Pembebasan Irian Barat

BEBERAPA waktu setelah percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno terjadi, Panglima Komando Daerah Militer XIV Hasanuddin yang waktu itu dijabat Kolonel M. Jusuf mengatakan, percobaan pembunuhan tersebut untuk mematahkan perjuangan rakyat melawan imperialisme, untuk membebaskan penjajahan terhadap Irian Barat.

“Tujuan usaha pembunuhan itu untuk mematahkan perjuangan rakyat yang menggelora yang telah siap di seluruh Tanah Air,  khususnya Sulawesi Selatan dan Tenggara, dalam rangka menghapuskan imperialisme/kolonialisme dari Irian Barat.  Di sini tebukti kebengisan dan immoralitas kaum imperialis untuk tetap menegakkan penjajahan mereka di Irian Barat,” kata M. Jusuf dengan nada geram, seperti dikutip Antara.

Panglima Kodam Kolonel M. Jusuf  lebih lanjut menyatakan, granat-granat yang dilontarkan telah ditemukan. “Modelnya memang khusus untuk membunuh manusia, yakni model M-1 adopter projection. Seluruh aparatur negara mempercepat proses pemeriksaan,” kata M. Jusuf, seperti dikutip Pikiran Rakjat edisi 12 Januari 1962.

Dalam kesempatan itu, Kolonel Jusuf juga membantah siaran Radio Australia yang mengatakan pelaku pelemparan granat itu adalah anggota gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Ditegaskan Jusuf, di wilayah hukum yang berada di bawah tanggung jawabnya tidak ada lagi gerakan DI/TII.

Aparat bertindak cepat. Pikiran Rakjat edisi 26 Januari 1962 mengumumkan, pelaku pelemparan granat itu terdiri dari 4 orang warga negara Indonesia dan 2 warga negara Belanda. Panglima Kodam XIV Kolonel M. Jusuf ketika memberikan keterangan kepada wartawan dari dalam dan luar negeri menyebutkan, aksi subversif sepenuhnya dilakukan oleh Belanda Kolonial.

Kolonel Jusuf juga dengan tegas mengatakan, komplotan yang ingin membunuh Presiden Soekarno bermarkas besar di Irian Barat, yang masih diduduki Belanda.  Para pelaku itu telah berada di Kota Makassar sekitar satu setengah bulan sebelum kunjungan Bung Karno.

“Kita telah mengetahui penyerangan aksi subversif ini didalangi oleh Belanda, tidak saja di Sulawesi selatan dan Tenggara, tetapi juga seluruh Indonesia,” kata Kolonel Jusuf, seperti dikutip Pikiran Rakjat edisi 10 Januari 1962.

Dari Jakarta, Jaksa Agung Mr. Gunawan langsung memerintahkan jaksa tinggi di Makassar agar segera menghubungi Panglima Kodam XVI Hasanuddin untuk membantu penyelidikan. “Kejahatan terbesar diancam hukuman mati sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Mr. Gunawan.

Atas kejahatan yang telah mereka lakukan itu, para pelaku yang di antaranya belakangan diketahui bernama Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis hukuman mati. Gerombolan ini menamakan gerakan subversinya Resimen Pertempuran Koordinator Angkatan Darat Revolusioner (RPKAD Rev).