Fanatik dan kejam, Hans Ulrich Rudel beberapa kali nekat menerbangkan pesawat pengebom tukik Junkers Ju-87 Stuka hingga ke wilayah musuh. (Sumber: Sulindo/Benedict Pietersz)

Jika ada anggota Nazi yang paling dibenci oleh Stalin, itu adalah Hans Ulrich Rudel. Sebagai seorang pilot pesawat pengebom tukik Junkers Ju-87 Stuka yang terkenal kejam, dia berhasil mengguncang moral pasukan Tentara Merah selama pertempuran di Front Timur dengan menghancurkan ratusan tank tempur.

Hans Ulrich Rudel adalah anggota militer Jerman yang telah memperoleh begitu banyak penghargaan dan bintang jasa. Mengutip dari Perang Eropa oleh P. K. Ojong, Rudel adalah seorang penerbang pesawat pengebom tukik Stuka Luftwaffe (AU Jerman) yang seorang diri berhasil menghancurkan lebih dari 500 tank Soviet di front timur, plus sekitar 2.000 sasaran di darat lainnya.

Dia juga yang menenggelamkan kapal tempur Soviet Marat (23.500 ton) serta dua kapal penjelajah dan sebuah kapal perusak. Tidak mengherankan Stalin sendiri menjanjikan hadiah bagi siapa pun yang dapat melumpuhkan Rudel dalam keadaan hidup atau mati.

Akan tetapi, semua keberhasilan Rudel di medan perang tidak diperoleh dengan mudah. Dia sendiri pernah tertembak jatuh hingga 30 kali. Semua tembakan dari darat, bukan oleh pesawat lawan di udara. Dia juga dihargai tinggi karena keberanian serta kesediaan berkorban demi menyelamatkan rekannya yang tertembak jatuh, bahkan dengan taruhan nyawanya sendiri.

Sejak kecil, Rudel yang dilahirkan pada 2 Juli 1916 di Silesia, memang ingin menjadi pilot. Semula, ketika masuk sekolah militer tahun 1936, dia ingin menjadi penerbang pesawat tempur. Tetapi prestasinya hanya rata-rata saja sehingga dia mencoba menjadi pilot pesawat pengebom tukik Stuka yang dianggapnya masih lebih dinamis daripada pesawat pengebom biasa.

Pada awal-awal perang, baik blitzkrieg ke Polandia maupun ke front barat, Rudel belum banyak diikutkan, hanya terbang latihan. Baru ketika Jerman melancarkan Operasi Barbarossa terhadap Uni Soviet pertengahan 1941, dia diikutkan dan aktif menggempur konvoi suplai Soviet dengan Stuka Ju-87 Bertha setiap hari, dari subuh hingga malam hari.

Kesatuannya yang disebut Sayap Immelmann (nama ace Jerman dalam Perang Dunia 1) kemudian ikut dalam operasi pengepungan Leningrad. Di sinilah pesawatnya menemukan dan menyerang kapal tempur Soviet Marat di laut terbuka. Bom 1.000 pon yang dilepaskannya tepat mengenai sasaran, namun gagal menenggelamkan.

Rudel penasaran dan di pangkalan minta bom jenis baru berdaya 2.000 pon. Tanpa menghiraukan hujan tembakan penangkis udara dan pesawat pemburu musuh, dia menyerang Marat lagi, dan berhasil menjatuhkan bomnya tepat ke sasaran dari ketinggian hanya 300 meter, tanpa takut terkena cipratan ledakannya. Dia sempat mengalami black-out sebelum disadarkan awaknya yang berada di kursi belakang.

Dia terlibat dalam banyak operasi di front, walau sempat ditarik sebentar menjadi instruktur serta menikah di tempat kelahirannya. Kembali ke front, pada September 1942, dia mencatat operasi penugasan yang ke-500 dan November yang ke-600. Kini dia mendapat pesawat baru Stuka Ju-87 Dora yang lebih kuat.

Memasuki tahun 1943 Rudel berganti pesawat lagi, yaitu Stuka Ju-87 Gustaf yang lebih lamban, namun dilengkapi dengan dua kanon 3,7 cm sebagai pengganti bom. Pesawat baru ini terbukti menjadi penghancur tank yang ampuh, yang dibuktikannya dalam pertempuran di Kursk bulan Juli. Dia menghancurkan banyak tank Soviet dengan menembakkan peluru kanon berbahan tungsten, dengan mengincar lapisan baja di bagian belakang tank yang lebih tipis.

