Ilustrasi: Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan buronan pelaku pembobilan BNI Maria Pauline Lumowa yang diekstradisi dari Serbia, Rabu (8/7/2020)//Humas Kemenkumham

Koran Sulindo – Maria Pauline Lumowa (MPL) sebenarnya hampir saja lolos cegatan proses ekstradisi oleh tim Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Menteri Yasonna Laoly yang memimpin langsung proses ekstradisi tahu masa penahanan buronan pelaku pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) senilai Rp1,7 triliun di Serbia habis pada pekan depan.

Proses pemulangan ini juga sempat mendapatkan gangguan dari salah satu negara Eropa dan upaya hukum dari MPL. Berkat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi pemerintah Serbia, negara itu tetap berkomitmen mengekstradisi MPL ke Indonesia walau kedua negara belum saling terikat perjanjian ekstradisi.

Komitmen tersebut ditegaskan langsung oleh Presiden Serbia Aleksandar Vucic dalam pertemuan bilateral pada awal pekan lalu. Proses ekstradisi ini merupakan salah satu dari sedikit kasus di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara.

Di sisi lain, menyebut keberhasilan proses ekstradisi MPL tak lepas dari asas resiprositas atau timbal balik. Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah, Nikolo Iliev, pada 2015.

Kehadiran Menkumham selaku pemimpin delegasi sendiri merupakan salah satu upaya menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia untuk melakukan penegakan hukum.

Yang jelas ekstradisi MPL bukan lah akhir dari proses penegakan hukum terhadap buronan yang telah melarikan diri selama 17 tahun tersebut. Menkumham memastikan akan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas, termasuk melakukan pemulihan aset yang dimiliki MPL di luar negeri.

“Kita akan menempuh segala upaya hukum untuk membekukan asetnya, termasuk memblokir akun dan sebagainya. Semua itu bisa dilakukan setelah ada proses hukum di Indonesia. Semuanya merupakan proses, tetapi kita tidak boleh berhenti. Semoga upaya ini bisa memberikan hasil baik bagi negeri sekaligus menegaskan prinsip bahwa pelaku pidana mungkin saja bisa lari, tetapi mereka tidak akan bisa sembunyi dari hukum kita,” kata Yasonna, saat tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020) lalu.

Perburuan

Maria Pauline Lumowa adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta, lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro, atau senilai Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group itu diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.

Pada Juni 2003, BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.

Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dulu terbang ke Singapura pada September 2003, alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958, tersebut kemudian diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu ditolak oleh pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di sana.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. Penangkapan itu dilakukan berdasarkan nota merah Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.

Pemerintah Indonesia bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan melalui surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Nomor AHU-AH.12.01-10 tanggal 31 Juli 2019. Surat ini kemudian disusul dengan permintaan percepatan proses ekstradisi yang disampaikan melalui surat nomor AHU-AH 12.01-22 tanggal 3 September 2019.

Mengingat Maria Pauline Lumowa merupakan warga negara asing, Kemenkumham memastikan akan mematuhi prosedur hukum yang berlaku dengan memberi akses kepada kedutaan besarnya sebagai bagian perlindungan terhadap warga negara mereka.

Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa.  [RED]