RA Kartini(Wikimedia Commons)

Bagaimana jadinya jika seseorang yang hidup di tengah kompleksitas sistem kolonial, namun memilih untuk menjadi pembela keadilan bagi rakyat yang tertindas. Seorang pejabat tinggi yang tidak hanya menjalankan tugas administratif, tetapi juga mengguncang tatanan yang mapan dengan gagasan tentang kesetaraan dan pendidikan.

Nama Jacques Henrij Abendanon mungkin tak setenar Kartini, tetapi kontribusinya sebagai pendukung utama Politik Etis dan perjuangan pendidikan perempuan pribumi telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Indonesia.

Artikel ini akan menelusuri perjalanan hidup dan pemikiran Abendanon, sosok yang tidak hanya menjadi pelopor reformasi sosial di Hindia Belanda, tetapi juga berperan penting dalam mengabadikan gagasan cemerlang Kartini untuk dunia. Mari kita mengenal lebih dekat tokoh ini dan memahami bagaimana idealisme dan keberaniannya memengaruhi wajah kolonialisme pada masanya.

Latar Belakang Kehidupan

Jacques Henrij Abendanon (1852–1925) adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam konteks Politik Etis. Lahir di Paramaribo, Suriname, pada 14 Oktober 1852, dan wafat di Monako pada 13 Desember 1925, Abendanon memiliki peran besar dalam memajukan pendidikan dan hak-hak pribumi selama menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda pada 1900–1905. Sosok ini tidak hanya berperan sebagai pejabat pemerintah, tetapi juga seorang reformis yang memandang kesetaraan dan pendidikan sebagai kunci kemajuan.

Abendanon lahir dari keluarga Yahudi keturunan Portugis-Brasil. Ayahnya, Simon Abendanon, adalah seorang bankir sukses yang mendirikan Bank Suriname. Jacques kecil pindah ke Belanda pada usia sepuluh tahun untuk menempuh pendidikan. Ia menyelesaikan studi hukum di Leiden pada 1874 sebelum merintis karier di Hindia Belanda.

Setelah lulus dari Lembaga Hindia Belanda, Abendanon mulai bekerja di sektor peradilan di Jawa. Ia memegang berbagai posisi penting, termasuk ketua Landraad di Pati dan anggota Dewan Kehakiman di Batavia. Pengalaman ini membuka matanya terhadap ketidakadilan sistem hukum kolonial yang sering meminggirkan penduduk pribumi.

Sebagai pejabat tinggi, Abendanon dikenal sebagai pendukung utama Politik Etis, sebuah kebijakan kolonial yang berfokus pada pendidikan, irigasi, dan migrasi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi.

Sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan, ia memperjuangkan pendidikan berbasis Barat untuk anak-anak pribumi, termasuk perempuan sesuatu yang revolusioner pada masa itu.

Persahabatan dengan Kartini

Abendanon memiliki hubungan erat dengan R.A. Kartini, ikon emansipasi perempuan di Indonesia. Perkenalan mereka terjadi melalui rekomendasi Snouck Hurgronje, seorang orientalis terkenal.

Abendanon dan istrinya, Rosa Manuela Abendanon, sering berinteraksi dengan Kartini dan adik-adiknya, Roekmini dan Kardinah. Nyonya Abendanon bahkan membimbing Kartini dalam diskusi tentang pendidikan dan ide-ide progresif.

Namun, hubungan ini tidak sepenuhnya harmonis. Abendanon sempat menghalangi keinginan Kartini untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda. Keputusan ini didasari oleh kekhawatirannya bahwa keberadaan perempuan pribumi di luar negeri dapat mengganggu “moral” Politik Etis. Meskipun demikian, Abendanon tetap mendukung gagasan Kartini tentang pentingnya pendidikan untuk perempuan.

Setelah Kartini meninggal pada usia muda, Abendanon mengumpulkan dan menerbitkan surat-surat Kartini dalam buku Door Duisternis tot Licht (Dari Gelap Menuju Terang) pada tahun 1911. Buku ini memperkenalkan pemikiran Kartini kepada dunia, sekaligus menjadi warisan abadi yang menginspirasi perjuangan emansipasi perempuan.

Pandangan tentang Kesetaraan

Abendanon adalah salah satu pejabat kolonial Belanda yang secara terbuka menentang diskriminasi rasial. Dalam berbagai tulisan dan kuliah, ia menegaskan pentingnya perlakuan setara bagi semua penduduk Hindia Belanda, tanpa memandang ras atau warna kulit. Sikap ini sebagian dipengaruhi oleh pengalamannya sebagai hakim yang melihat ketidakadilan sistem hukum kolonial.

Ia juga terinspirasi oleh gagasan universalisme keagamaan, yang mengedepankan persatuan umat manusia. Abendanon meyakini bahwa agama harus menjadi alat untuk menyatukan, bukan memecah-belah, dan menyerukan kerja sama antaragama demi kemanusiaan.

Jacques Henrij Abendanon adalah figur yang memadukan idealisme dengan aksi nyata. Perannya dalam mempromosikan pendidikan, khususnya untuk perempuan pribumi, menjadikannya salah satu pelopor reformasi sosial di Hindia Belanda.

Meski berada dalam sistem kolonial, ia berusaha memanfaatkan posisinya untuk membawa perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat pribumi.

Melalui dukungannya terhadap Kartini dan komitmennya pada kesetaraan, Jacques Henrij Abendanon memberikan kontribusi signifikan pada sejarah Indonesia. Warisannya tetap hidup, terutama dalam semangat emansipasi dan pendidikan yang terus menjadi dasar pembangunan bangsa hingga hari ini. [UN]