Dikejar-kejar Musuh

Selanjutnya, Rudel diserahi memimpin Group III Stuka Geschwader 2 untuk membantu melambatkan gerak maju Soviet menuju Sungai Dnieper. Setelah menghancurkan tank ke-100 Soviet, dia bertugas di sekitar Odessa.

Dalam suatu operasi, Rudel yang kini berpangkat mayor, melihat pesawat rekannya jatuh kena tembak pesawat pemburu Soviet. Pesawat mendarat darurat di wilayah musuh, dan Rudel melihat pilot dan awaknya selamat. Dia langsung mendaratkan pesawatnya untuk menolong, namun pesawatnya sendiri terjebak lumpur.

Dikejar pasukan infanteri Soviet, mereka lari beberapa kilometer ke arah Sungai Dniester. Salah seorang rekannya hilang, dan mereka tercegat lagi. Di bawah todongan senjata mereka pun menyerah, kecuali Rudel yang nekat lari.

Dia dikejar dengan kuda dan anjing pelacak. Dia terkena tembakan pada bahunya, tapi terus lari lewat perbukitan. Rudel pingsan, namun pengejarnya gagal menemukan. Dia ditolong petani Rumania dan akhirnya setelah menyelinap melalui wilayah musuh, dia berhasil kembali ke pangkalan.

Dia menolak bintang jasa berpermata dari Hitler karena Hitler memintanya tidak terbang lagi. Namun pemimpin Luftwaffe Marsekal Goering memberikan bintang tersebut dan menugaskan Rudel memimpin skuadron baru pesawat tempur Messerschmitt 410, untuk melawan ofensif udara Amerika-Inggris.

Rudel enggan dan memilih tetap bertempur di front timur, yang terus mengalami tekanan dari Soviet. Di front ini, Rudel kembali pada keahliannya melumpuhkan tank-tank Soviet.

Di front ini, dia melanggar perintah Goering untuk tidak menolong rekan yang pesawatnya jatuh. Di tempat itu pula dia beberapa kali terluka tatkala mendaratkan secara darurat pesawatnya yang terkena penangkis udara musuh.

Beroperasi di udara Hungaria setelah Jerman terdesak dari Rumania, Rudel berganti-ganti pesawat antara Ju-87 dan pesawat serang darat FW-190F yang lebih cepat dan lincah. Tanggal 1 Januari 1945 dia naik menjadi kolonel, dan tetap menolak larangan untuk terbang.

Kini dia berperang di atas udara Jerman sendiri, ikut mempertahankan Silesia, Pomerania, dan Berlin. Rudel sempat menghancurkan belasan tank Soviet, hanya beberapa puluh mil dari Berlin. Untuk kesekian kalinya, dia terbaring di meja operasi untuk luka-lukanya. Tetapi April dia terbang dan bertempur lagi, hingga tanggal 8 Mei ketika mendengar kabar perang telah berakhir.

Bernilai Satu Divisi

Sesuai dengan wilayah operasinya, dia harus menyerahkan diri kepada Soviet. Dia bahkan berpikir untuk melancarkan aksi terakhir dengan serangan bunuh diri. Namun dicegah oleh rekan-rekannya.

Rudel yang tak mau jatuh ke tangan Soviet, lalu terbang dan mendarat darurat di Kitzingen, sebuah pangkalan udara yang dikuasai Amerika. Sekalipun oleh para pemeriksanya dikategorikan sebagai “tipikal perwira Nazi”, tetapi tahun 1946 dibebaskan dari kamp tawanan. Dua tahun kemudian Rudel beremigrasi ke Argentina, membantu Presiden Juan Peron membangun angkatan udaranya.

Namun, kefanatikan dan sikap anti-Sovietnya tidak luntur. Dia diketahui ikut melindungi penjahat perang Nazi, dr. Josef Mengele, yang bersembunyi di Paraguay.

Rudel juga mengecam sebagian pimpinan militer Jerman yang dianggapnya tidak sepenuh hati mendukung Hitler untuk menghancurkan Soviet yang komunis. Tahun 1970-an dia pulang ke Jerman Barat dan terlibat dalam partai politik yang dinilai sebagai partai neo-Nazi. Dia meninggal dunia karena tumor otak pada usia 66 tahun.

Tetapi apa pun sikap politiknya, prestasi kemiliterannya sebagai pilot front terdepan dinilai luar biasa. Pimpinan tentara Jerman di front timur, Marsekal Ferdinand Schoerner pun tidak berlebihan ketika mengatakan bahwa Rudel seorang yang “berharga atau bernilai sama dengan satu divisi lengkap tentara”. [BP]