Koran Sulindo – Beredar kabar bila suhu udara di Indonesia akan naik secara drastis hingga 40 derajat Celcius pada 21 Maret mendatang. Sebagaimana diketahui suhu rata-rata di Indonesia di hari-hari biasa berkisar antara 26-36 derajat Celcius. Apakah ini merupakan terjangan gelombang panas seperti yang terjadi di Afrika?
Jawabannya, bukan. Fenomena naiknya suhu yang mencapai 40 derajat Celcius di Indonesia ini merupakan fenomena Equinox. Yakni fenomena yang rutin terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Dalam satu tahun Indonesia mengalami dua kali equinox yakni pada vernal equinox pada 21 Maret dan autumnal equinox 23 September.
Demikian dijelaskan pakar Iklim Lingkungan dari Fakultas Geografi UGM, Dr. Emilya Nurjani, M.Si., menanggapi maraknya kabar bahwa Indonesia akan dihantam gelombang suhu tinggi. “Equinox merupakan fenomena iklim normal, bukan sesuatu yang meresahkan. Hal ini berbeda dengan gelombang panas yang terjadi di Afrika,” kata Emilya, di Yogyakarta, Jumat (17/3).
Dituturkan Emilya, equinox merupakan kondisi yang terjadi saat matahari berada persis di atas garis khatulistiwa atau equator. Ketika fenomena ini berlangsung, durasi siang dan malam di seluruh bagian bumi relatif sama. “Saat matahari berada di titik nol ekuator, maka panjang siang dan malam sama yaitu 12 jam,” ujar Emilya yang fokus mengkaji Hidrometeorologi ini.
Fenomena ini, menurut Emilya, memang akan menimbulkan peningkatan suhu udara di Indonesia. Namun demikian, tidak akan mengakibatkan kenaikan suhu secara drastis. Suhu rata-rata di Indonesia di hari-hari biasa berkisar antara 26-36 derajat Celcius.
“Ketika terjadi equinox suhu akan mengalami kenaikan tapi tidak drastis, suhu maksimal antara 33-34 derajat Celcius. Suhu tertinggi yang pernah tercatat adalah 36 derajat Celcius terjadi di Jawa Timur beberapa tahun lalu,”paparnya.
Karenanya Emylia menghimbau masyarakat agar tidak perlu panik dan resah dengan berbagai kabar yang beredar tentang kenaikan suhu yang drastis akibat equinox. Namun dia menyarankan masyarakat untuk tetap mengantisipasi adanya kenaikan suhu yang akan terjadi agar tidak berdampak pada kesehatan.
Suhu udara yang panas jelas akan memicu terjadinya dehidrasi. Karenanya, Ahli Gizi dari Fakultas Kedokteran UGM, Dr.dr. Emy Huriyati, M.Kes., mengatakan masyarakat perlu melakukan langkah antisipasi menghadapi suhu udara yang meningkat.
“Banyak minum minimal 8 gelas sehari atau disesuaikan dengan kebutuhan tubuh, jika sering terpapar panas makan asupan cairan harus ditingkatkan supaya tidak dehidrasi” ujarnya.
Apabila tubuh kekurangan cairan, lanjut Emy, maka dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga rentan terhadap penyakit. Dehidrasi berisiko mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi pada tubuh seperti radang tenggorokan, infeksi kandung kemih, dan lainnya.
Sebetulnya, menurut Emy, tubuh perlu beradaptasi menyesuaikan berbagai perubahan lingkungan. Artinya, tidak hanya terhadap cuaca panas, tetapi juga saat cuaca dingin. Saat lingkungan berubah, maka manusia pun perlu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Karenanya penting menjaga kesehatan dengan menjaga pola gizi seimbang untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
“Jaga asupan makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral, serta vitamin sesuai dengan kebutuhan tubuh dan pola hidup sehat,” tegasnya. [YUK]