Lukisan Ratu Kalinyamat (Wikipedia)

Ketika membicarakan pahlawan wanita Indonesia, ingatan kita mungkin langsung melayang pada Raden Ajeng Kartini dengan perjuangannya dalam emansipasi, atau Dewi Sartika yang dikenal sebagai pelopor pendidikan perempuan. Namun, jauh sebelum era mereka, seorang pemimpin wanita dari Jepara telah menorehkan sejarah besar dalam perlawanan terhadap penjajah dan membangun kejayaan Nusantara.

Sosok itu adalah Ratu Kalinyamat, seorang ratu yang gagah berani dan visioner. Namanya mungkin tak sepopuler Kartini, tetapi kisah hidupnya penuh dengan keberanian, intrik politik, dan strategi militer yang mengagumkan. Pemimpin wanita yang berasal dari Jepara ini memegang peranan penting dalam melawan bangsa Portugis di abad ke-16 dan membangun kejayaan maritim Nusantara. Siapa sebenarnya Ratu Kalinyamat, dan bagaimana ia mengukir sejarah sebagai pahlawan wanita yang membanggakan? Mari kita menelusuri jejaknya yang penuh inspirasi.

Latar Belakang Kehidupan dan Awal Perjuangan

Melansir berbagai sumber, Ratu Kalinyamat lahir dengan nama asli Retna Kencana. Ia merupakan putri ketiga Sultan Trenggono, raja termasyhur dari Kerajaan Demak yang memerintah pada tahun 1521–1546. Sebagai adik dari Sunan Prawoto, Raja Demak keempat, Retna Kencana memiliki hubungan dekat dengan lingkaran kekuasaan dan perjuangan politik di masa itu.

Ia menikah dengan Pangeran Hadiri atau Pangeran Hadlirin, seorang bangsawan yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Kalinyamat setelah menetap di Jepara. Mereka tidak memiliki anak kandung, tetapi mengasuh beberapa anak, salah satunya adalah Pangeran Arya, putra Maulana Hasanuddin dari Kesultanan Banten.

Konflik perebutan takhta di Kerajaan Demak menjadi latar belakang awal perjuangan Ratu Kalinyamat. Setelah Sunan Prawoto dibunuh oleh Arya Penangsang, adipati Jipang sekaligus sepupu Retna Kencana, ia dan suaminya pergi menemui Sunan Kudus untuk meminta keadilan. Namun, Sunan Kudus justru mendukung Arya Penangsang, yang dianggapnya berhak membalas dendam atas kematian ayahnya, Pangeran Seda Lepen.

Sepulang dari Kudus, Pangeran Kalinyamat tewas dibunuh oleh pasukan Arya Penangsang, sementara Retna Kencana berhasil melarikan diri. Kehilangan suami membuatnya bertekad membalas dendam. Ia melakukan tapa brata, yakni berpuasa dan bermeditasi tanpa busana selama 40 hari di sebuah gua di Gunung Muria. Ritual ini menunjukkan tekad kuatnya untuk menghadapi musuh.

Setelah Arya Penangsang dikalahkan oleh Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir), Retna Kencana diangkat menjadi penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatannya pada 10 April 1549 ditandai dengan sengkalan “Trus Karya Tataning Bumi.”

Sebagai pemimpin, Ratu Kalinyamat memusatkan perhatiannya pada pengembangan kemaritiman. Selama 30 tahun pemerintahannya (1549–1579), ia membangun angkatan laut yang kuat dan menjadikan Jepara sebagai salah satu kerajaan bahari yang maju. Rakyatnya hidup tenteram dengan menggantungkan penghidupan pada perdagangan dan hasil laut.

Menurut sejarawan Burger, meskipun wilayah Jepara tidak terlalu subur, Ratu Kalinyamat memiliki empat kota pelabuhan strategis: Jepara, Juana, Rembang, dan Lasem. Pelabuhan-pelabuhan ini tidak hanya menjadi tempat transit, tetapi juga pusat ekspor komoditas seperti gula, madu, kayu, kelapa, dan palawija.

Perlawanan terhadap Portugis

Ratu Kalinyamat menjadi simbol perlawanan terhadap Portugis yang telah menduduki Malaka. Pada tahun 1550, Raja Johor meminta bantuannya untuk melawan Portugis. Ia mengirim 40 armada dengan kekuatan 4.000–5.000 prajurit. Meski serangan ini gagal, Ratu Kalinyamat tidak menyerah.

Pada tahun 1574, ia kembali mengirim ekspedisi besar untuk menyerang Portugis di Malaka. Kali ini, pasukannya bersekutu dengan Kesultanan Aceh, membawa 300 kapal, 80 di antaranya berukuran besar, dan 15.000 prajurit. Meski harus mengorbankan 2.000 tentara, serangan ini berhasil menggoyahkan dominasi Portugis di wilayah tersebut.

Keberanian dan strategi militer Ratu Kalinyamat membuat bangsa Portugis kagum. Diego de Conto, seorang penulis Portugis, menyebutnya sebagai “Rainha de Jepara senhora Poderosa e ride” (Ratu Jepara, seorang perempuan kaya dan memiliki kekuasaan besar). Ia juga dijuluki “De Kranige Dame,” yang berarti perempuan tangguh dan gagah berani.

Akhir Hayat

Ratu Kalinyamat meninggal pada tahun 1579 dan digantikan oleh anak asuhnya, Pangeran Arya dari Banten, yang kemudian bergelar Pangeran Jepara. Ia meninggalkan warisan besar sebagai pemimpin wanita yang mampu membawa Jepara ke masa kejayaan. Makam Ratu Kalinyamat berada di kompleks Masjid Mantingan Kecamatan Tahunan, Jepara Jawa Tengah.

Kisah hidup Ratu Kalinyamat menunjukkan keberanian, keteguhan hati, dan semangat patriotisme yang luar biasa. Ia adalah bukti nyata bahwa perempuan memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Dengan kecerdasan dan keberaniannya, ia tidak hanya melawan penjajah, tetapi juga membangun fondasi kejayaan maritim yang masih dikenang hingga kini.

Ratu Kalinyamat adalah simbol wanita tangguh yang mampu menginspirasi generasi masa kini untuk terus memperjuangkan kedaulatan dan kejayaan bangsa. [UN]