Koran Sulindo – Tin Zuraida, istri dari mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurachman, akan dicegah oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menjadi Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pencegahannya akan dilakukan lewat Menteri Asman Abnur.
Pasalnya, Tin Zuraida diduga terkait kasus suap sejumlah perkara yang melibatkan beberapa perusahaan di bawah Lippo Group. Bahkan, pada April 2016, Tin diketahui membuang uang sebanyak Rp 1,7 miliar ke dalam toilet saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumahnya. Tin dan sang suami juga berkali-kali diperiksa penyidik KPK akibat dugaan keterlibatan dalam korupsi.
Jusuf Kalla mengungkapkan, seharusnya menteri hanya memilih staf yang memang benar-benar dipastikan bersih serta terbebas dari dugaan keterlibatan dalam kasus apa pun. “Tentu saya akan bicara, harus ada etikanya. Harus bersihlah, staf ahli itu, apalagi mengurus SDM, yang diangkat itu harus bersih,” kata Jusuf Kalla, 12 Desember 2017 lalu.
Memang, tambahnya, KPK hingga saat ini belum menetapkan Tin atau Nurhadi sebagai tersangka. Tapi, seseorang yang diangkat untuk memiliki tugas dan tanggung jawab yang strategis sebaiknya diupayakan tetap merupakan sosok yang tidak pernah terkait dengan kasus apa pun. “Setidak-tidaknya harus dipastikan ada kepemimpinan yang bersih,” kata Kalla.
Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, seperti dikutip sejumlah media, Tin Zuraida telah resmi bekerja di kementerian itu. Dijelaskan Abdullah lagi,
masa kerja Tin berakhir di MA sejak Tin dilantik oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Status kepegawainya juga sudah berpindah dari Kepala Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA ke staf ahli menteri itu. Di MA, Tin pernah menjadi Kepala Sub-Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata serta Kepala Diklat.
Menteri Asman Abnur mengakui soal pelantikan Tin Zuraida. Ia mengungkapkan, pelantikan Tin berawal pada tahun 2016, ketika kementeriannya mengadakan seleksi terbuka untuk mengisi tiga jabatan staf ahli, yakni staf ahli di bidang budaya kerja, ekonomi daerah, serta politik dan hukum.Terpilihlah tiga orang, termasuk Tin. Belakangan, ada pemberitaan yang menyeret nama Tin. “Dengan ada pemberitaan tersebut, kami tunda,” kata Asman. Namun, setelah satu tahun berlalu tidak ada perkembangan fakta hukum terkait Tin. Akhirnya, kementeriannya tetap melantik Tin untuk menjadi staf ahli. “Kalau enggak ada fakta hukum, kami enggak bisa bikin apa-apa. Jadi, kami berharap, dengan adanya pemberitaan, kemudian ada fakta hukum, ya, sudah,” tuturnya.
Masalahnya, kalau sudah ada pemberitaan, mengatapa tidak menghubungi pihak KPK untuk meminta keterangan tambahan? Sebegitu sulitkah menghubungi pihak KPK? Lalu, tampaknya juga ada keganjilan di MA, mengapa suami-istri bisa bekerja di institusi yang sama dan masing-masing memegang posisi yang terbilang penting? [RAF]