SEBELUMNYA, seorang ulama juga dianiaya setelah solah subuh di Cicalengka, Kabupaten Bandung, 27 Januari 2018. Korban adalah Pemimpin Pondok Pesantren Al Hidayah (Santiong), Kiai Haji Umar Basri.

Ketika itu, Umar sedang di berada di musola dan jamaah solat telah meninggalkan tempat. Kiai berusia 60 tahun yang akrab disapa Ceng Emon Santiong  itu hanya bersama seorang lelaki paro baya tak dikenal.

Karena merasa baru melihat lelaki itu, Umar pun bertanya. Namun, lelaki yang kemudian diketahui bernama Asep tersebut menjawab dengan nada tinggi.

“Saya orang sini! Kamu berani sama saya?” kata Asep.

Tidak sampai di situ. Asep kemudian mengambil kayu yang biasa digunakan untuk alas kaki muazin. Dengan kayu itu, dia memukuli Kiai Umar di bagian perut dan kepalanya. Umar pun berdarah-darah dan Asep langsung kabur.

Kondisi korban yang seperti itu terlihat oleh seorang santrinya. Sang kiai pun dibawa untuk menjalani pengobatan dan belakangan divisum karena kasus ini dilaporkan seorang santri ke pihak kepolisian.

Hanya dalam hitungan jam, polisi berhasil membekuk pelaku. “Lokasi penangkapan pelaku penganiayaan K.H. Umar Basri tak jauh dari lokasi kejadian,” tutur Kepala Polda Jawa Barat Irjen Polis Agung Budi Martoyo, 28 Januari 2018.

Untuk dua kasus di Jawa Barat itu sempat muncul banyak spekulasi. Ada yang memandang, kasus yang korbannya kedua rohaniwan itu tak lepas dari gerakan politik yang sedang menghangat karena akan pemilihan kepala daerah. Juga ada yang melihat kedua kasus itu sebagai operasi intelijen. Cara pandang seperti itu umumnya karena melihat profil korban yang sama rohaniwan, waktu kejadiannya sama-sama di waktu subuh, dan cara penganiayaannya yang hampir sama pula.

Semua itu hanya asumsi tanpa bukti. Namun, agar berbagai spekulasi tersebut tak menjadi bola liar yang dapat merugikan masyarakat banyak, polisi mestinya dapat segera menuntaskan kedua kasus ini dan memberi pernyataan yang terang-benderang.