Pertunjukan keroncong pada 1905-1915 (Foto Tropen Museum)

 

Suluh Indonesia – Keroncong telah menjadi musik yang ramah di telinga masyarakat dunia. Di Nanning International Folk Song Art Festival 2019, Guangxi, Tiongkok, seorang mahasiswi Indonesia, Esther Helen, melantunkan lagu terkenal “Bengawan Solo” yang memukau ratusan penonton. Peraih juara ketiga China’s Got Talent 2019 itu juga menyanyikan lagu ciptaan Gesang dalam versi bahasa Mandarinnya dengan tak kalah indah.

Lain lagi di galeri Freer & Sackler Smithsonian, Washington D.C, Amerika Serikat, penonton disapa dengan lagu Keroncong Moritsko, Jali-jali, Keroncong Kemayoran, Ayo Ngguyu, Gado-Gado, dan Yen Ing Tawang Ana Lintang yang dibawakan oleh Endah Laras, Danis Sugiyanto, dan grup keroncong Rumput asal University of Richmond, Virginia, AS.

Uniknya, seluruh personel grup keroncong Rumput adalah warga negara AS. Grup musik keroncong pimpinan Profesor Andy McGraw ini juga tak kalah populer di media sosial. Lagu Jali-jali dan Walang Kekek yang mereka unggah di kanal Youtube telah ditonton lebih dari 1,1 juta kali. Ini menunjukkan betapa tingginya antusias masyarakat dunia pada musik keroncong.

Di Indonesia sendiri, keroncong mulai digandrungi anak-anak muda dan menjadi tren musik terbaru sejak konser-konser Didi Kempot yang dijuluki “The Godfather of Broken Heart” selalu penuh sesak pada 2019. Sad Boys dan Sad Girls, istilah penggemar Didi Kempot, tidak segan-segan menggelontorkan uang untuk membeli tiket konsernya.

Lirik-lirik lagunya yang bernada keroncong-dangdut dan keroncong-campursari dalam bahasa Jawa ini dianggap mewakili perasaan Sobat Ambyar, panggilan penggemar Didi Kempot, dalam mengekspresikan kedalaman dan kepahitan cinta mereka.

Buktinya, ribuan anak muda dalam konser-konsernya selalu ikut menyanyikan lagu-lagu hits “Bapak Patah Hati Nasional” seperti Pamer Bojo, Stasiun Balapan, Cidro, Pantai Klayar, Layang Kangen, Kalung Emas hingga Ambyar.

 

Asal Mula Keroncong

Ekspedisi Portugis yang dipimpin Afonso de Albuquerque ke Malaka dan Maluku pada 1512 menjadi awal mula masuknya keroncong ke Indonesia. Tentu saja, para pelaut Portugis itu dahulu membawa lagu berjenis Fado, yaitu lagu rakyat Portugis bernada Arab.

Pada 1661, VOC membebaskan tawanan Portugis dan budak asal Goa (India) di Kampung Tugu, Jakarta. Seni musik ini pun lambat laun berasimilasi dengan masyarakat lokal dan berkembang di tengah-tengah mereka.

Musik keroncong baru lahir pada 1880-an dengan adanya pengaruh dari musik Hawai yang memakai ukulele. Ukulele menjadi alat musik utama dalam keroncong. Bahkan, nama keroncong diambil dari suara yang keluar dari alat musik keroncong yaitu gitar frounga, gitar monica dan gitar jitera yang berbunyi krong-krong-krong, dan ukulele yang berbunyi crong-crong-crong. Jadilah musik ini disebut dengan musik keroncong.

Karena musik ini berawal di Kampung Tugu, maka jenis musik ini pada mulanya dinamakan sebagai Keroncong Tugu. Keroncong Tugu dahulu dimainkan pada upacara Pesta Panen dan pesta pertemuan keluarga. Musik Keroncong Tugu berirama lebih cepat dibanding musik keroncong Solo atau Yogyakarta yang berirama lebih lambat.

Dalam perkembangan selanjutnya, baik alat musik maupun jumlah pemain menjadi bertambah. Penggunaan alat musik lain seperti suling, gendang, rebana, mandolin, cello kempul, biola, dan triangle (besi segitiga) turut menyemarakkan musik keroncong. Lagu yang semula hanya empat buah, ”Moresco”, ”Nina Bobo”, ”Founga”, dan ”Kafrinyo” bertambah dengan ”Irama Stambul” dan ”Irama Melayu”.

Irama keroncong pada Masa Stambul/Tempo Doeloe (1880-1920) yang berkembang di Jakarta (Tugu, Kemayoran, dan Gambir) memainkan irama yang cepat. Musisi keroncong yang populer saat itu antara lain Atingan, J. Dumas, Jan Schneider, Kramer, M. Sagi, Any Landow, dan Ismail Marzuki.

Sedangkan setelah pusat perkembangan keroncong pindah ke Solo (Masa Keroncong Abadi: 1920-1960) iramanya menjadi lebih lambat dan rileks. Tokoh yang populer saat itu ada Kusbini, Bram Atjeh, Tan Tjeng Bok, dan Gesang.

Didi Kempot (Foto Arif Julianto Okezone)

Pada Masa Keroncong Modern (1960-2000) semua aturan baku (pakem) musik Keroncong tidak berlaku, karena mengikuti pengaruh musik Pop yang berlaku universal, sehingga muncul keroncong berbentuk Langgam Jawa, Keroncong Beat, Campursari, Keroncong Koes-Ploes, dan Keroncong Dangdut. Para musisi keroncong yang terkenal yaitu Anjar Any, Waljinah, Idris Sardi, Manthous, Koes Plus, dan Didi kempot.

Di Masa Keroncong Millenium (2000-kini), muncul Keroncong Protol yang berhasil memadukan musik gaya Rap oleh Bondan Prakoso, dan ada juga Congrock, yang memadukan musik rock dengan musik keroncong.

Di Masa Keroncong Modern hingga Milenium inilah masa kejayaan musik Keroncong. Keroncong sering diputar di berbagai stasiun radio dan televisi, media sosial dan jejaring internet, tersebar kemana-mana, bahkan tokoh-tokoh keroncong Indonesia seperti Didi Kempot sering diundang tampil di mancanegara. [Ahmad Gabriel]

Baca juga: