Ilustrasi/suara.com-Tyo

Koran Sulindo – Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan pembenahan manajemen internal adalah upaya agar LIPI tidak bubar.

“Saya memperjuangkan LIPI supaya tidak bubar. Tidak ada pemecatan pegawai non-PNS, apalagi PNS. Sejak awal itu juga tidak ada,” kata Laksana, dalam pertemuan dengan para profesor dan peneliti yang berunjuk rasa di Gedung LIPI, Jakarta, Jumat (8/2/2019), seperti dikutip antaranews.com.

Menurut Laksana, LIPI segera melakukan reorganisasi tahap I dengan pembenahan organisasi dan tata kelola satuan kerja pendukung penelitian. Proses ini akan membuat satuan kerja teknis penelitian akan fokus pada penelitian dan tidak lagi dibebani dengan tugas dan fungsi administrasi, kecuali untuk fungsi keuangan untuk mengelola keuangan satuan kerja.

Sementara reorganisasi tahap II akan difokuskan pada penajaman tugas dan fungsi satuan kerja eselon III dan IV.

“Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki critical mass dan mengurangi biaya rutin yang cukup besar,” katanya.

Sedangkan tahap terakhir adalah penajaman kompetensi di satuan kerja teknis penelitian setingkat eselon II serta peningkatan status beberapa satuan kerja teknis penelitian setingkat eselon III.

“Hal ini sangat penting untuk meningkatkan posisi dan diferensiasi satuan kerja LIPI terkait di bidang yang sesuai dengan kompetensinya agar mampu bersaing di kancah nasional dan internasional,” katanya.

Reorganisasi dan redistribusi bertujuan mengurangi beban administrasi pada peneliti sehingga aktivitas penelitian dapat naik secara signifikan.

“Yang kita lakukan adalah redistribusi. Kenapa kita harus melakukan redistribusi? Jadi, redistribusi itu kita lakukan terkait dengan reorganisasi struktur administrasi pendukung, itu sebabnya fokusnya itu adalah di empat biro dan empat pusat ditambah struktur administrasi pendukung di semua satuan tugas,” kata Laksana.

Sementara itu Profesor Syarif Hidayat dari LIPI, salah seorang profesor yang ikut berunjuk rasa, mengatakan dirinya cinta reformasi tapi reorganisasi harus dilakukan dengan syarat menegakkan secara utuh marwah LIPI.

“Kami bukan antireformasi. Kami tidak antireorganisasi dan redistribusi SDM. Tapi reorganisasi dengan syarat, satu, menegakkan secara utuh marwah LIPI. Kedua, reorganisasi yang dilakukan dengan prinisp akuntabel, transparan, inklusif dan humanis, ini yang tampaknya tidak ditegakkan sehingga dalam impelementasinya itu terlihat sekali reorganisasi kita dilaksanakan tanpa renstra,” kata Syarif.

Adapun Profesor Dewi Fortuna Anwar menyayangkan tersumbatnya jalur komunikasi untuk memahami kebijakan terbaru.

“Tidak perlu ada demo kalau aspirasi bisa disambut dan diterima dengan baik, berarti ada sesuatu yang salah di sini,” kata Dewi.

Dalam aksi damai itu, para profesor dan peneliti LIPI mengajukan 5 tuntutan. Pertama,  menghentikan untuk sementara atau moratorium kebijakan reorganisasi LIPI; kedua membentuk tim evaluasi reorganisasi LIPI yang beranggotakan perwakilan dari masing-masing kedeputian; mengkaji ulang kebijakan reorganisasi LIPI dengan melibatkan seluruh sivitas LIPI secara inklusif, partisipatif dan humanis.

Ke-4, merumuskan visi, rencana strategis dan peta jalan LIPI dengan tahapan yang terukur dan jelas; dan terakhir, selama proses pengkajian ulang berlangsung maka tata kelola LIPI dikembalikan pada struktur sesuai dengan Peraturan Kepala (Perka) LIPI Nomor 1 Tahun 2014.

DPR

Sebelumnya, Rabu (6/2/2019) lalu sekitar 100 pegawai LIPI mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melaporkan kebijakan Kepala LIPI yang dinilai merugikan pegawai, di antaranya akan merumahkan sekitar 1.500 pegawai.

“Kami menolak kebijakan Kepala LIPI yang akan merumahkan sekitar 1.500 pegawai,” kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Syamsuddin Haris, yang menjadi pimpinan rombongan pegawai LIPI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (6/2/2019) lalu, seperti dikutip antaranews.com.

Mereka mengadukan nasibnya ke Komisi VII DPR RI yang merupakan mitra kerja LIPI. Mereka diterima Anggota Komisi VII DPR RI, antara lain, Fadel Muhammad (FPG), Bara Hasibuan (FPAN), Ichwan Datu Adam (FPD), dan Anda (FGerindra).

Menurut Syamsuddin Haris, Kepala LIPI yang baru membuat kebijakan reorganisasi di lembaga yang merupakan penelitian itu. Namun, kebijakan yang didasarkan pada Peraturan Kepala LIPI itu dinilai tanpa visi dan tujuan yang jelas dan tidak humanis.

Kebijakan kepala LIPI, menurut dia, antara lain akan merumahkan sekitar 1.500 pegawai, serta adanya efisiensi satuan kerja eselon III dan IV secara masif.

“Kami bukan menolak kebijakan reorganisasi, tapi kebijakan itu sebaiknya dilakukan secara bertahap serta didahului sosialisasi. Kami minta bantuan kepada DPR RI agar pimpinan LIPI meninjau kembali kebijakannya,” kata Syamsuddin. [DAS]