Kenaikan Suku Bunga BI, Apa Dampaknya?

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) dan mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo/flickr

BANK INDONESIA akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan pada Agustus 2022. Suku bunga acuan BI naik sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi 3,75 persen. Kenaikan suku bunga ini adalah yang pertama sejak tahun 2018 lalu.

Meningkatnya inflasi menjadi salah satu alasan BI menaikkan suku bunga. BI memperkirakan inflasi umum pada keseluruhan 2022 akan mencapai 5,2%. Sementara inflasi inti diperkirakan bisa menembus level 4,15%.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,5%,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Selasa (23/8).

Perry menyebut kenaikan suku bunga acuan merupakan bagian dari langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi dan volatile food.

Dampak kebijakan BI

Kenaikan suku bunga acuan BI tentunya akan berdampak terhadap banyak pihak, baik masyarakat umum maupun pelaku, perbankan, hingga pemerintah.

Pada perekonomian rakyat, kenaikan suku bunga acuan BI akan berdampak pada tingginya pembayaran bunga kredit. Cicilan kredit KPR, kredit kendaraan bermotor hingga kredit konsumsi akan turut naik sehingga menambah beban rumah tangga.

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, ketika BI mengkerek suku bunga bisa menyebabkan kenaikan bunga pinjaman perbankan, termasuk untuk KPR.

“Itu karena dengan harga rumah tersebut dan interest rate sekarang harus diwaspadai karena cenderung naik dengan inflasi tinggi,” kata Sri Mulyani pada Juli lalu.

Dia mengungkapkan, kondisi ini dikhawatirkan bisa membuat masyarakat semakin sulit memiliki rumah.

Selain itu kenaikan suku bunga akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi akibat semakin tingginya beban kredit usaha yang bisa digunakan pengusaha untuk memutar roda usaha atau melakukan ekspansi.

Meski perbankan tidak akan langsung mengerek bunga kredit mengikuti BI, namun cepat atau lambat dampaknya akan terasa pada perekonomian Indonesia.

Dampak pada usaha rakyat

Sedangkan ekonom dari Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, bagi pelaku usaha terutama UMKM yang membutuhkan pinjaman dari bank sebagai modal usaha akan semakin terbebani oleh suku bunga pinjaman yang semakin besar.

Padahal, pinjaman modal usaha ini biasanya digunakan oleh pelaku usaha untuk membeli bahan baku produksi. Dengan mahalnya bunga pinjaman, maka mereka akan semakin terbebani untuk biaya produksinya.

“Kalau pinjaman baru bunganya akan meningkat, beban biaya produksinya berarti akan lebih mahal,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/8/2022). Oleh karenanya, kenaikan suku bunga acuan BI ini akan berdampak ke keberlangsungan sektor usaha terutama usaha kecil dan menengah.

“Kenaikan suku bunga juga perlu dicermati efeknya terhadap beban pembayaran bunga yang ditanggung masyarakat dan pelaku usaha,” ucap Bhima.

Menurut Bhima, masyarakat akan kesulitan membayar utang karena kenaikan upah hanya 1 persen, tidak sebanding dengan kenaikan harga dan suku bunga pinjaman.

“Akhirnya kenaikan suku bunga ini akan menekan masyarakat yang paling rentan. Jadi semakin dia bergantung dengan utang, semakin berat beban hidupnya,” ujar Bhima.