Mendirikan Sekolah Keterampilan dan Bakat

Sekolah atau Madrasah Muallimin yang didirikan Abdul Halim pada tahun 1932 dianggap berbeda di zamannya. Sekolah yang bernama Santi Asromo itu memiliki keunikan karena di dalamnya terdapat kurikulum praktik pertanian, pertukangan, hingga kerajinan tangan untuk mengembangkan minat dan bakat remaja Majalengka yang mengenyam pendidikan. Inilah cikal bakal pondok pesantren sistem Mu’allimin di samping Gontor.

Tapi sayang, ketika tentara Jepang mulai masuk ke Indonesia di tahun 1942, beragam organisasi politik dan keagamaan pun dibekukan, termasuk Persjarikatan Oelama yang ia bentuk bersama kedua sahabatnya.

Namun, ia pun terus membuktikan dengan kembali mengajukan pendirian organisasi, dan pada tahun 1943 dan usahanya pun tak sia-sia. Tetapi namanya diganti menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI).

Sembilan tahun kemudian, pada 1952, organisasi POI mengadakan fusi dengan Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) yang didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi, dan organisasi itu diberi nama Persatuan Ummat Islam atau PUI, dan KH. Abdul Halim pun diangkat sebagai ketua pertamanya.

Di masa agresi militer Belanda, ia turut berperan aktif dalam membantu pendistribusian logistik kepada para pejuang Indonesia. Ia juga sempat terlibat sebagai Anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Dari kegigihannya itu, Residen Cirebon saat itu mengangkat sosok Abdul Halim sebagai Bupati Kabupaten Majalengka. Sebagai ulama yang berwawasan kebangsaan dan persatuan, ia menentang gerakan Darul Islam pimpinan Kartosuwiryo, walaupun ia tinggal di daerah yang dikuasai oleh Darul Islam. la juga merupakan salah seorang tokoh yang menuntut pembubaran Negara Pasundan ciptaan Belanda.

Dalam periode tahun 1950-an Abdul Halim pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat dan kemudian menjadi anggota Konstituante. Ulama besar tanah Pasundan ini menghadap Ilahi pada 7 Mei 1962 dan dikebumikan di Ponpes Santi Asromo, Majalengka dalam usia 74 tahun.

Hingga saat ini, salah satu warisan beliau yang masih bertahan adalah organisasi PUI, termasuk ratusan sekolahdan pondok pesantren PUI yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia.

Hal unik dari beliau, ia sama sekali tidak pernah disekolahkan oleh kedua orang tuanya di sekolah-formal (sekolah Belanda pasa saat itu). Dengan alasan sekolah tersebut tidak mengajarkan agama Islam.

Saat ini pemerintah Kabupaten Majalengka terus berbenah diri dengan segala aspek pembangunan dari berbagai sektor untuk menunjang keberadaan Bandara Internasional Kertajati.

Masyarakat pun mendesak Pemerintah agar menetapkan nama Bandara Kertajati menjadi Bandara KH. Abdul Halim, sebagai tokoh Pahlawan Nasional dari Majalengka.

Keberadaan PUI sudah hadir sangat lama, lahir sebelum negara Indonesia merdeka bahkan ikut mendirikan Republik Indonesia, dan hadirnya PUI ditandai dengan adanya gerakan nasional di Majalengka yang diinisiasi oleh KH. Abdul Halim.

PUI sampai saat ini masih eksis, dan diyakini sebagai suatu tonggak perjuangan di mana pun dilakukan dengan keikhlasan dan ketulusan akan membawa maslahat bagi kepentingan masyarakat.

Sejak berdiri, organisasi ini mengemban tugas-tugas keislaman dan tugas suci menyebarkan pendidikan sejalan dengan tujuan Indonesia maju serta menjadikan PUI ini semakin besar. [WIS]