdagangkan dalam bentuk mentah, gulungan, barang jadi seperti permadani, pakaian, perhiasan, bahkan karpet.

Orang Romawi, terutama wanitanya, tergila-gila pada sutra Tiongkok. Sebelum itu, orang Romawi biasa membuat pakaian dari kain linen, kulit binatang, dan kain wol. Sekarang mereka beralih ke sutra. Mengenakan pakaian sutra menjadi simbol kekayaan dan status sosial yang tinggi bagi mereka.

Material seperti sutra yang kala itu hanya diproduksi di Tiongkok, akhirnya didapati penggunaannya di Eropa. Sutra dari Tiongkok pun menjangkau wilayah Mediterania pada abad kedua sebelum Masehi. Sutra telah menjadi komoditas pertama yang diekspor secara besar-besaran dari Timur ke Barat.

Komoditas ini pula yang membuat jalur perdagangannya disebut Jalur Sutra. Perdagangan di sepanjang Jalur Sutra ini, pada akhirnya ternyata berpengaruh pada pertukaran dan bisnis yang bersifat mendunia, yang di era sekarang lebih kita kenal dengan istilah globalisasi.

Namun, sutra bukan satu-satunya produk yang dibawa pedagang Tiongkok yang melewati Jalur Sutra. Para pedagang juga membawa rempah-rempah, porselen, dan barang lainnya sepanjang 6.500 km untuk dijual atau dibarter. Barang-barang komoditas lainnya ini mencakup parfum, permata, karang, gading, bulu, bubuk mesiu, manik-manik kaca, dan banyak lainnya.

Sementara itu, barang komoditas yang dibawa oleh pedagang Eropa ke Tiongkok untuk dijual atau dibarter juga banyak jenisnya. Di antaranya, giok, anggur, budak, hewan, pecah belah, wol, dan gelas khas Mediterania. Ya, budak menjadi salah satu komoditas yang diperdagangkan di Jalur Sutra.

Barang-barang komoditas mengalir dari Timur ke Barat dan sebaliknya. Ini membuat permintaan atas barang-barang eksotik dan mewah meningkat terutama di kawasan Mediterania, Basin, India, dan Cina. Tak ayal, para pedagang mendulang untung dari bisnis yang berjalan mulus di Jalur Sutra.

Rempah-rempah yang berasal dari wilayah Indonesia menjadi komoditas penting di Jalur Sutra. Sebagai penyedap masakan, pengawet makanan, atau untuk diperjualbelikan lagi di Eropa. Rempah-rempah yang populer meliputi cengkih, lada, jintan, jahe, pala, kunyit, dan kayu manis.

Permintaan rempah-rempah juga tak main-main peningkatannya. Aroma laba bisa dicium para pedagang yang memasok kayu manis, lada, jahe, pala, kapulaga, dan cengkih, serta banyak komoditas rempah-rempah lainnya.

Perdagangan rempah-rempah berhasil membuat negara produsennya, seperti India, merasakan pertumbuhan ekonomi yang bagus. Namun, rempah-rempah dari Jalur Sutra pula yang kemudian menggiring terjadinya hubungan serius Eropa dengan Asia Tenggara dan memunculkan semangat kolonialisme dari Eropa.

Komoditas lain yang juga masuk dalam daftar diperdagangkan di Jalur Sutra adalah beras dan gula. Beras semula datang dari Tanjung Harapan, sementara gula berasal dari Persia, Benggala, dan Jepang. Komoditas beras ini kemudian memunculkan gagasan pembudiyaan padi secara besar-besaran di masa Orde Baru, untuk dijadikan makanan pokok bangsa Indonesia.

Tentu saja, perdagangan di Jalur Sutra juga menyediakan barang lain yang diinginkan konsumen seperti pengharum, batu mulia, mutiara, kuda, tempurung penyu, gading, cula, pewarna, hingga giok. Permintaan giok terbilang tinggi karena dijadikan hadiah istimewa bagi para wanita, dan pasokan ke Eropa pun terbatas. [AT]

Baca juga: